Pembangunan pabrik urea PKT di Fakfak bagian dari upaya pemerintah agar pemanfaatan gas bumi yang di Indonesia agar tidak melulu diekspor. Namun, diserap oleh industri yang membutuhkannya, termasuk petrokimia.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Pabrik pupuk NPK milik PT Pupuk Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (10/2/2023). Pabrik tersebut mampu memproduksi 500.000 ton per tahun.
Gas bumi memiliki peran penting dalam transisi energi, terutama untuk mengurangi penggunaan sumber energi fosil, seperti batubara dan minyak bumi. Kendati juga termasuk jenis energi fosil, gas bumi relatif lebih bersih dibandingkan dengan batubara dan minyak bumi karena emisi gas rumah kaca dari pembakarannya lebih rendah. Oleh karena itu, gas bumi dapat dianggap sebagai ”bahan bakar jembatan” atau transisi sementara dari sumber energi fosil menuju sumber energi yang lebih bersih.
Tak hanya sebagai sumber energi, seperti bahan bakar ataupun sumber energi pembangkit listrik, gas bumi di Indonesia juga banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti produksi kaca, pupuk, dan petrokimia. Dalam rantai produksi pupuk, gas bumi memiliki peran vital lantaran berfungsi sebagai bahan baku amonia, salah satu bahan utama pembuatan pupuk.
Di sektor industri petrokimia, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, pasar di Indonesia terbilang sangat besar meski 70 persen bahan bakunya diperoleh dari impor. Apabila gas bumi dikembangkan untuk industri petrokimia, lanjutnya, hal itu akan menciptakan nilai tambah ekonomi yang cukup besar. Itu mengingat hampir semua hal yang berkaitan dengan kehidupan membutuhkan produk dari industri petrokimia, mulai dari obat-obatan hingga perlengkapan rumah tangga.
”Kita punya bahannya dan ada pasarnya. Tinggal kebijakannya. Parasetamol, misalnya, yang 100 persen kita masih impor, sedangkan kita punya (senyawa) benzena, yang menjadi salah satu komponennya. Kalau dikonversi ke domestik, kan, impor bisa dikurangi. Yang lebih berharga, ada nilai tambah ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan investasi,” ucap Komaidi dalam sebuah diskusi, akhir Januari lalu.
Mengenai produksi gas bumi di Indonesia, per 21 Februari 2023 tercatat 6.769 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau di atas target APBN 2023 yang sebesar 5.742 MMSCFD. Pada 2022, porsi gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri cukup dominan, yaitu mencapai 3.686 miliar british thermal unit per hari (BBTUD) atau setara dengan 68 persen. Adapun volume gas yang diekspor mencapai 1.759 BBTUD atau setara dengan 32 persen.
Sementara pemanfaatan gas bumi di dalam negeri didominasi oleh sektor industri yang sebanyak 1.611 BBTUD. Adapun untuk produksi pupuk, diperlukan gas bumi 692 BBTUD.
Salah satu industri pupuk yang tengah mengoptimalkan gas bumi dalam negeri adalah PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT). PKT kini tengah membangun pabrik pupuk urea di Fakfak, Papua Barat. Bahkan, pada Desember 2022, kawasan industri pupuk di Fakfak masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) dan PKT ditunjuk Kementerian BUMN menjadi penanggung jawab.
Saat ini, PKT memproduksi urea, dengan kandungan nitrogen 46 persen, sebanyak 3,43 juta ton per tahun di lima pabrik. Selain itu, amonia dengan bahan baku 100 persen gas bumi diproduksi 2,74 juta ton per tahun di lima pabrik. Sementara pupuk NPK diproduksi 350.000 ton per tahun di dua pabrik.
Direktur Utama PKT Rahmad Pribadi mengatakan, pembangunan pabrik urea di Fakfak bagian dari upaya pemerintah agar pemanfaatan gas di Indonesia tidak melulu diekspor. Namun, diserap industri yang membutuhkannya, termasuk petrokimia. Dengan demikian, kekayaan alam di Indonesia dapat termanfaatkan untuk beragam kebutuhan dalam negeri.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN (SET)
Direktur Utama PT Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi, memberikan penjelasan saat berdiskusi dalam kunjungan ke Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Kamis (19/1/2023). Kunjungan tersebut selain bersilaturahmi juga menyosialisasikan pencapaian dan rencana kerja PT Pupuk Kaltim dalam upaya menjadi penopang ketahanan pangan nasional.
Transformasi
Di samping terkait pupuk, diversifikasi juga disiapkan oleh PKT, dalam rangka transformasi hijau. Itu, antara lain, dengan melakukan hilirisasi pada produk-produk petrokimia berbasis gas alam. Pasalnya, sebagai produsen pupuk yang menggunakan bahan baku gas, maka ada emisi karbon yang dihasilkan. Sejumlah hal dilakukan guna mencapai target emisi nol bersih (NZE).
Kendati pupuk masih akan menjadi bisnis utama, emisi karbon dalam proses produksi terus ditekan. Sejumlah hal yang disiapkan ke depan, antara lain, dengan produksi green ammonia. Selain itu, teknologi penyuntikan karbon ke dalam formasi geologi juga menjadi salah satu rencana PKT. Sudah ada penjajakan dengan perusahaan hulu minyak dan gas bumi terkait itu.
Rahmad menuturkan, dari hasil diskusi dengan para pakar, sejumlah teknologi, seperti green and blue ammonia, akan matang pada 2030. Dengan demikian, ke depan akan semakin potensial untuk dikembangkan.
”Dengan demikian, menuju NZE 2050, sepertiga pertama ialah carbon offset. Dekade kedua atau hingga 2040 kami perbaiki proses produksi dengan mengurangi intensitas karbon, dan 10 tahun sisanya ialah bagaimana penggunaan pupuk secara lebih presisi,” ucap Rahmad dalam diskusi di harian Kompas, Jakarta, pertengahan Januari lalu.
Menurut Rahmad, lewat sejumlah rencana transformasi hijau tersebut, PKT diharapkan menjadi pelopor dalam industri petrokimia berbasis gas. Artinya, ada peta jalan untuk diimplementasikan dengan konkret dan tegas menuju NZE pada 2050.