Peraturan Menteri Keuangan Soal Penerapan Pajak Kenikmatan Masih Dirumuskan
Sri Mulyani Indrawati menyebut akan terus melakukan koordinasi sehingga didapatkan peraturan yang baik terkait pengenaan Pajak Penghasilan atas natura dan atau kenikmatan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Menteri Keuangan tentang pengenaan Pajak Penghasilan atas natura masih dalam tahapan formulasi atau perumusan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pihaknya belum melakukan pembahasan antarlembaga terkait pajak atas imbalan berbentuk natura dan atau kenikmatan, alias barang, fasilitas, dan pelayanan non-uang yang diterima pegawai dari perusahaan ini.
Saat ini, Kementerian Keuangan sudah menerima banyak masukan terkait pajak natura. ”Ya nanti kita akan formulasikan. Yang jelas tentu supaya memberikan kepastian dan keamanan. Terutama, saya juga sudah mendengar banyak sekali feedback mengenai hal itu,” ujarnya menjawab pertanyaan wartawan usai rapat internal dengan Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/1/2023).
Ketentuan terkait pajak natura tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. PP yang baru diterbitkan pada 20 Desember 2022 ini mengatur karyawan wajib menghitung dan membayar sendiri PPh terutang atas natura yang diterima dari perusahaan tempat bekerja pada 2022.
Pajak atas penghasilan non-uang itu wajib dibayarkan dan dilaporkan dalam waktu tiga bulan ke depan, paling lambat saat jatuh tempo penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan 2022, yaitu 31 Maret 2023. Mulai 1 Januari 2023, perusahaan wajib memotong secara langsung PPh atas imbalan natura atau kenikmatan yang diberikan kepada karyawan.
Sri Mulyani menyebut akan terus melakukan koordinasi sehingga didapatkan peraturan yang baik. ”Nanti ya. Yang paling penting karena itu yang ditujukan pada natura yang kecil-kecil atau merupakan bagian dari kompensasi yang memang diterima oleh banyak karyawan,” ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023), yang ditayangkan secara virtual di kanal Youtube Kementerian Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyebut bahwa pengenaan PPh atas natura ini dapat memberikan rasa keadilan.
”Kami melihat pemberian treatment atau pengenaan PPh atas natura ini lebih memberikan rasa keadilan bagi pemberi kerja, karena ini sifatnya biaya yang terkait dengan kegiatan memelihara dan mengumpulkan penghasilan, mestinya dapat dibiayakan di satu sisi,” ujarnya.
Bagi pekerja, fasilitas tersebut merupakan tambahan kemampuan ekonomis dan dapat dijadikan sebagai obyek PPh. Namun, pemerintah juga telah menetapkan beberapa jenis natura yang dikecualikan sebagai obyek PPh. Beberapa contoh pengecualian ini antara lain makanan dan pakaian seragam.
”Bagian lain secara detail nanti pada waktu PMK diterbitkan, akan kita sampaikan apa-apa saja barang jasa apa saja yang dikecualikan dari penghasilan penerima natura itu sendiri,” kata Suryo.