BI tak bisa melulu mengandalkan suku bunga untuk menahan pelemahan rupiah karena memang itu bukan obatnya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Ilustrasi uang dollar AS.
Bank Indonesia kerap dihadapkan pada tantangan pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada waktu bersamaan. Dalam kondisi-kondisi tertentu, Bank Indonesia memang bisa menggunakan instrumen suku bunga untuk meredam lonjakan inflasi dan gejolak kurs sekaligus. Namun, lebih sering terjadi, suku bunga hanya bisa digunakan untuk pengendalian inflasi dan menjadi kontraproduktif jika digunakan juga untuk menstabilkan nilai tukar.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, inflasi sepanjang 2022 mencapai 5,51 persen. Ini melampaui target inflasi BI, yakni 3 persen plus minus 1 persen. Selama periode yang sama, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terdepresiasi 8,5 persen.
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Perkembangan inflasi pekan keempat Desember 2022. Sumber: Bank Indonesia
Berbagai tantangan ini salah satunya bersumber dari fenomena hiperinflasi di banyak negara. Fenomena ini direspons bank sentral tiap negara, termasuk Amerika Serika, dengan menaikkan suku bunga acuan. Para otoritas moneter ini berharap dengan menaikkan suku bunga, inflasi di negaranya pun bisa menurun.
Namun, kenaikan suku bunga bank sentral dunia, khususnya bank sentral AS, The Federal Reserves (The Fed), berdampak pada stabilitas nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kenaikan suku bunga The Fed membuat dana asing yang berada di pasar keuangan Indonesia pun keluar dan kembali ke AS. Para pemegang modal beranggapan, menyimpan modal atau asetnya di ”Negeri Paman Sam” itu lebih menguntungkan dan lebih minim risiko ketimbang di negara berkembang, termasuk Indonesia. Begitulah pola pikir para pemodal mencari keuntungan tertinggi dengan risiko terendah. Fenomena keluarnya modal asing (capital outflow) itu pun menurunkan pasokan dollar di dalam negeri sehingga melemahkan nilai tukar rupiah.
Respon kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi adalah dengan menaikkan suku bunga acuan. BI pun sepanjang tahun ini telah menaikkan suku bunga sebanyak lima kali dengan total kenaikan 200 basis poins sejak Agustus lalu.
Dalam kondisi saat ini, suku bunga acuan juga bisa sekaligus digunakan untuk menjinakkan gejolak nilai tukar. Namun tentu saja, BI tak bisa melulu mengandalkan suku bunga untuk menahan pelemahan rupiah karena memang itu bukan obatnya. Sepanjang tahun 2022, BI juga melakukan intervensi di pasar uang yang berdampak pada tergerusnya cadangan devisa. Sampai dengan akhir 2022, cadangan devisa Indonesia berada pada posisi 137,2 miliar dollar AS, turun dari posisi akhir tahun 2021 yang sebesar 144,9 miliar dollar AS.
Bila BI nekad mengandalkan suku bunga semata untuk meredam gejolak nilai tukar, maka akan menjadi bumerang karena suku bunga yang terlampau tinggi justru akan menahan laju pertumbuhan ekonomi. Padahal, Indonesia masih perlu meneruskan momentum pemulihan ekonomi yang pada triwulan ketiga 2022 mencapai 5,72 persen.
Belakangan, guna menambah pasokan dollar AS di dalam negeri, Bank Indonesia menerbitkan instrumen operasi moneter valuta asing yang baru dengan imbal hasil yang kompetitif. Instrumen semacam term deposit valas ini diharapkan bisa menarik eksportir untuk mengendapkan devisa hasil ekspor (DHE) lebih lama di sistem keuangan Indonesia, terutama dari ekspor sumber daya alam.
Selama ini, sebagian DHE tidak mengendap lama di sistem perbankan Indonesia. Masih banyak eksportir yang kemudian memindahkan valasnya ke luar negeri. Itu terjadi karena imbal hasil penempatan valas di perbankan nasional kurang kompetitif dibandingkan dengan bank-bank di luar negeri.
Karena itulah BI akan menerbitkan instrumen valas dengan imbal hasil yang menarik sehingga bisa mengangkat imbal hasil valas yang ditawarkan perbankan kepada eksportir.
BI berharap dengan instrumen baru tersebut DHE bisa disimpan lebih lama di dalam negeri, yakni berkisar satu hingga tiga bulan.
Dengan DHE tersimpan lebih lama di sistem keuangan dalam negeri, pasokan valas akan bertambah sehingga bisa mempertebal cadangan devisa yang bisa digunakan untuk intervensi guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Kita tunggu, apakah langkah-langkah BI tersebut bisa mengembalikan otot mata uang garuda kembali perkasa.