Restrukturisasi Garuda Tuntas, Kepemilikan Saham Pemerintah Capai 64,54 Persen
Seusai pendistribusian saham baru, komposisi saham Garuda sebanyak 64,54 persen dimiliki pemerintah, 7,99 persen Trans Airways, 7,99 persen publik, dan 4,83 persen kreditor.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah merampungkan proses restrukturisasi utang. Penyelesaian itu ditandai dengan diterbitkannya surat utang baru dan sukuk baru pada 28-29 Desember 2022. Kepemilikan saham pemerintah atas Garuda juga masih dominan, yakni 54,54 persen.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Jumat (30/12/2022) malam, mengatakan, Garuda Indonesia telah merampungkan proses restrukturisasi utang pasca-homologasi Perjanjian Perdamaian di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat. Restrukturisasi itu mulai dari renegosiasi beban sewa pesawat, utang jangka panjang, hingga instrumen kewajiban usaha lain.
Garuda juga resmi menerima penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 7,5 triliun dari pemerintah melalui penerbitan saham baru berskema right issue atau hak memesan efek terlebih dahulu. Tahapan itu dilanjutkan dengan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) dalam rangka mengonversi utang, termasuk obligasi wajib konversi, senilai total Rp 5,05 triliun.
”Dengan pendistribusian saham baru itu, komposisi saham Garuda sebanyak 64,54 persen dimiliki pemerintah, 7,99 persen Trans Airways, 7,99 persen publik, dan 4,83 persen kreditor,” kata Irfan melalui siaran pers di Jakarta.
Dengan pendistribusian saham baru itu, komposisi saham Garuda sebanyak 64,54 persen dimiliki pemerintah, 7,99 persen Trans Airways, 7,99 persen publik, dan 4,83 persen kreditor.
Maskapai berkode emiten GIAA ini juga telah menerbitkan sukuk baru atas global sukuk senilai 78,02 juta dollar AS dengan tenor jatuh tempo 9 tahun sejak diterbitkan pada 28-29 Desember 2022. Sukuk baru itu merupakan restrukturisasi atas global sukuk GIAA sebelumnya yang senilai 500 juta dollar AS.
Garuda juga telah menerbitkan surat utang baru bagi para kreditor pemberi sewa, sewa pembiayaan, dan pabrikan pesawat. Selain itu, GIAA juga menerbitkan obligasi baru bagi kreditor penyedia jasa perawatan dan perbaikan pesawat (MRO) dan kreditor utang usaha luar negeri sesuai dengan perjanjian perdamaian. Nilai pokok awal surat utang baru sebesar 624.21 juta dollar AS dengan tenor jatuh tempo selama 9 tahun sejak diterbitkan.
”Dengan begitu, Garuda Indonesia siap segera mengimplementasikan Perjanjian Perdamaian secara efektif mulai 1 Januari 2023,” ujar Irfan.
Manajemen GIAA optimistis kinerja maskapai milik negara itu membuahkan hasil posititif hingga akhir 2022. Pertumbuhan penumpang Garuda Indonesia Group hingga triwulan III-2022 sebesar 37,05 persen menjadi 10,5 juta penumpang dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada akhir tahun ini, trafik penumpang diperkirakan tumbuh 30 persen dibandingkan dengan November 2022.
Hingga akhir tahun ini, GIAA telah mengoperasikan 53 pesawat. Pada 2023, GIAA menargetkan dapat mengoperasikan 72 pesawat, 6 di antaranya adalah milik Garuda. ”Kami optimistis tahun 2023 akan menjadi momentum Garuda untuk bertransformasi menjadi entitas bisnis yang semakin lincah, adaptif, dan berdaya saing. Kami juga akan berfokus pada profitabilitas kinerja usaha,” ucap Irfan.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuturkan, mobilitas masyarakat pengguna jasa pesawat pada libur Natal dan Tahun Baru meningkat. Hal itu terindikasi dari peningkatan jumlah penerbangan. Per Jumat pekan lalu terdapat 1.040 penerbangan per hari.
PT Angkasa Pura II (Persero) mencatat, jumlah penumpang di 20 bandara pada 19-23 Desember 2022 mencapai 1,3 juta orang. Jumlah tersebut meningkat 43 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 786.538 penumpang. Sepanjang lima hari libur Natal itu terdapat 8.727 penerbangan, meningkat 26,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.