Optimisme Kinerja Ekonomi Perlu Dijaga dengan Sinergi
Salah satu upaya pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan adalah hilirisasi sumber daya alam. Dengan hilirisasi, kekayaan SDA Indonesia akan bernilai tambah di mata dunia.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pelambatan dan ketidakpastian ekonomi global, Bank Indonesia tetap optimistis capaian positif perekonomian Indonesia pada 2022 dapat dilanjutkan tahun ini. Untuk itu, semua pemangku kepentingan ekonomi dipandang perlu terus konsisten, inovatif, dan bersinergi untuk menjaga kinerja perekonomian.
”Tahun ini kita tetap tidak boleh lengah, namun tetap harus optimistis,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2022, di Jakarta, Senin (30/1/2023).
Perry menjelaskan, pada 2022 lalu, BI memperkirakan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,5-5,3 persen dengan kecenderungan bias ke atas di kisaran 5,1-5,2 persen. Kinerja ini ditopang tak hanya dari kinerja ekspor, tetapi juga konsumsi swasta yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi global yang sebesar 3 persen.
Stabilitas nilai tukar rupiah juga relatif masih terjaga dengan catatan depresiasi 8,9 persen lebih rendah di tengah penguatan mata uang dollar AS terhadap berbagai mata uang dunia yang mencapai 25 persen.
Inflasi 2022 juga bisa terkendali. Pada akhir tahun lalu, tingkat inflasi sebesar 5,51 persen, lebih rendah ketimbang perkiraan awal 6,5 persen pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) September 2022. Angka ini pun lebih rendah ketimbang inflasi di banyak negara yang rata-rata mencapai 8 persen.
Stabilitas nilai tukar rupiah juga relatif masih terjaga dengan catatan depresiasi 8,9 persen lebih rendah di tengah penguatan mata uang dollar AS terhadap berbagai mata uang dunia yang mencapai 25 persen. Menurut Perry, stabilitas nilai tukar ini menjadi salah satu pilar untuk menjaga tak hanya perekonomian, tetapi juga stabilitas politik.
Dari sisi makroprudensial, penyaluran kredit perbankan bertumbuh 11,1 persen secara tahunan. Adapun sistem pembayaran makin berkembang dengan meluasnya penggunaan QRIS oleh 30 juta merchant di seluruh Indonesia.
Sumber pertumbuhan
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi jangka, pendek, menengah, dan panjang, BI mendorong pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Hal ini dibahas dalam diskusi yang menghadirkan pembicara Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Odo Manuhutu, dan Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro.
Dody mengatakan, salah satu upaya pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan adalah hilirisasi sumber daya alam (SDA) Indonesia. Dengan hilirisasi, kekayaan SDA Indonesia punya nilai tambah di mata dunia.
Ia menambahkan, dengan permintaan produk turunan SDA dunia yang besar, ekspor Indonesia bisa meningkat. Hal ini berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, ekspor yang terus meningkat bisa mendorong masuknya cadangan devisa Indonesia yang pada akhirnya bisa mendorong penguatan serta menjaga stabilitas nilai tukar.
”Saya agak berani menyampaikan bahwa hilirisasi sumber daya alam ini merupakan game changer perekonomian kita dalam jangka menengah dan panjang,” ujar Dody.
Selain hilirisasi SDA, salah satu sumber pertumbuhan ekonomi lainnya yang perlu didorong adalah pariwisata. Odo menjelaskan, pariwisata bisa menjadi stimulus perekonomian secara langsung dan jangka menengah. Kedatangan wisatawan memberikan rezeki dari belanja wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Kendati demikian, saat ini sektor pariwisata belum sepenuhnya bangkit pascapandemi. Kekuatan daya beli masyarakat dalam negeri yang masih kuat, lanjut Odo, dapat didorong untuk menggiatkan wisata di dalam negeri. Peran Indonesia yang dipercaya menjadi tuan rumah beberapa penyelenggaraan turnamen olahraga dunia juga diharapkan bisa menarik wisatawan mancanegera.
Ditambahkan oleh Ari, perekonomian Indonesia diperkirakan tetap bertumbuh dan stabil sebagai buah dari sinergi dan koordinasi kebijakan antara fiskal, moneter, dan keuangan. Ia berpandangan para pengambil kebijakan di tiga sektor ini terus mencermati kecenderungan perilaku otoritas keuangan dalam mengambil arah kebijakan. ”Misalkan, mencermati arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, sehingga respons kebijakan kita tepat dan adaptif,” ujar Ari.
Menurut Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja, hilirisasi SDA sangat menjanjikan bagi perekonomian Indonesia. Namun, tantangan pengembangan hilirisasi ini adalah pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) SDA yang butuh dana hingga belasan triliun rupiah.
Tidak hanya itu, smelter masih akan digerakkan energi yang bersumber dari batubara. Di sisi lain, perbankan dalam negeri juga dituntut memberi pendanaan berwawasan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Jahja mengusulkan agar dicarikan pasar atau calon pembeli produk hilirisasi SDA agar investor lebih tertarik datang membangun smelter di sini.
Sementara itu, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengemukakan, selama ini pemerintah dan otoritas masih terlalu terpaku pada sisi pasokan, tetapi belum cukup memperhatikan sisi permintaan. Pada hilirisasi SDA dan pengembangan rantai pasok mobil listrik, misalnya, menurut Aviliani, juga perlu dikembangkan riset dan pendekatan pasar.