Mendorong Tenaga Terampil, Menekan Angka Penganggur
Permintaan pekerja terampil dari sejumlah negara terus terus berkembang. Situasi itu membuka peluang bagi Indonesia untuk mengirim tenaga kerja sekaligus menekan angka penganggur di kelompok usia muda.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program magang dan penempatan pekerja terampil ke luar negeri terus berlanjut. Program yang didukung pemerintah ini diharapkan turut mengatasi masalah pengangguran di dalam negeri. Salah satu negara sasaran program tersebut adalah Jepang.
Sebelumnya, yakni pada 2019, Pemerintah Indonesia dan Jepang menandatangani memorandum kerja sama tentang penempatan pekerja berketerampilan spesifik berstatus residensi dan program pelatihan kerja. Kerja sama itu bertujuan melindungi pekerja terampil yang ingin bekerja ke Jepang dari perantara yang tidak bertanggung jawab.
Pada saat memorandum itu ditandatangani, Jepang menyatakan membuka kuota 345.150 pekerja berketerampilan spesifik sampai lima tahun. Pekerjaan terampil itu berasal dari 14 sektor industri, antara lain konstruksi, otomotif, perikanan, dan kesehatan. Pekerja migran berketerampilan yang berhasil mengikuti program itu akan dibayar sesuai standar upah minimum (Kompas.id, 26/6/2019).
Kepala Bagian Ekonomi Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia Usui Masato mengatakan, sejak memorandum itu ditandatangani, penerimaan pekerja migran Indonesia (PMI) di Jepang terus dipromosikan. Pada akhir 2022, warga Indonesia yang tinggal di Jepang dengan status magang pelatihan teknis mencapai 40.000 orang. Sementara warga Indonesia yang tinggal di Jepang dengan status pekerja berketerampilan spesifik tercatat 10.000 orang.
”Jumlah itu terbanyak kedua jika dilihat dari asal negara pekerja yang tinggal di Jepang,” ujar Masato saat menghadiri pelepasan 761 peserta magang dan pekerja berketerampilan spesifik ke Jepang dan Belanda, di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Presiden Direktur PT OS Selnajaya Indonesia Satoshi Miyajima menceritakan, pihaknya ambil bagian dalam penempatan tenaga kerja Indonesia yang ingin magang atau ambil peluang dalam program bekerja di Jepang dengan keterampilan spesifik. Balai latihan kerja milik perusahaan bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan pemerintah daerah terlibat dalam prosesnya.
Pelatihan yang diberikan mencakup keterampilan spesifik dan bahasa Jepang. Upaya ini ditempuh guna memperkuat perlindungan terhadap hak-hak pekerja.
”Tahun lalu kurang dari 100 peserta pelatihan dari Indonesia berangkat ke Jepang untuk ikut program bekerja dengan keterampilan spesifik. Kali ini kami memberangkatkan 161 orang. Sama seperti peserta magang di Jepang, angkatan kerja Indonesia yang banyak ikut program ini umumnya berusia muda, yaitu minimal 18 tahun hingga 30 tahun,” kata Miyajima.
Dalam kesepakatan kerja sama, Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya perlindungan pekerja yang akan atau yang sudah berangkat ke Jepang.
Dia menambahkan, permintaan pekerja terampil di luar negeri terus berkembang, bukan hanya di Jepang, permintaan juga datang dari Eropa, seperti dari Belanda, Polandia, dan Jerman.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, Indonesia memiliki ikatan historis kerja sama dengan Jepang dan Belanda. Kedua negara ini sekarang jadi tujuan magang luar negeri atau penempatan PMI berketerampilan spesifik. Dalam kesepakatan kerja sama, Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya perlindungan pekerja yang akan atau yang sudah berangkat ke Jepang.
Pengangguran
Sesuai data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2022 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka penduduk kelompok umur 15-24 tahun mencapai 20,63 persen. Hal ini dapat dimaknai, dalam 100 orang penduduk berumur 15–24 tahun yang termasuk angkatan kerja, terdapat sekitar 21 orang yang menganggur. Angka ini meningkat 1,08 persen dibandingkan Agustus 2021 dan naik 3,55 persen apabila dibandingkan Februari 2022.
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Wilayah DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memandang, adanya program magang atau penempatan pekerja berketerampilan spesifik yang ditawarkan bisa jadi salah satu cara mengatasi masalah pengangguran di kalangan penduduk usia muda.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Golongan Karya, Saniatul Lativa, berpendapat, sejumlah negara sedang mengalami demografi usia tua. Di satu sisi, situasi itu menjadi peluang bagi pekerja muda Indonesia. Di sisi lain, terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi Indonesia, khususnya pekerja muda, jika ingin mengambil kesempatan itu, misalnya tantangan keterampilan yang diikuti isu biaya pelatihan.
”Kami selalu mendorong agar PMI yang berangkat harus memiliki kompetensi. Lalu, soal biaya latihan seharusnya sudah muncul skema ditanggung pemerintah (bukan saja ditanggung si calon pekerja),” kata Saniatul.
Saat dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, program magang atau penempatan pekerja berketerampilan spesifik mampu mengatasi problem penganggur usia muda, tetapi sifatnya jangka pendek- menengah. Salah satu alasannya adalah realitas pekerja muda yang ikut program itu diberikan batas durasi yang relatif pendek. Di negara penempatan pun, mereka mesti bersaing dengan tenaga kerja lokal yang juga memiliki keterampilan.
”Pemerintah Indonesia bisa melakukan negosiasi perpanjangan durasi bekerja, terutama bagi pekerja berketerampilan spesifik. Cara lainnya ialah pemerintah menyiapkan keterhubungan dengan investasi baru atau industri yang sudah ada di Indonesia. Jadi, keterampilan kerja yang peserta magang atau penempatan kerja berketerampilan spesifik peroleh dari luar negeri dapat terserap di pasar kerja dalam negeri. Tujuannya agar tidak menimbulkan TPT baru,” ujarnya.
Hal lain yang juga penting adalah terus memperbaiki suplai-permintaan tenaga kerja di dalam negeri. Apalagi, jika pemerintah berkeinginan untuk terus menurunkan angka pengangguran usia muda. Ahmad berpendapat, optimalisasi kebijakan insentif super tax deduction perlu dilakukan sehingga semakin banyak perusahaan mau terlibat dalam pelatihan vokasional sehingga masalah tidak link and match keterampilan yang menyebabkan pengangguran teratasi.
”Dari sisi makroekonomi, perbaikan iklim investasi yang pro penyerapan tenaga kerja besar perlu terus didorong. Tren investasi yang masuk belakangan cenderung investasi padat modal,” imbuh Ahmad.