Pelanggaran Administrasi di Sektor Perekonomian Masih Tinggi
Pemerintah perlu mendorong upaya perbaikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan pengelolaan pengaduan akibat masih tingginya laporan terkait malaadministrasi.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Malaadministrasi atau pelanggaran administrasi yang dilakukan institusi pemerintah di sektor perekonomian masih tinggi. Sejumlah pelanggaran administrasi di beberapa kasus bahkan menyita atensi publik cukup tinggi pada 2022.
”Pelanggaran administrasi di sejumlah lembaga yang terkait perekonomian masih tercatat cukup tinggi. Sejumlah institusi, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendag), masih mendominasi,” ucap anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, pada konferensi pers Penyampaian Hasil Pengawasan Pelayanan Publik di Sektor Perekonomian I 2022 di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Berdasarkan data dari Ombudsman, terdapat sejumlah 132 laporan masyarakat (LM) terkait pelanggaran administrasi yang masuk pada 2022. Pelanggaran seperti penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur terhadap laporan masyarakat menjadi jenis malaadministrasi yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat.
Sebanyak 82 laporan dari total 132 laporan merupakan pelanggaran administrasi terkait penundaan berlarut laporan masyarakat dan masih mendominasi. Kemudian disusul laporan terkait penyimpangan prosedur sebanyak 26 laporan.
AYU OCTAVI ANJANI
Data Ombudsman terkait jumlah laporan pelanggaran administrasi di sektor perekonomian pada 2022.
”Masih tingginya malaadministrasi di sejumlah instansi di sektor perekonomian ini disebabkan oleh laporan masyarakat yang mungkin bermasalah di sana, kemudian melaporkan ke Ombudsman,” kata Yeka.
Adapun pelanggaran administrasi di sektor perekonomian terjadi di sejumlah kasus yang cukup menyita atensi publik. Terdapat enam kasus yang terindikasi adanya pelanggaran administrasi di sektor perekonomian pada 2022, seperti komoditas minyak goreng, penolakan impor hortikultura, gula kristal rafinasi (GKR), pupuk bersubsidi, asuransi, dan kredit pemilikan rumah (KPR).
Terdapat sejumlah temuan pelanggaran administrasi pada sejumlah kasus tersebut. Pada kasus komoditas minyak goreng, instrumen pengendali ketersediaan dan stabilisasi harga minyak tidak berjalan. Selain itu, penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) dinilai juga menyulitkan pelaku usaha.
Pada kasus penolakan impor hortikultura, terdapat pelanggaran administrasi berupa tindakan sewenang-wenang dalam penahanan produk impor hortikultura yang telah memiliki surat persetujuan impor (SPI). Kemudian, pada kasus penerbitan surat dukungan penyalur GKR, terjadi penundaan berlarut dalam penerbitan surat tersebut.
”Kemudian yang saat ini menjadi fokus kami adalah malaadministrasi dalam pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan kartu tani. Data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) elektronik petani penerima pupuk bersubsidi tidak akurat serta pendistribusian kartu tani yang belum optimal,” tambah Yeka.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Bupati Banyumas Achmad Husein mengecek ketersediaan minyak goreng di Pusat Belanja Moro Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (19/2/2022).
Dalam kasus asuransi, terdapat 363 polis asuransi unit-link bermasalah berdasarkan 50 laporan masyarakat di Ombudsman. Adanya potensi penyimpangan prosedur yang dilakukan tenaga pemasar (agen) dan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dalam melakukan pemasaran atau pra polis.
Adapun laporan malaadministrasi juga terdapat pada kasus KPR, yakni proyek mangkrak serta lambannya waktu penyelesaian permasalahan sertifikat konsumen yang telah melunasi KPR. Berdasarkan data Ombudsman, sebanyak 600 konsumen belum menerima sertifikat rumah.
Masih lemah
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, menilai, aspek penindakan laporan masyarakat masih lemah. Dirinya berpendapat, perlunya tindakan langsung ketika institusi menerima aduan lewat berbagai platform yang ada saat ini.
”Saya mengerti mengapa masih tingginya laporan masyarakat terkait pelanggaran administrasi, terlebih di sektor perekonomian. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya penindakan langsung dari institusi yang juga dapat disebabkan oleh sejumlah faktor,” ucap Trubus, Kamis (26/1/2023).
Trubus menilai, terdapat potensi adanya diskriminasi, laporan yang minim bukti, serta perilaku korupsi. Laporan yang mangkrak di institusi dinilai harus semakin berkurang serta perlu ditingkatkan penanganan maupun evaluasinya.
Sejumlah institusi di sektor perekonomian dianggap tidak menangani laporan masyarakat sehingga jumlah laporan pelanggaran administrasi tinggi. Selain itu, prosedur yang seringkali tidak sesuai dengan masyarakat turut menjadi faktor lain.
Malaadministrasi dinilai perlu menjadi perhatian serta memerlukan perbaikan demi mempercepat penyelesaian aduan masyarakat. Pemerintah, yaitu kementerian dan lembaga perlu mendorong upaya perbaikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan pengelolaan pengaduan dengan mengacu pada perundang-undangan.
Meskipun begitu, total kerugian masyarakat yang diselamatkan Ombudsman di sektor perekonomian mencapai Rp 89,80 miliar per 18 Januari 2023. Angka tersebut meningkat 234,45 persen dari total penyelamatan pada 2021 sebesar Rp 26,85 miliar. Sedangkan, potensi penyelamatan kerugian masyarakat pada 2023 diperkirakan sebesar Rp 276,86 miliar.