Pemerintah Tagih Komitmen Lembaga Penyiaran Swasta
Dari 4,3 juta unit alat bantu penerima siaran digital yang sudah jadi komitmen lembaga penyiaran swasta, realisasi distribusi ke rumah tangga miskin sampai sekarang masih 5,7 persen.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Petugas posko pengaduan mengecek set top box (STB) televisi digital yang akan diberikan kepada warga di The Akmani Hotel, Jakarta Pusat, Jumat (4/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menagih komitmen lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing untuk mendistribusikan bantuan alat bantu penerima siaran digital atau set top box (STB) kepada keluarga miskin. Realisasi komitmen distribusi bantuan dinilai masih rendah.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Geryantika Kurnia, Minggu (15/1/2023), di Jakarta. Berdasarkan data Kemenkominfo, terdapat tujuh grup lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing. Mereka mulanya berkomitmen distribusi bantuan STB sebanyak 4,3 juta unit kepada rumah tangga miskin. Komitmen itu telah disepakati oleh pemerintah pada saat seleksi dan evaluasi sebagai penyelenggara multipleksing. Sementara komitmen pemerintah mencapai 1,2 juta unit.
Realisasi distribusi secara nasional per 12 Januari 2023, yaitu lembaga penyiaran swasta hanya 5,7 persen dari komitmen dan pemerintah 99,8 persen dari komitmen.
”Migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial atau analog switch off (ASO) jangan sampai terhambat karena komitmen distribusi STB dari penyelenggara multipleksing tidak dilaksanakan dengan cepat. Sampai sekarang, realisasi komitmen mereka masih rendah dan cenderung stagnan. Hal ini berpotensi menghambat ASO nasional dan berdampak terhadap ongkos televisi-televisi yang masih menjalankan siaran simulcast (analog dan digital bersamaan),” ujarnya.
Geryantika mengatakan perlu ada komitmen kuat dari penyelenggara multipleksing untuk mempercepat distribusi STB untuk keluarga miskin sehingga ASO bisa selesai di seluruh Indonesia. ASO akan berdampak positif kepada industri penyiaran, masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi digital negara. Menurut dia, bagi lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing yang tidak menjalankan komitmen STB akan dikenai sanksi yang di antaranya tertuang dalam Permenkominfo Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
Lebih jauh, dia menyampaikan, penetrasi pengguna siaran televisi digital (sudah termasuk siaran televisi berbayar/pay TVdan siaran televisi digital terestrial) semakin menunjukkan tren positif. Berdasarkan hasil survei Nielsen di 11 kota besar, seperti Jakarta, Surakarta, dan Surabaya, per 15 Januari 2023 menunjukkan tingkat penetrasi telah mencapai 79 persen. Tingkat penetrasi tertinggi berada di Surakarta, yaitu 90 persen.
Masih berdasarkan data riset Nielsen yang sama, jumlah kepemilikan perangkat televisi sebelum ASO 2 November 2022 mencapai 58 juta. Kemudian, setelah ASO tanggal itu hingga puncak penyelenggaraan Piala Dunia 18 Desember 2022, jumlah kepemilikan perangkat televisi siap digital sebesar 45 juta.
Dari sisi rating televisi, rating sebelum ASO adalah 10,6. Lalu, rating televisi sepanjang Piala Dunia 2022 mencapai 12,2. Saat ini, rating rata-rata televisi adalah 10,5.
Dia menambahkan, ASO akan terus dilanjut ke kota/kabupaten lain. Lembaga penyiaran swasta yang sudah melakukan ASO telah merasakan manfaat, yaitu penurunan ongkos operasional 40–60 persen. Dari 694 stasiun televisi analog di Indonesia, 500 di antaranya sudah bersiaran digital secara penuh, 64 siaran simulcast, dan 131 masih proses migrasi.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Anak-anak penghuni Panti Asuhan Kampung Melayu, Jakarta, memanfaatkan waktu libur dengan menonton televisi bersama-sama, Minggu (30/10/2022).
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat Muhammad Farhan, saat dihubungi terpisah, mengatakan, pada dasarnya Komisi I DPR RI menuntut realisasi komitmen lembaga penyiaran swasta untuk membantu menyediakan alat bantu penerima siaran digital bagi rumah tangga miskin. DPR telah menyetujui APBN yang dipakai pemerintah menyubsidi alat bantu penerima siaran digital hanya berjumlah satu juta unit.
”Maka, pemenuhan komitmen lembaga penyiaran swasta menjadi sangat penting,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar tidak menjawab saat dikonfirmasi mengenai imbauan pemerintah agar lembaga penyiaran swasta segera merealisasikan komitmen menyediakan alat bantu penerima siaran digital.
Sementara itu, anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran, Bayu Wardhana, berpendapat, ketika pendistribusian subsidi alat bantu penerima siaran digital kepada rumah tangga miskin tidak optimal, pihak yang paling terdampak sebenarnya adalah industri televisi sendiri. Penyaluran subsidi yang tidak maksimal berpotensi mengurangi jumlah pemirsa dan pada akhirnya memengaruhi pemasangan iklan.
Menurut dia, distribusi bantuan alat bantu penerima siaran digital sebaiknya melalui satu pintu, yaitu melalui pemerintah. Sebab, pemerintah memegang data keluarga miskin atau prasejahtera. Pemerintah juga memiliki aparatur sampai ke level daerah untuk distribusi.
”Penyaluran bantuan melalui satu pintu bertujuan untuk menghindari dobel penerima. Soal biaya distribusi, lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing sebaiknya ikut menanggung dengan membayar ke pemerintah. Mereka (lembaga penyiaran swasta) semestinya sadar bahwa kesuksesan distribusi subsidi akan berdampak pada pendapatan iklan mereka,” kata Bayu.