Subsidi Elpiji Mendesak Dibenahi agar Tepat Sasaran
Selama ini, dengan sistem terbuka, siapa saja bisa membeli elpiji 3 kg, yang sejatinya untuk warga miskin karena disubsidi pemerintah. Pemerintah mulai mendata konsumen agar distribusi elpiji 3 kg tepat sasaran.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Subsidi elpiji berukuran 3 kilogram yang selama ini disalurkan dengan sistem distribusi terbuka perlu dibenahi karena tak hanya masyarakat miskin yang bisa memanfaatkannya. Oleh karena itu, penyaluran subsidi itu dinilai tidak cukup efektif dan tepat. Padahal, elpiji 3 kg sudah kadung dikenal praktis dan kompetitif. Pemerintah saat ini mulai mencocokkan data konsumen elpiji 3 kg dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, Yayan Satyakti, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (30/12/2022), mengatakan, penyaluran subsidi yang tidak efektif, seperti pada bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji, menjadi problem lama yang belum bisa diselesaikan pemerintah. Salah satu masalahnya terkait pendataan.
Subsidi elpiji 3 kg seharusnya diperuntukkan bagi warga miskin, tetapi kenyataan di lapangan tak demikian. ”Siapa pun (tak hanya warga miskin) bisa membeli dan merasakan kegunaannya karena efisien, praktis, dan lainnya. (Yang mendesak kini) sejauh mana pemerintah meningkatkan efektivitas subsidi pada masyarakat,” kata Yayan.
Produk elpiji 3 kg sejatinya sangatlah kompetitif. Dengan kemasan praktis, elpiji 3 kg yang juga kerap disebut ”gas melon” itu mudah dibawa ke mana pun. Oleh karena itu, elpiji 3 kg menjadi andalan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pedagang kaki lima (PKL).
Subsidi elpiji 3 kg seharusnya diperuntukkan bagi warga miskin, tetapi kenyataan di lapangan tak demikian.
Untuk memastikan efektivitas subsidi elpiji, selain membuat skema subsidi yang benar-benar tepat sasaran—hanya untuk warga miskin—Yayan mengusulkan harga jual elpiji 3 kg ke depan didekatkan dengan harga keekonomian. Namun, perlu dilakukan secara bertahap. ”(Subsidi dilepas) secara perlahan, reguler, berkala, serta dipantau harganya, hingga sampai pada keekonomian,” ucap Yayan.
Hal tersebut dirasa perlu mengingat harga energi yang bergejolak pada 2022, termasuk akibat situasi geopolitik dunia. Menurut data Dewan Energi Nasional (DEN) yang disampaikan pertengahan November 2022, terkait kedaruratan, BBM dan elpiji adalah dua energi yang paling riskan. Pasalnya, tingkat importasi BBM sekitar 53 persen dan elpiji sekitar 75 persen.
Sebelumnya, pada 26 Agustus 2022, di Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, ketidaktepatan sasaran subsidi energi selama ini turut membebani APBN. Elpiji 3 kg termasuk di dalamnya. Harga keekonomian elpiji 3 kg Rp 18.500 per kg, sedangkan harga jual eceran Rp 4.250 per kg. Ada gap Rp 14.250 atau 77 persen.
Pemerintah kini tengah mengupayakan agar elpiji 3 kg dapat secara khusus dinikmati masyarakat yang berhak atau tepat sasaran. Hal tersebut dimulai dengan pendataan konsumen di sejumlah wilayah yang menjadi percontohan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji menuturkan, ada beberapa tahapan dalam transformasi subsidi elpiji 3 kg. Yang paling krusial ialah pendataan konsumen, dicocokkan dengan data P3KE yang bersumber dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Uji coba itu, lanjut Tutuka, telah dilakukan bertahap sejak Oktober 2022, dengan menggunakan sistem merchant apps lite (MAP Lite) di subpenyalur guna mendata konsumen. Uji coba dilakukan pada masing-masing satu kecamatan di lima kota, yakni Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Batam, Semarang, dan Mataram.
Di kelima kecamatan itu, konsumen menyebutkan nomor induk kependudukan (NIK) yang tertera di KTP sebelum membeli elpiji bersubsidi. Apabila telah tercatat dalam data P3KE, bisa langsung bertransaksi. Sementara yang belum tercatat dapat mengisi data pada MAP Lite dengan dibantu petugas pangkalan. Proses itu hanya dilakukan sekali dan selanjutnya dapat bertransaksi seperti biasa.
Syarat menunjukkan KTP atau menyebutkan NIK saat pembelian elpiji 3 kg di pangkalan resmi hanya untuk pencocokan data. Juga baru sebatas di wilayah uji coba. Sementara ini belum ada pembatasan.
Tutuka menegaskan, selama masa uji coba, semua konsumen yang terdata dapat membeli elpiji 3 kg. ”Tidak ada pembatasan untuk rumah tangga dan usaha mikro yang menggunakan elpiji untuk memasak,” katanya, seperti dikutip dari laman Ditjen Migas Kementerian ESDM, Kamis (29/12/2022).
Pemerintah, ujar Tutuka, juga telah meminta PT Pertamina (Persero) meningkatkan pengawasan, mulai dari agen, pangkalan, hingga ke konsumen. Pertamina juga diminta menambah subpenyalur sehingga ke depan tak ada lagi pengecer dan masyarakat langsung membeli pada subpenyalur. Pencatatan juga didorong dengan digital, tak lagi pencatatan manual.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menuturkan, syarat menunjukkan KTP atau menyebutkan NIK saat pembelian elpiji 3 kg di pangkalan resmi hanya untuk pencocokan data. ”Juga baru sebatas di wilayah uji coba. Sementara ini belum ada pembatasan,” ucapnya.
Dalam substitusi elpiji, Yayan menilai, pemerintah cenderung mengarahkan masyarakat atau rumah tangga pada alat listrik, seperti kompor listrik. Hal itu juga dalam rangka menyerap kelebihan pasokan (oversupply) listrik. Namun, menurut dia, hal tersebut tidak tepat karena bisa membuat diversifikasi energi tidak optimal di masa mendatang.
Menurut dia, yang perlu terus didorong dan ditingkatkan ialah pemanfaatan gas bumi dengan pipanisasi, yang akan lebih efisien. ”Menurut saya, (pengalihan ke) listrik untuk industri dan transportasi saja. Sementara masyarakat (rumah tangga) seharusnya ke gas bumi. Itu bisa lebih murah. Pemerintah jangan terpaku pada RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PLN, tetapi juga lihat perilaku konsumen. Juga bagaimana efisiensinya,” tutur Yayan.
Beberapa waktu lalu, Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto menyebutkan, beberapa kali pihaknya menyampaikan ke Pertamina untuk segera substitusi elpiji. Apabila tak dilakukan, cepat atau lambat, suka tidak suka, berapa pun harga elpiji, pasti akan diimpor.
”Jika tidak dilakukan (impor), pasti akan terjadi kegaduhan dan kelangkaan di mana-mana. Sebelum Covid-19, harga elpiji 600 dollar AS dan sejak kenaikan yang lalu hingga kini landed price 1.400 dollar AS. Naik hampir tiga kali lipat. Kita tak ingin ini (impor), tetapi terpaksa (untuk memenuhi kebutuhan masyarakat). Maka, saya terus mendorong kompor listrik, DME (dimetil eter), dan saat ini juga sedang studi briket batubara,” tutur Djoko.