Produksi migas Indonesia yang terus menurun membutuhkan terobosan untuk menaikkannya. Selain perbaikan regulasi di hulu migas, metode ”enhanced oil recovery” juga bisa diandalkan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Suasana di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari wilayah kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021 setelah dialih kelola dari Chevron.
JAKARTA, KOMPAS — Metode pengurasan minyak tingkat lanjut atau enhanced oil recovery perlu terus dimatangkan serta dimasifkan dalam upaya meningkatkan produksi minyak dan gas bumi di Indonesia, terutama untuk jangka menengah. Sementara untuk jangka panjang, kegiatan eksplorasi mesti dipacu serta adanya pembenahan regulasi.
Sebelumnya, dalam laporan kinerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rabu (18/1/2023), realisasi produksi siap jual (lifting) minyak pada 2022 sebesar 612.300 barel per hari. Sementara realisasi lifting gas bumi yakni 5.347 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Kedua capaian tersebut di bawah target APBN 2022.
Dekan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti M Burhannudinnur, saat dihubungi, Minggu (22/1/2023), mengatakan, untuk jangka pendek, pengeboran masif perlu dilakukan pada lapangan yang sudah ditemukan (discovery). Selain itu, pengeboran juga perlu masuk kembali ke sumur-sumur migas tua yang masih ekonomis.
”Sementara untuk jangka menengah, dilakukan (metode) enhanced oil recovery (EOR) secara masif. Untuk jangka panjang, kegiatan eksplorasi migas mesti dipercepat,” ujar Burhannudinnur.
Ia juga menyoroti revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang belum juga dituntaskan. Sejak diberlakukannya UU tersebut, hingga kini produksi migas terus menurun. Oleh karena itu, reformasi terhadap regulasi mesti diupayakan lebih cepat agar daya tarik investasi lebih baik. ”Kepastian hukum yang utama, diikuti kemudahan investasi,” ujarnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, hasil dari investasi eksplorasi tak bisa dilihat dalam waktu cepat. Sebab, hal tersebut terkait rantai bisnis jangka panjang. Produksi migas baru dapat dilakukan sekitar lima tahun sejak penemuan sumber migas.
Dalam hal ini, eksplorasi menjadi salah satu kunci dalam memperbaiki produksi migas. Perbaikan iklim investasi pada eksplorasi pun mesti terus diperbaiki, termasuk dengan revisi UU Migas. Apabila revisi UU Migas diselesaikan, diharapkan ada kepastian regulasi dan aturan turunan yang dapat membuat kebijakan lebih baik dan fleksibel.
Deputi Eksplorasi Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara mengemukakan, aktivitas eksplorasi terus meningkat setelah menurun akibat pandemi Covid-19 di tahun 2020.
”Apabila tahun 2020 jumlah kegiatan pengeboran sumur eksplorasi sebanyak 21 sumur dengan nilai investasi 0,5 miliar dollar AS, di tahun 2022 sudah meningkat menjadi 30 pengeboran sumur eksplorasi dengan nilai investasi 0,8 miliar dollar AS. Target tahun 2023 sebesar 1,7 miliar dollar AS untuk 57 pengeboran sumur eksplorasi,” ujarnya.
Terima masukan
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji dalam siaran pers, Jumat (20/1/2023), menuturkan, pihaknya terus mendorong peningkatan produksi migas nasional. Pihaknya juga terbuka terhadap masukan berbagai pihak, termasuk dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Dalam rangkaian kunjungan kerja ke Sumatera Selatan, pekan lalu, diketahui ada sejumlah masukan dari sejumlah KKKS, seperti perlunya dukungan atas percepatan perizinan, pemberian insentif, pengadaan lahan, dan penerbitan aturan mengenai penangkapan, penyimpanan, dan utilisasi karbon.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas lapangan memantau proses injeksi karbon dioksida di Sumur JTB-161 lapangan Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (26/10/2022). Injeksi ini merupakan penerapan dari hasil studi bersama antara PT Pertamina (Persero) dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation. Penerapan metode ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak dan menurunkan emisi gas rumah kaca.
”Kami terbuka dengan masukan-masukan tersebut dan akan melakukan apa yang menjadi pekerjaan kami,” kata Tutuka.
Sebelumnya, dalam peninjauan ke Pertamina EP Asset 3 di Cirebon, Jawa Barat, Senin (16/1/2023), Tutuka menuturkan, ada tiga upaya yang didorong agar produksi migas menjadi lebih optimal. Pertama adalah dengan optimalisasi semua potensi, termasuk pada lapangan yang ada. Kementerian ESDM akan membantu memonetisasi gas yang selama ini belum termanfaatkan dengan optimal.
Kedua, pemerintah akan membantu mempermudah perizinan dalam kegiatan operasi migas, terutama terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan pengeboran yang membutuhkan koordinasi dengan instansi lain. Ketiga, dilakukannya EOR di bidang injeksi karbon dioksida. ”Potensi injeksi karbon dioksida cukup besar dan bisa menjadi terobosan bagi Pertamina dan Indonesia,” tutur Tutuka.
Tambahan produksi
Di sisi lain, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Riau mengawali 2023 dengan menemukan potensi kandungan minyak, hasil dari kegiatan pengeboran. Dengan demikian, saat ini total ada empat sumur andalan, yakni di Lapangan Minas, Petani, Benar, dan Bekasap yang menghasilkan 1.000-1.400 barel minyak per hari.
”Dengan pola kerja masif dan agresif, PHR memberikan keleluasaan untuk menerapkan metode-metode out of the box untuk memperoleh hasil terbaik dari setiap lapangan. Ini tidak terlepas dari penerapan teknologi dan kreativitas para insinyur di PHR,” kata Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin.