Perum Bulog menyebut realisasi operasi pasar beras tahun ini mencapai angka tertinggi. Situasi itu dianggap mencerminkan tingginya harga beras di pasar. Namun, Wakil Presiden RI menilai kenaikannya masih wajar.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI, MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh memindahkan beras saat Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso saat sidak ke Gudang Bulog Divre DKI Jakarta dan Banten di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (27/2/2020).
JAKARTA, KOMPAS – Hingga Kamis (22/12/2022), realisasi penyaluran cadangan beras pemerintah melalui program ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga atau operasi pasar mencapai 1,2 juta ton. Angka realisasi itu disebut sebagai yang terbesar dan dinilai mencerminkan tingginya harga beras di pasaran.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, dalam keterangannya, Kamis (22/12/2022) menyatakan, angka penyaluran beras melalui operasi pasar itu merupakan yang terbesar sepanjang sejarah berdirinya Bulog. Jumlahnya masih akan bertambah hingga akhir tahun.
Enam tahun terakhir, realisasi operasi pasar beras tak setinggi tahun ini. Jumlah penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) untuk operasi pasar tahun 2016, misalnya, mencapai 303.041 ton. Sementara pada tahun 2017 mencapai 58.100 ton, lalu berturut-turut 544.716 ton (2018), 617.497 ton (2019), 1,027 juta ton (2020), dan 767.868 ton (2021).
Dengan adanya tambahan stok CBP dari impor, Budi menambahkan, Bulog akan menggelar operasi pasar secara masif. Sebelumnya, pemerintah menugaskan Bulog mengimpor beras 200.000 ton hingga akhir 2022 dan 300.000 ton pada awal 2023.
Menurut Budi, kebijakan impor dapat menahan laju kenaikan harga beras, salah satunya dari sisi psikologis. Realisasi impor menunjukkan adanya kepastian suplai. Begitu pasar tahu, harga beras dapat mulai terkendali.
Per Kamis, stok beras yang dikelola Bulog mencapai 399.000 ton. Stok itu terdiri dari beras komersial 212.000 ton, CBP serapan dalam negeri 167.000 ton, dan CBP impor 20.000 ton. Realisasi pengadaan dalam negeri hingga kini mencapai 991.000 ton, sedangkan impor 20.103 ton.
Menurut Anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi, besarnya jumlah penyaluran CBP untuk operasi pasar mencerminkan tingginya harga beras di pasar.
Harga beras yang tinggi saat ini disebabkan oleh kenaikan ongkos produksi, terutama pupuk dan energi, serta kebijakan fleksibilitas yang memperbolehkan Bulog menyerap gabah/beras di atas harga pembelian pemerintah yang ditetapkan Rp 4.200 per kilogram (kg) untuk gabah kering panen di petani dan Rp 8.300 per kg untuk beras.
“Tujuan operasi pasar itu untuk mengendalikan harga. Sekarang perlu dilihat dampaknya terhadap pergerakan harga beras,” ujarnya.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan (tengah) bersama Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (kiri) dan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi (kanan) meninjau kedatangan beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (16/12/2022).
Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan menunjukkan, harga beras medium per Kamis (22/12) mencapai Rp 11.200 per kg. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan tanggal yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 10.300 per kg.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Bustanul Arifin berpendapat, penyaluran CBP penting untuk stabilisasi harga. Karena itu, stok CBP perlu diperkuat melalui impor dalam jumlah dan waktu yang terbatas. Keputusan impor sudah dipertimbangkan dengan matang.
Pemerintah menilai, Bulog perlu mengimpor lantaran mayoritas stok beras nasional saat ini berada di masyarakat. Pemerintah tidak bisa membeli stok masyarakat itu untuk menambah CBP.
”Impor yang dilakukan sangat terbatas baik jumlah, waktu, dan penggunaannya. Dari sisi jumlah hanya 1,7 persen dari kebutuhan nasional. Dari sisi waktu dilakukan sebelum musim panen tiba dan penggunaannya hanya untuk menguatkan cadangan beras pemerintah,” kata Bustanul Arifin di Gedung Bina Graha Jakarta, Kamis (22/12).
Impor beras dipastikan tidak mengganggu status swasembada beras. Hal ini karena impor beras masih di bawah 10 persen atau masih sesuai standar Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Produksi beras tahun ini juga mengindikasikan adanya surplus. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus mencapai 1,7 juta ton.
Akan tetapi, 68 persen cadangan beras nasional berada di rumah tangga. Menurut Bustanul, Bulog juga memiliki keterbatasan menambah cadangan dari dalam negeri karena harga beras di pasar jauh lebih tinggi dibandingkan harga pembelian pemerintah, yakni Rp 8.300 per kg.
”Untuk itulah mengapa penguatan cadangan beras pemerintah dalam jangka pendek perlu dilakukan melalui impor meskipun secara nasional produksi beras masih surplus,” tambah Bustanul.
Harga beras Indonesia menjadi sorotan dalam laporan Bank Dunia yang berjudul Indonesia Economic Prospects: Trade for Growth and Economic Transformation. Laporan yang dipublikasikan pada Desember 2022 itu menunjukkan grafik pergerakan harga beras di Indonesia sepanjang 2012-2022 yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga beras di Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Bayu menilai, perbandingan harga itu tidak sepadan karena belum menunjukkan konteks jenis beras dan pasar atau ritel yang ditinjau. “Pesan yang bisa diambil dari data itu ialah harga beras yang mahal dapat memberatkan kelompok masyarakat yang tergolong miskin,” ujarnya.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Warga antre membeli beras premium dalam kegiatan operasi pasar beras bersubsidi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (22/12/2022). Dalam operasi pasar tersebut beras premium dari Perum Bulog dijual seharga Rp 8.000 per kilogram.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berpendapat, harga beras yang disorot Bank Dunia itu perlu dicermati lebih lanjut, terutama terkait waktu pengambilan data. Apabila data diambil pada November-Desember, harga beras cenderung naik karena bukan masa panen.
Menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin, saat menjawab pertanyaan wartawan seusai membuka Konferensi Islam Tingkat ASEAN ke-2 di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/12), terkait harga beras, ia mengakui ada kenaikan, tetapi masih dalam batas yang wajar.
Menanggapi laporan Indonesia Economic Prospect, Wapres Amin mengakui bahwa harga beras saat ini memang cenderung naik karena saat ini belum memasuki masa panen raya. Di sisi lain, kebutuhannya meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru. Namun, ia melihat kenaikannya masih wajar.
”Harga beras kalau dilihat sekarang ini memang agak naik, ya. Namun, nanti saat panen itu turun, jadi ada masa turun, ada masa naik, tetapi dalam batas-batas yang wajar. Jadi, kalau mau menilai harga beras itu harus dirata-rata, jadi ketika murah, ketika naik, itu dirata-rata menjadi berapa,” tambah Wapres Amin.