Serikat pekerja, yang di antaranya diwakili oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, tetap akan berunjuk rasa menolak Perppu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja kendati sudah ada upaya negosiasi sebelumnya.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan serikat pekerja tetap akan berunjuk rasa pada Sabtu (14/1/2023) untuk menolak isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Aksi itu tetap akan digelar kendati sudah ada upaya negosiasi sebelumnya.
Unjuk rasa, antara lain, akan digelar oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). KSPI membawahkan delapan serikat pekerja. Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Jumat (13/1/2023), mengatakan, sekitar 10.000 pekerja akan ikut dalam aksi tersebut. Di Jakarta, unjuk rasa akan dipusatkan di Istana Merdeka dan dimulai pukul 09.00. Di luar Jakarta, aksi yang sama akan digelar di kota-kota besar.
”Kami mempersoalkan isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ada sembilan poin yang kami kritik, seperti upah minimum, alih daya, dan perjanjian kerja waktu tertentu. Aksi besok merupakan awalan dari aksi unjuk rasa atau negosiasi yang kami upayakan sebelumnya,” ujarnya.
Pihaknya berencana menyetor masukan atas isi Perppu Nomor 2/2022. Menurut dia, unjuk rasa tetap dilakukan melengkapi upaya dialog dengan pemerintah. Dia menduga, pemerintah dan DPR bergeming dengan masukan kelompok pekerja terkait Perppu Nomor 2/2022.
Ketua Bidang Informasi, Komunikasi, dan Propaganda KSPI Kahar S Cahyono mengatakan, selain delapan serikat di bawah KSPI, terdapat kelompok pekerja lain yang akan turut serta dalam unjuk rasa besok. Salah satunya adalah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) yang dipimpin oleh Andi Gani.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal memberikan keterangan kepada wartawan seusai mendaftar menjadi calon peserta Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan bahwa sejumlah substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perppu Nomor 2/2022 merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. Ketentuan pekerjaan alih daya, misalnya, tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan dalam UU Cipta Kerja, sedangkan dalam Perppu Nomor 2/2022 alih daya dibatasi.
Contoh lain adalah penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Berbeda dengan UU Cipta Kerja yang menyatakan formula perhitungan memakai pertumbuhan ekonomi atau inflasi, Perppu Nomor 2/2022 mengamanatkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
”Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perppu Nomor 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis,” ujar Ida.
Ida menambahkan, pada Jumat (6/1/2023), Kementerian Ketenagakerjaan telah menggelar silaturahmi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serikat pekerja/buruh, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Silaturahmi itu diisi dengan sosialisasi Perppu Nomor 2/2022.
”Perppu bertujuan menyejahterakan semua pihak, baik dunia usaha maupun pekerja. Karena dengan adanya keberlangsungan usaha, maka akan tercipta keberlangsungan kerja. Dua-duanya saling mendukung,” kata Ida.
Pada Rabu (11/1/2023), Kementerian Ketenagakerjaan menghadiri rapat kerja yang diadakan oleh Komisi IX DPR. Seusai rapat yang bersifat tertutup, Ida mengatakan, isi rapat itu adalah menjelaskan kepada anggota DPR tentang isi Perppu Nomor 2/2022. Dia turut menekankan bahwa selama pembahasan perppu, semua kementerian/lembaga sudah diajak.
Sementara itu, dalam konferensi pers, Selasa (3/1/2023), Apindo menyoroti perbedaan formula penghitungan upah minimum dan pekerjaan alih daya yang berbeda dengan UU Cipta Kerja. Formula upah minimum yang tercantum dalam Perppu No 2/2022 dinilai akan memberatkan dunia usaha. Pembatasan alih daya diyakini membuat tujuan menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat dan fleksibel untuk menarik investor akan susah tercapai (Kompas, 4/1/2023).