Sejauh ini, optimisme masyarakat secara umum masih terjaga. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inflasi yang terkendali menjadi modal untuk menjaga keyakinan konsumen dan mendorong belanja.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Warga memadati salah satu mal di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Minggu (25/12/2022). Momen libur Natal dimanfaatkan warga untuk mencari hiburan di pusat perbelanjaan. Beragam fasilitas yang tersedia, seperti tempat belanja, tempat kuliner, bioskop, dan berbagai wahana mainan atau hiburan, menjadi pilihan praktis warga untuk menikmati libur panjang.
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi akan kembali bertumpu pada laju konsumsi rumah tangga, terutama di tengah ancaman melambatnya kinerja ekspor dan investasi tahun ini. Performa ekonomi domestik yang baik perlu dijaga untuk mempertahankan optimisme dan keyakinan masyarakat kelas menengah-atas dalam membelanjakan uangnya.
Di sisi lain, fleksibilitas fiskal dan belanja pemerintah yang sesuai skala prioritas juga dibutuhkan untuk melindungi daya beli masyarakat menengah-bawah dari guncangan ekonomi.
Sejauh ini, optimisme konsumen secara umum masih terjaga. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per November 2022 tercatat sebesar 119,1. Meski turun tipis dari IKK Oktober 2022 yang sebesar 120,3, keyakinan konsumen masih berada di zona optimis alias di atas 100.
Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan juga masih terpantau kuat di level 127,9 meski sedikit lebih rendah dari kondisi Oktober 2022 sebesar 128,3. Ini ditopang oleh masih kuatnya ekspektasi masyarakat terhadap tingkat penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja ke depan. Adapun ekspektasi konsumen terhadap kondisi kegiatan usaha menurun lebih dalam meski tetap di zona optimis.
Teuku Riefky, peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), menilai, kondisi ekonomi dalam negeri yang terjaga sampai akhir tahun 2022 bisa menjadi modal baik untuk menjaga optimisme masyarakat dalam berbelanja, khususnya kelompok menengah-atas.
Sesuai data Badan Pusat Statistik per 2022, konsumsi oleh 40 persen penduduk kelas menengah mencapai 35,74 persen terhadap keseluruhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi 20 persen penduduk kelas ekonomi teratas mencapai 46,2 persen.
”Pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi dari kondisi prapandemi dan meskipun inflasi lebih tinggi dari biasanya, masih relatif terkendali. Ini jadi modal baik bahwa ekonomi kita masih dalam kondisi oke sehingga masyarakat optimistis untuk berbelanja,” kata Riefky, Minggu (8/1/2023).
Ia menilai, untuk mendorong belanja masyarakat menengah-atas tidak perlu ada pemberian insentif, subsidi, atau pancingan khusus, terutama di tengah keterbatasan ruang fiskal negara. Itu karena minat dan keyakinan masyarakat untuk membelanjakan uangnya sejauh ini masih cukup tinggi.
Kondisi ekonomi dalam negeri yang terjaga sampai akhir tahun 2022 bisa menjadi modal baik untuk menjaga optimisme masyarakat dalam berbelanja, khususnya kelompok menengah-atas.
”Sekarang ini lebih baik menjaga sentimen pertumbuhan ekonomi. Sebab, kecenderungannya, masyarakat menengah-atas itu menahan konsumsi bukan karena mereka tidak ada uang, tapi membaca situasi ekonomi, terkendali atau tidak,” ujarnya.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ke depan harus mengarah pada upaya menjaga kondisi ekonomi dalam negeri tetap stabil, terutama dengan menjaga inflasi tetap terkendali. Salah satunya dengan menjaga inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (administered price).
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pedagang melayani pembelian cabai di pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023). Harga cabai rawit merah mengalami kenaikan hingga Rp 80.000 per kilogram.
”Kebijakan ekonomi harus on track, belanja negara juga diarahkan untuk hal-hal produktif dan sesuai skala prioritas, untuk yakinkan masyarakat bahwa ekonomi masih terjaga,” ujarnya.
