Pemerintah menjadikan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 sebagai ”senjata” untuk menghadapi ketidakpastian global yang diperkirakan berlanjut pada tahun 2023.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi perekonomian dunia yang kurang menggembirakan diprediksi akan kembali terjadi pada 2023. Permintaan global akan melemah dan dapat berdampak cukup besar pada kinerja perekonomian nasional.
Oleh karena itu, pemerintah melihat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sangat diperlukan untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Perppu, antara lain, diharapkan mampu mendorong permintaan domestik pada saat terjadi penurunan permintaan global.
”Indonesia memasuki periode di mana ketidakpastian global masih terjadi. Salah satu ancaman dari situasi itu adalah stagflasi, yakni beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, terus menaikkan tingkat suku bunga,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Kamis (26/1/2023), di Jakarta.
Menurut dia, untuk mengantisipasi ancaman kondisi global itu, pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Kehadiran perppu tersebut bisa menjadi penyangga yang akan mendorong permintaan domestik di tengah penurunan permintaan global.
”Perppu Cipta Kerja diharapkan mendorong konsumsi rumah tangga dan investasi domestik terutama dari sektor UMKM serta penciptaan lapangan kerja,” ujar Airlangga.
Harapan senada disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani. Menurut dia, pelaku usaha dan industri mengharapkan Perppu No 2/2022 memberikan kepastian hukum dan optimisme dalam meningkatkan investasi yang berdampak pada lapangan kerja.
Airlangga menjelaskan, Perppu Cipta Kerja berfungsi pula sebagai penyangga karena, setelah penerbitannya, berbagai peraturan pemerintah (PP) bisa disiapkan guna memberikan kepastian terhadap investor. ”Kita melihat beberapa investasi terhambat karena PP-nya belum dibuat lagi ataupun perlu diperbaiki sesudah dua tahun perjalanan UU Cipta Kerja,” kata Airlangga.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2021 menegaskan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.
Menurut MK, pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ”tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan dikeluarkan”. Dengan demikian, UU Cipta Kerja masih berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggang waktu yang telah ditentukan dalam putusan.
Kemudian, pemerintah menjelang akhir tahun 2022 mengeluarkan Perppu Cipta Kerja. Saat memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta, akhir Desember 2022, Airlangga mengungkapkan sejumlah alasan mendesak yang mendasari penerbitan Perppu Cipta Kerja. Alasan dimaksud, misalnya, antisipasi kondisi ekonomi global.
Menurut Airlangga, putusan MK terkait UU Cipta Kerja sangat memengaruhi perilaku dunia usaha, baik dalam maupun luar negeri. ”Mereka hampir seluruhnya masih menunggu keberlanjutan UU Cipta Kerja,” katanya.
Pada akhir tahun lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, aspek hukum dan peraturan perundang-undangan terkait keluarnya Perppu No 2/2022 ialah adanya kebutuhan mendesak.
Sesuai putusan MK Nomor 138 Tahun 2009, alasan dikeluarkannya perppu ialah ada kebutuhan mendesak (atau) kegentingan memaksa untuk dapat menyelesaikan masalah hukum secara cepat dengan undang-undang, tetapi undang-undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum.
Sejumlah elemen masyarakat sipil menyoal Perppu Cipta Kerja ke MK, baik melalui permohonan uji formil maupun uji materiil. Langkah tersebut ditempuh karena MK dinilai berwenang menguji perppu, baik keabsahan pembentukannya maupun substansi yang diatur.
Tantangan implementasi
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Sarman Simanjorang mengatakan, ada beberapa substansi Perppu Cipta Kerja yang perlu diperjelas dalam peraturan turunan atau peraturan pemerintah agar implementasinya tak memunculkan ketidakpastian, seperti ketentuan baru mengenai penghitungan upah minimum.
Oleh karena itu, dalam proses penyusunan peraturan turunan, pemerintah diminta melibatkan semua pihak yang terdampak. ”Libatkan pengusaha dan pekerja yang akan bersinggungan dengan isu itu. Semua harus diajak bicara dalam penyusunan PP supaya kita mencari solusi dan format yang tepat. Jangan sampai isu upah ini terus jadi keributan setiap tahun,” kata Sarman.
Agar harapan terhadap Perppu Cipta Kerja betul-betul terwujud, isu terkait koordinasi lintas kementerian/lembaga serta relasi pemerintah pusat dan daerah juga perlu diatasi. Jika tidak, salah satu dampaknya ialah perizinan usaha yang dilakukan lewat platform daring Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) akan kurang optimal.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyebut adanya data yang tak sinkron antar-kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan sistem OSS-RBA. Akibatnya, perizinan tetap menyita waktu dan tenaga.
Menurut Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi Yuliot, Kementerian Investasi terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk membenahi dan mengintegrasikan berbagai sistem yang ada ke OSS-RBA. Platform daring ini terus diupayakan mampu berfungsi sesuai harapan.
Proses pembahasan
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menerangkan, setelah perppu tersebut diserahkan pemerintah, saat ini materinya masih di meja pimpinan DPR. Proses persetujuan perppu harus didahului pembahasan di rapat pimpinan DPR.
Setelah itu, perppu dibawa ke Rapat Badan Musyawarah DPR untuk memutuskan alat kelengkapan DPR yang akan membahasnya dengan pemerintah. ”Kami masih memiliki waktu membahas (Perppu Cipta Kerja) sampai 17 Februari (akhir masa persidangan DPR),” ujarnya.
Dia menjelaskan, karena materi yang akan dibahas adalah perppu, pembahasan yang dilakukan bukan pada substansi, melainkan pada soal persetujuan atau tidak. ”Jadi lebih mudah (prosesnya),” ujar politisi Partai Gerindra tersebut.