Penguatan Aturan Diharapkan Jadi Solusi Atasi Koperasi Bermasalah
Kementerian Koperasi dan UKM kesulitan mengatasi delapan koperasi yang bermasalah lantaran tidak memiliki regulasi terkait pengawasan. Revisi aturan perkoperasian tengah disusun dan diharapkan rampung pada 2023.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Teten Masduki
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah kesulitan mengatasi delapan koperasi yang bermasalah. Kelemahan regulasi membuat pengawasan proses pengembalian dana anggota koperasi simpan pinjam tidak maksimal.
Sejak awal tahun 2022, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) intens ingin membantu penyelesaian utang koperasi yang bermasalah. Setidaknya ada delapan koperasi bermasalah yang harus menjalankan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), yakni Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSPPS Pracico Inti Utama, Koperasi Jasa Berkah Wahana Sentosa, KSP Lima Garuda, KSP Timur Pratama Indonesia, dan KSP Intidana.
Sesuai putusan homologasi atau perjanjian damai, rata-rata penyelesaian utang selama 5-10 tahun. Dari delapan koperasi bermasalah yang sudah menempuh perdamaian lewat putusan PKPU, dalam praktiknya realisasi putusan pembayaran utang itu rendah untuk dipatuhi oleh pengurus koperasi. Selain rendah dalam kepatuhan untuk pembayaran, ada kecenderungan menghambat penyelesaian putusan PKPU (Kompas.id, 8/6/2022).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam acara Refleksi 2022 dan Outlook 2023 di Kantor Kemenkop dan UKM, Jakarta, Senin (26/12/2022), mengatakan, penguatan regulasi perkoperasian menjadi kunci untuk mengatasi permasalah tersebut.
”Ada delapan koperasi bermasalah dengan total (nilai kerugian) Rp 26 triliun yang harus diakui kami kesulitan untuk menyelesaikan dan memitigasi karena tidak ada mekanisme penyelesaian koperasi bermasalah,” kata Teten.
Teten menyampaikan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Kemenkop dan UKM tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi koperasi. Selama ini, berdasarkan aturan tersebut, pengawasan hanya dilakukan pihak internal koperasi.
”Koperasi itu meregulasi sendiri dan mengawasi sendiri. Dari pengalaman ini kami paham pada tingkat tertentu ketika koperasinya sudah mulai membesar, (tapi) hubungan anggota dengan koperasinya itu tidak sesolid yang kita bayangkan, tidak seideal dengan yang kita asumsikan, maka pengawasan itu tidak bisa dilakukan oleh koperasi itu sendiri,” ucap Teten.
AXEL JOSHUA HALOMOAN RAJA HARIANJA
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (keempat dari kiri) bersama sejumlah deputi kementerian terkait dalam acara Refleksi 2022 dan Outlook 2023 di Kantor Kemenkop dan UKM, Jakarta, Senin (26/12/2022),
Teten melanjutkan, pihaknya sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi koperasi bermasalah tersebut. Salah satunya membujuk koperasi yang masih sehat untuk ikut menyelesaikan koperasi yang bermasalah. Namun, mereka enggan melakukannya. Selain itu, mencari investor baru untuk masuk, tetapi hal itu juga tidak bisa.
”Karena itu, yang kami tawarkan adalah solusi jangka panjang, yaitu dengan mendorong perbaikan atau penguatan regulasi perkoperasian. Kami terus melakukan inovasi kelembagaan dan pengembangan ekosistem dalam usaha koperasi melalui penguatan regulasi revisi Undang-Undang Perkoperasian,” kata Teten.
Teten berujar, pihaknya juga sudah melakukan sejumlah upaya dalam menyusun revisi UU Perkoperasian, seperti membentuk kelompok kerja untuk membahas naskah akademiknya, konsultasi publik dengan para pihak yang relevan, dan berkoordinasi dengan parlemen. Ia berharap, revisi UU tersebut dapat dituntaskan pada tahun depan.
”Pada tahun 2023 kami menargetkan bisa diselesaikan, bisa disahkan untuk menggantikan UU No 25/1992 yang sudah tidak relevan lagi. Fokus kami dalam revisi UU Koperasi ini ada tiga, perlindungan anggota dan koperasi, inovasi kelembagaan dan usaha koperasi, dan ekosistem perkoperasian,” ujar Teten.
ARSIP KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
Perwakilan anggota Koperasi Simpan Pinjam Indosurya mendatangi Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah bentukan Kementerian Koperasi dan UKM di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Jumat (4/2/2022).
Dalam kesempatan itu, Teten mengatakan, KSP tidak bisa lagi mengajukan pailit atau permohonan penundaan PKPU secara sembarangan. Ia menyampaikan, hal itu sesuai Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 Tahun 2022 yang menyatakan, permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU terhadap koperasi hanya dapat dilakukan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perkoperasian.
Teten berpandangan, selama ini, pailit dan permohonan PKPU dijadikan modus oleh koperasi yang bermasalah untuk merampok uang anggotanya.
”Jadi, kalau nanti ada pengurus koperasi yang nakal, yang mau merampok uang anggota, mereka tidak bisa lagi sewenang-wenang. Misalnya mengajukan PKPU dan pailit hanya (berdasarkan suara) beberapa orang anggota dan mengorbankan anggota mayoritas,” ucap Teten.
Dihubungi secara terpisah, pengamat koperasi Rully Indrawan mengatakan, regulasi terkait pengawasan koperasi dan UKM sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
PP yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja tersebut bertujuan memperketat pengawasan koperasi melalui pelaporan secara elektronik atau daring. Menurut Rully, apabila saat ini pengawasan memang penting, yang seharusnya diprioritaskan adalah membekali para pengawas koperasi dengan sistem digital dan basis data yang kuat.
”Kalau masih menggunakan manual, ya repot. Apabila regulasi harus diubah, cukup pada PP 7/21 saja. Membuat UU baru itu lama dan mengundang banyak kepentingan yang masuk,” kata Rully.