Pada perdagangan terakhir di 2022, yakni Jumat (30/12/2022), rupiah berada pada level Rp 15.592 per dollar AS, turun 9,31 persen dibandingkan pada perdagangan terakhir tahun 2021 yakni pada level Rp 14.263 per dollar AS.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang 2022, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah 9,31 persen. Pelemahan ini didorong oleh menurunnya pasokan dollar AS di dalam negeri karena adanya arus modal keluar yang dipicu kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed.
Dengan kenaikan suku bunga The Fed, investor menilai, menyimpan uangnya di AS lebih menjanjikan imbal hasil lebih besar dan berisiko lebih rendah ketimbang di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Mengutip kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada perdagangan terakhir di 2022, yakni Jumat (30/12/2022), ditutup pada level Rp 15.592 per dollar AS. Nilai ini menurun 9,31 persen dibandingkan perdagangan terakhir di 2021, yakni 31 Desember 2021, yang pada level Rp 14.263 per dollar AS.
Kendati demikian, rupiah tak sendirian melemah terhadap dollar AS. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah ini lebih rendah dibandingkan mata uang negara lainnya. Sampai dengan 21 Desember 2022, rupiah terdepresiasi 8,56 persen, lebih rendah dibandingkan dengan mata uang lainnya seperti China yang terdepresiasi 8,96 persen dan India sebesar 10,24 persen.
Dalam keterangan persnya, Jumat, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, pihaknya terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas. Ini untuk mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Head of Macroeconomic and Financial Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina menjelaskan, depresiasi rupiah sepanjang tahun karena menurunnya pasokan dollar AS di dalam negeri karena adanya arus modal keluar yang dipicu oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS.
Dengan kenaikan suku bunga bank sentral AS itu, kata Dian, investor menilai menyimpan uangnya di AS menjanjikan imbal hasil lebih besar dan berisiko lebih rendah. Pertimbangan ini membuat pemodal menarik dananya dari pasar keuangan negara berkembang. @Pasokan dollar (AS) di dalam negeri menurun, sementara permintaannya tetap membuat harganya jadi lebih mahal. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pun menurun,” ujar Dian.
Pelemahanan nilai tukar rupiah sepanjang 2022 sejalan dengan lebih besarnya dana asing yang keluar dari Indonesia ketimbang yang masuk ke dalam negeri.
Pelemahanan nilai tukar rupiah sepanjang 2022 sejalan dengan lebih besarnya dana asing yang keluar dari Indonesia ketimbang yang masuk ke dalam negeri. Data BI menyebutkan, sejak awal tahun hingga 29 Desember 2022, dana asing atau nonresiden menjual neto Rp 128,98 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Sementara nonresiden beli neto sebesar Rp 61,02 triliun di pasar saham.
Menurut Dian, upaya BI menjaga nilai tukar rupiah sudah baik. Hal ini ditandai dengan langkah BI menjaga agar selisih dengan suku bunga The Fed tak terlalu signifikan dengan menaikkan suku bunga sebanyak lima kali dengan total kenaikan 200 basis poin sejak Agustus lalu. Harapannya, imbal hasil pasar keuangan di Indonesia masih menarik sehingga menahan laju arus modal keluar.
Ketahanan cadangan devisa Indonesia juga masih dalam posisi cukup untuk menjaga stabilitas. Sampai dengan akhir November 2022, cadangan devisa Indonesia berada pada posisi 133,99 miliar dollar AS. Nilai ini setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Proyeksi 2023
Adapun tahun 2023, Dian memproyeksikan, nilai tukar rupiah akan berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 15.200 per dollar AS. ”Kami masih memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.000 sampai Rp 15.200 per dollar AS karena faktor ketidakpastian yang masih tinggi. Kalau surplus neraca dagang lebih rendah, rupiah berpotensi melemah,” ujarnya.
Dengan perbaikan sentimen secara global, investor asing berpotensi lebih banyak masuk ke obligasi Indonesia yang memengaruhi nilai tukar rupiah.
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, pelemahan rupiah ini berdampak pada pengusaha. Untuk pengusaha yang menggunakan bahan baku impor, pelemahan rupiah ini bisa ikut mengerek ongkos usaha karena inflasi impor. Dengan harga yang sama, barang jadi lebih mahal karena nilai tukar rupiahnya yang melemah.
Namun, bagi pengusaha berorientasi ekspor dan menggunakan bahan baku dalam negeri, kenaikan nilai tukar dollar AS ini justru menguntungkan. Sebab, dengan volume ekspor yang sama, mereka bisa mendapatkan keuntungan lebih karena kursnya dollar AS sedang tinggi.
Kendati demikian, Ajib mengatakan, yang diperlukan pengusaha adalah kurs yang stabil. Sebab, kurs adalah komponen penting dalam perhitungan dunia usaha.