Pengaduan Layanan Jasa Keuangan, E-Dagang, Properti, dan Telekomunikasi Dominan
Berdasarkan aduan yang diterima BPKN maupun YLKI, pengaduan atas layanan jasa keuangan, e-dagang, properti, dan jasa telekomunikasi masih dominan tahun ini.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang tahun 2022, pengaduan konsumen menyangkut keluhan layanan jasa keuangan merupakan yang dominan, diikuti layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang, properti, dan keluhan jasa telekomunikasi. Fenomena pengaduan seperti ini telah berlangsung 3-5 tahun terakhir.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim di Jakarta, Jumat (23/12/2022) mengatakan, sejak tahun 2017 hingga 16 Desember 2022, BPKN menerima 8.126 pengaduan. Pengaduan ini didominasi oleh keluhan layanan jasa keuangan, diikuti e-dagang, dan properti perumahan.
Secara khusus pada tahun 2022, berdasarkan data yang diunggah di laman BPKN Januari hingga 2 Desember 2022, total pengaduan konsumen mencapai 1.041. Jumlah ini mencakup pengaduan atas layanan jasa keuangan (387 kasus), disusul oleh layanan e-dagang (179), properti perumahan (141), lain-lain (131), jasa telekomunikasi (56), transportasi (60), barang elektronik, telematika, dan kendaraan bermotor (43), serta listrik dan gas rumah tangga (11). Rizal menyebut, setengah dari total pengaduan tersebut telah terselesaikan dan sisanya sedang proses perampungan.
Digitalisasi sistem layanan perdagangan dan jasa yang berkembang pesat lima tahun terakhir tidak serta-merta membuat pelayanan kepada konsumen mulus.
Menurut dia, digitalisasi sistem layanan perdagangan dan jasa yang berkembang pesat lima tahun terakhir tidak serta-merta membuat pelayanan kepada konsumen mulus. Pengaduan terhadap layanan e-dagang, misalnya, dia sebut bahkan mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19.
“Jenis keluhan atas layanan e-dagang mencakup (masih di seputaran) perbedaan barang dipesan-dibeli, keterlambatan penerimaan, hingga produk ilegal,” ujar dia.
Terkait jasa keuangan yang jumlah pengaduannya menempati urutan pertama terbanyak, kata Rizal, salah satu keluhan menonjol menyangkut layanan yang diberikan oleh perusahaan asuransi yang belakangan terbukti bermasalah. Misalnya, Wanaartha Life dan AJB Bumiputera 1912.
Urutan bidang-bidang layanan yang dikeluhkan konsumen yang mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) relatif sama seperti di BPKN. Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, saat dihubungi terpisah, mengatakan, fenomena seperti itu dialami YLKI tiga tahun terakhir.
Porsi pengaduan atas layanan jasa keuangan mendekati 50 persen dari total pengaduan. Pengaduan atas layanan jasa keuangan menyangkut pinjaman daring (pinjol), kartu kredit dan kedit tanpa agunan, sewa, asuransi, investasi, dan produk dompet elektronik.
Pengaduan pinjol yang diterima YLKI berasal dari konsumen layanan pinjol legal dan ilegal. Sebagian besar konsumen yang mengadu menyatakan tidak ada transparansi produk, beban biaya, dan kontrak. Sementara pengaduan kartu kredit dan kredit tanpa agunan berkaitan dengan keluhan konsumen tidak sanggup bayar cicilan. Adapun pengaduan produk uang elektronik biasanya menyangkut ketidaktransparan biaya isi ulang dan akses isi ulang yang dipandang masih belum luas.
“Pengguna produk dompet elektronik belum tentu berasal dari kelompok masyarakat yang memiliki rekening bank juga. Apalagi, banyak produk dompet elektronik dikeluarkan oleh perusahaan nonbank,” ujar dia.
Kemudian, sepanjang tahun 2022 berbagai fasilitas publik sudah marak menerapkan pembayaran penggunaan layanan memakai dompet elektronik. Akan tetapi, dari hasil pengaduan yang diterima YLKI, rata-rata konsumen mengeluhkan ragam penerbit dompet elektronik yang relatif banyak, tetapi pemakaiannya masih belum bisa sembarangan fasilitas publik.
Pengaduan layanan e-dagang terbanyak mengenai perbedaan deskripsi barang yang dijual dan akhirnya dibeli konsumen. Pengaduan properti yang masih juga dijumpai oleh YLKI tiga tahun terakhir adalah mengenai keterlambatan serah terima rumah dan konflik pembentukan pengurus apartemen antara penghuni dan pengembang.
Literasi konsumen
Adapun pengaduan mengenai layanan telekomunikasi, lanjut Sudaryatmo, masih menyangkut keterjangkauan akses yang belum kunjung meluas. Keluhan mengenai ketidakterbukaan spesifikasi layanan juga masih muncul.
“Seiring dengan tren pesatnya perkembangan teknologi digital, kami melihat ada kecenderungan konsumen menuntut berbagai layanan perdagangan dan jasa itu cepat dan integratif. Transparansi penjelasan spesifikasi barang atau layanan juga jadi tuntutan konsumen. Walaupun, soal transparansi penjelasan spesifikasi bisa saja dikaitkan dengan sejauh mana tingkat literasi konsumen (baik dalam literasi keuangan maupun literasi digital),” ujar dia.
Sudaryatmo menyampaikan, Hongkong Consumer Council pernah menyatakan bahwa porsi pengaduan atas jasa keuangan hanya mencapai dua persen terhadap total pengaduan. Hal ini diduga karena literasi keuangan dan digital masyarakat di sana relatif lebih baik.
Dia menambahkan, regulator atau otoritas pemerintah perlu ambil peran lebih aktif dalam pengawasan pasar. Misalnya, dalam konteks pengaduan barang ilegal di layanan e-dagang, instansi pemerintah semestinya meningkatkan patroli pengawasan.
“Penyelesaian sengketa kasus transaksi jual-beli barang secara daring semestinya ada mekanisme yang jelas. Apalagi, rantai transaksi bisa melibatkan platform media sosial. Sementara terkait fenomena masih tingginya pengaduan jasa keuangan, regulator/otoritas pemerintahan perlu lebih aktif di pencegahan, bukan menunggu sampai kerugian masyarakat membesar,” imbuh Sudaryatmo.
Chief of Revenue VIDA (perusahaan penyelenggara sertifikasi elektronik) Adrian Anwar mengatakan, literasi keuangan terdiri dari empat komponen yang perlu diperhatikan warga. Konsumen perlu mengetahui produk, bijak memanfaatkan, risiko dan kontrol, serta penyelesaian masalah.
“Peningkatan literasi keuangan perlu sejalan dengan penetrasi teknologi. Pengembangan layanan digital pun harus inklusif sehingga bisa digunakan oleh seluruh kalangan warga,” kata Adrian dalam siaran pers.