Sinyal kebijakan dari pemerintah untuk tidak memangkas subsidi bahan bakar minyak dan menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini untuk menghindari kegaduhan menjelang tahun politik dinilainya sudah tepat. ”Meski kalau bicara subsidi BBM, arah progresifnya adalah menurunkan subsidi. Namun, kita lihat peluang itu tidak ada tahun ini, apalagi kalau harga dunia meningkat lagi,” kata Riefky.
Tidak hanya konsumsi masyarakat menengah-atas, daya beli masyarakat menengah-bawah juga perlu dilindungi. Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, fleksibilitas fiskal dibutuhkan untuk menjaga daya beli masyarakat rentan dari guncangan ekonomi melalui program-program perlindungan sosial.
Oleh karena itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam melakukan normalisasi subsidi dan insentif tahun ini. Sejumlah program, seperti Bantuan Subsidi Upah (BSU), tetap perlu dilanjutkan untuk menjaga daya beli masyarakat menengah-bawah meski pandemi sudah terkendali dan aturan PPKM sudah berakhir.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Baliho iklan perumahan terpasang di pinggir jalan di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (5/1/2022). Tawaran uang muka rendah hingga nol persen, kelengkapan fasilitas perumahan, dan promo-promo lainnya menjadi iming-iming pengembang untuk menarik konsumen. Harga rumah pada 2023 diperkirakan akan naik seiring dengan kenaikan harga material. Untuk rumah subsidi rencananya akan naik tujuh persen pada awal 2023 ini.
Penguatan terhadap program perlindungan sosial rutin lainnya juga diperlukan, khususnya perbaikan data untuk mempertajam sasaran penerima bantuan sosial. “Kalau tanpa bansos, pasti akan langsung drop konsumsi. Akan berat untuk ekonomi kita tumbuh. Makanya, pemerintah harus hati-hati dalam rencana mengurangi subsidi,” ujar Tauhid.
Ia menilai, dalam jangka panjang, ketergantungan pada bansos memang perlu dikurangi. Kebijakan pemerintah harus lebih diarahkan pada sisi produktif untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Misalnya, dengan menarik investasi sektor padat karya dan menciptakan lapangan kerja layak, bukan sekadar menarik investasi bernilai besar seperti sekarang, tetapi minim penciptaan lapangan kerja.
Fleksibilitas fiskal dibutuhkan untuk menjaga daya beli masyarakat rentan dari guncangan ekonomi melalui program-program perlindungan sosial.
Senada dengan Riefky, ia menilai, belanja APBN yang terbatas harus dimaksimalkan untuk meredam guncangan di masyarakat menengah-bawah. Konsumsi kelas menengah-atas dinilainya masih aman, asalkan kondisi ekonomi tetap terkendali dan tidak ada perubahan drastis, seperti kenaikan harga BBM lanjutan atau kenaikan suku bunga kredit yang lebih tinggi.
“Potensi konsumsi masyarakat mampu masih besar. Buktinya, pertumbuhan kredit konsumsi masih tinggi meski ada inflasi, kenaikan BBM, dan kenaikan suku bunga. Hanya perlu dijaga agar tidak ada kenaikan lanjutan mendadak yang bisa menahan belanja itu,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakini, ekonomi Indonesia tahun ini akan tetap aman meskipun dihadapkan pada tantangan eksternal berupa melambatnya perekonomian dunia dan dinamika politik di dalam negeri menjelang pemilihan umum.
Baru-baru ini, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan bahwa sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami resesi. Namun, Indonesia masih aman dari ancaman itu. “Kita tidak termasuk yang sepertiga. Ini akan kita jaga terus,” ujarnya, Sabtu (7/1/2023) malam.
Pemerintah akan terus mengoptimalkan peran APBN sebagai peredam guncangan tahun ini. Kinerja positif APBN sepanjang tahun 2022 dengan defisit sebesar 2,38 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) akan menjadi modal menghadapi gejolak global ke depan.