Per November 2022, pembiayaan industri tekfin sebanyak 80,59 persen berpusat Pulau Jawa. Padahal, mestinya industri tekfin bisa memperluas pembiayaan hingga ke pelosok daerah.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Β·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS β Pembiayaan yang diberikan industri teknologi finansial atau tekfin pinjaman antarpihak masih didominasi di Pulau Jawa. Dengan model bisnis yang lebih ringkas ketimbang perbankan, semestinya pembiayaan tekfin bisa lebih menjangkau daerah-daerah selain Pulau Jawa.
Mengutip Statistik Fintech yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada November 2022 penyaluran pembiayaan di industri tekfin pinjaman antarpihak (peer to peer lending/P2P lending) mencapai Rp 18,96 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 15,28 triliun pembiayaan dilakukan di Pulau Jawa atau setara dengan 80,59 persen dari total pembiayaan. Adapun 19,41 sisanya merupakan pembiayaan dari daerah luar Jawa.
Jumlah akun rekening penerima pinjaman juga masih didominasi di Jawa. Pada November 2022, dari total 13,72 juta rekening, sebanyak 10,86 juta rekening atau setara dengan 79,15 persen berasal dari Pulau Jawa. Sementara 2,86 juta rekening sisanya atau setara dengan 20,85 persen berasal dari luar Jawa.
Porsi pembiayaan yang masih didominasi di Pulau Jawa ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan pertama kali industri ini beroperasi di Indonesia dan aktivitasnya mulai dicatat OJK. Pada Januari 2018, penyaluran pembiayaan di industri ini mencapai Rp 3 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 2,57 triliun atau setara dengan 85,66 persen berasal dari pembiayaan di Pulau Jawa, sedangkan sisanya sebanyak Rp 423,91 miliar atau 14,34 persen berasal dari pembiayaan luar Jawa.
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Perkembangan Industri Keuangan Nonbank, Desember 2022 (sumber: Otoritas Jasa Keuangan).
Ekonom dan Peneliti Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menjelaskan, masih dominannya pembiayaan di Pulau Jawa itu dikarenakan permintaan pembiayaan masih lebih besar di Pulau Jawa. Sebab, aktivitas perekonomian Indonesia memang didominasi di Pulau Jawa sehingga kebutuhan ataupun permintaan pembiayaan juga masih didominasi di Jawa.
Selain itu, infrastruktur teknologi komunikasi di Pulau Jawa sudah memadai sehingga memperluas pemahaman masyarakat akan adanya akses pembiayaan dari tekfin. βIni semua mempermudah kegiatan pembiayaan dari tekfin,β ujar Huda dihubungi, Senin (9/1/2022).
Ia menambahkan, pasar pembiayaan di luar Jawa masih minim karena permintaannya juga belum sebanyak Pulau Jawa. Permintaan akan timbul juga seiring dengan meningkatnya pasokan dan kesempatan untuk mengakses internet dan informasi mengenati tekfin.
Kendati demikian, sebetulnya potensi pasar di luar Jawa masih sangat besar. Ada beberapa tekfin yang memiliki fokus bisnis memberikan pembiayaan bidang kelautan di Indonesia bagian Timur karena melihat potensi yang besar.
Namun, memang perlu pembangunan infrastruktur teknologi komunikasi agar bisa memperluas jaringan telekomunikasi dan internet hingga ke pelosok. Selain itu juga perlu perluasan edukasi dan literasi digital dan keuangan soal pemanfaatan tekfin sebagai salah satu alternatif pembiayaan. Sebab, itulah cita-cita awal industri tekfin ini terbentuk, yakni memperluas inklusi keuangan dan memberikan pembiayaan ke pelosok daerah.
Ketua Indonesia Fintech Society (Ifsoc) Rudiantara mengatakan, masih rendahnya pembiayaan di luar Jawa dipengaruhi oleh infrastruktur teknologi komunikasi dan literasi keuangan digital belum tersebar meluas ke luar Jawa. Kendati demikian, Rudiantara menilai peningkatan porsi pembiayaan luar Jawa, yang pada Januari 2018 sebesar 14,11 persen menjadi 19,42 persen pada November 2022, adalah sesuatu capaian yang baik.
Ia menambahkan, cita-cita tekfin untuk memperluas inklusi keuangan dan memberikan akses layanan keuangan kepada segmen yang sebelumnya tidak bisa memenuhi persyaratan bank (unbankable) justru tercapai di luar Jawa. Sebab, pembiayaan tekfin di luar Jawa itu besarannya mikro sekitar Rp 3 juta-Rp 5 juta, berbeda dengan di Jawa yang bisa mencapai puluhan juta rupiah, bahkan miliaran rupiah.
βDi luar Jawa, pembiayaan yang tumbuh pesat itu yang skala mikro. Pembiayaan itu kepada ibu-ibu. Pertumbuhannya sangat pesat di Sumatera dan Sulawesi. Jadi cita-cita fintech untuk memperluas inklusi keuangan itu sudah tercapai justru di luar Jawa,β ujar Rudiantara.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini menambahkan, peluang pembiayaan di luar Jawa ini masih sangat besar, khususnya untuk segmen pembiayaan mikro. Untuk mewujudkan itu, diperlukan pembangunan infrastruktur komunikasi yang lebih merata ke daerah. Ini agar akses internet makin terjangkau ke pelosok Tanah Air. Hal ini juga perlu dibarengi dengan edukasi dan literasi keuangan digital agar masyarakat makin memahami manfaat keberadaan industri tekfin.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengakui, pembiayaan industri ini memang masih didominasi di Pulau Jawa. Namun, dia tidak memberikan komentar lebih lanjut mengenai ini.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan, industri tekfin P2P lending masih terus bertumbuh. Sampai dengan November 2022, pembiayaan berjalan (outstanding) bertumbuh 72,7 persen secara tahunan menjadi Rp 50,3 triliun. Tingkat risiko kredit secara agregat juga menurun. Ini ditunjukkan indikator Tingkat Wanprestasi Pembayaran 90 Hari (TWP90) tercatat menurun menjadi 2,83 persen dari Oktober 2022 di posisi 2,90 persen.
βNamun, OJK mencermati juga tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa perusahaan,β ujar Ogi.