Pajak Digital Dioptimalkan, Lokapasar Lokal Ikut Jadi Pemungut
Dengan memperluas pihak pemungut pajak atas transaksi perdagangan digital, setoran Pajak Pertambahan Nilai melalui Perdagangan yang Menggunakan Sistem Elektronik diperkirakan naik cukup signifikan tahun ini.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengoptimalkan pemungutan pajak dari perdagangan digital untuk mendongkrak penerimaan pajak di tengah pelambatan ekonomi tahun ini. Cakupan penyedia platform yang ditunjuk sebagai pemungut pajak diperluas, tidak hanya platform luar negeri seperti yang selama ini berlaku, tetapi juga lokapasar dalam negeri.
Perluasan pemungut Pajak Pertambahan Nilai melalui Perdagangan yang Menggunakan Sistem Elektronik (PPN PMSE) itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 yang dikeluarkan awal Desember 2022. PP tersebut merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP).
Pasal 5 PP tersebut mengatur, ada dua kategori pihak yang dapat ditunjuk untuk menjadi pemungut PPN atas transaksi barang dan jasa digital. Pertama, platform penyedia barang dan jasa yang berkedudukan di luar negeri, seperti Netflix atau Spotify. Kedua, platform perdagangan yang berada di Indonesia, alias marketplace (lokapasar) lokal, seperti Shopee dan Tokopedia.
Sebelum PP No 44/2022 keluar, pihak yang dapat ditunjuk pemerintah untuk memungut dan menyetor PPN baru perusahaan penyedia barang dan jasa asal luar negeri.
Bonarsius Sipayung, Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, mengatakan, penunjukan platform sebagai pemungut PPN menjadi terobosan yang cukup efektif untuk mendorong pemajakan terhadap transaksi digital.
Untuk menggenjot pemasukan pajak, langkah ekstensifikasi atas transaksi digital pun terus dioptimalkan. Salah satunya melalui memperluas subyek yang bisa ditunjuk menjadi pemungut PPN PMSE.
”Kita sudah mulai dengan menunjuk marketplace lokal yang memfasilitasi perdagangan barang dan jasa pemerintah atau Bela Pengadaan. Tahun ini, untuk marketplace dalam negeri (swasta) secara bertahap juga akan ditunjuk menjadi pemungut pajak,” katanya saat dihubungi, Senin (9/1/2023).
Sampai Januari 2023 ini, sudah lebih dari 150 perusahaan platform yang berkedudukan di luar negeri yang ditunjuk pemerintah sebagai pemungut PPN. Selama 2,5 tahun terakhir sejak diterapkan pertama kali Juli 2020, pemerintah berhasil mengantongi pemasukan pajak sebesar Rp 10,11 triliun lewat penerapan PPN PMSE.
Sebelum PP No 44/2022 keluar, pihak yang dapat ditunjuk pemerintah untuk memungut dan menyetor PPN baru perusahaan penyedia barang dan jasa asal luar negeri.
Pungutan PPN PMSE pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2022, pemerintah berhasil mendapat Rp 5,48 triliun dari PPN PMSE, naik dari realisasi sebelumnya pada 2021 sebesar Rp 3,9 triliun. Sebelum itu, pada Juli-Desember 2020, ketika PPN PMSE pertama kali diterapkan, realisasinya sebesar Rp 730 miliar.
Bonar mengatakan, pungutan PPN PMSE berpotensi naik cukup signifikan tahun ini. Dengan asumsi tarif 1 persen dari setiap nilai transaksi digital, potensi penambahan pajak lewat ditunjuknya lokapasar dalam negeri sebagai pemungut PPN berkisar antara Rp 5-6 triliun.
Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi digital masyarakat terus meningkat. Per November 2022, transaksi uang elektronik tumbuh 12,84 persen menjadi Rp 25,3 triliun. Sementara itu, transaksi perbankan digital naik 13,88 persen menjadi Rp 4.561,2 triliun.
”Komunikasi dengan perusahaan platform lokal sudah dilakukan secara intensif. Sekarang ini semua platform yang memfasilitasi transaksi belanja barang dan jasa pemerintah sudah ditunjuk jadi pemungut pajak. Untuk yang transaksi umum sedang diproses, tahun ini kita terapkan,” katanya.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai, penerimaan lewat PPN PMSE akan naik signifikan dengan diperluasnya subyek pemungut pajak itu. Apalagi, di tengah konsumsi dalam negeri yang meningkat pesat seiring membaiknya kondisi ekonomi dalam negeri.
”Pertama, pemungut PPN-nya semakin banyak. Mereka yang memungut, menyetor, melapor, pemerintah tinggal duduk mengawasi. Kedua, obyek pajak juga otomatis menjadi lebih luas sesuai UU HPP,” ujarnya.
Meski demikian, pemerintah masih perlu memperjelas aturan teknis untuk pemungutan PPN PMSE oleh platform lokapasar dalam negeri itu. Pasalnya, PP No 44/2022 belum mengatur tentang pungutan PPN dalam konteks transaksi daring yang dilakukan di merchant (pedagang) yang berstatus pengusaha kena pajak (PKP).
Pemerintah perlu memperjelas siapa pihak yang berwenang memungut PPN dalam kasus tersebut. ”Siapa yang lebih berhak jadi pemungut? Apakah platform e-commerce-nya, atau si pedagang itu sendiri? Kalau pedagangnya non-PKP memang gampang, otomatis yang memungut PPN itu platform. Kalau tidak diatur, bisa-bisa ada pungutan pajak ganda oleh merchant dan platform,” tutur Prianto.
Peneliti perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, sebelum menambah jumlah pemungut pajak, pemerintah perlu memperkuat implementasi di lapangan. Ini karena masih banyak ditemukan jasa digital bajakan, alias akun-akun serabutan yang menawarkan penyediaan jasa digital dengan harga murah di luar platform resmi.
Kalau tidak diatur, bisa-bisa ada pungutan pajak ganda oleh merchant dan platform.
”Tanpa ada penegakan hukum, ini bisa menggerus penerimaan PPN PMSE. Namun, ini memang bukan ranah Direktorat Jenderal Pajak seorang, tetapi perlu koordinasi dengan banyak pihak,” katanya.
Kendati demikian, Fajry menilai, langkah perluasan subyek pemungut PPN PMSE seperti diatur dalam PP No 44/2022 itu akan membantu mendongkrak potensi penerimaan pajak di tahun 2023. Menurut dia, tidak akan ada resistensi yang kuat dari perusahaan platform penyedia lokapasar ataupun dari publik.
Terlebih, pungutan PPN sudah berlaku sebelumnya dalam transaksi jual-beli barang secara daring melalui harga jual yang sudah termasuk PPN. Dengan demikian, tidak ada pengenaan beban pajak baru terhadap konsumen lewat aturan baru ini.
”Saya rasa masyarakat sudah mengerti bahwa sekarang ini bahkan untuk membeli aset kripto saja sudah dikenakan PPN. Untuk hal yang lebih sederhana seperti ini harusnya masyarakat lebih mengerti,” katanya.
Sebagai gambaran, pemerintah menjadikan setoran PPN sebagai andalan untuk menopang penerimaan pajak di tengah tren melandainya harga komoditas tahun ini. Dalam APBN 2023, pemerintah memasang target penerimaan dari PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 743 triliun atau 30,16 persen dari total target penerimaan. Sumber penerimaan andalan lain adalah Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas senilai Rp 873,6 triliun.