Lembaga Jasa Keuangan Tidak Melanggar Prinsip Perlindungan Konsumen
OJK meminta perusahaan jasa keuangan meningkatkan sistem deteksi dini pengenalan calon nasabah untuk mencegah kasus penipuan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendalaman kasus yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengatakan, empat lembaga jasa keuangan pembiayaan dan pinjaman daring tidak melanggar prinsip perlindungan konsumen dalam kasus penipuan yang melibatkan ratusan mahasiswa IPB University. Kasus ini adalah penipuan yang dilakukan pelaku dan tidak melibatkan perusahaan jasa keuangan itu. Namun, OJK tetap meminta empat perusahaan jasa keuangan tersebut untuk meningkatkan sistem deteksi dini pengenalan calon nasabah agar kasus serupa tidak terulang.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan, OJK sudah memanggil empat perusahaan jasa keuangan yang terkait kasus penipuan. Empat perusahaan itu adalah Akulaku, Kredivo, Spaylater, dan Spinjam.
”OJK sudah melakukan pendalaman terhadap empat perusahaan tersebut dan tidak menemukan indikasi pelanggaran perlindungan konsumen dari pihak pelaku jasa keuangan kepada konsumen atau korban,” ujar Ogi dalam jumpa pers perkembangan kasus penipuan keuangan pada mahasiswa IPB, secara daring, Senin (19/12/2022).
Ia menjelaskan, kasus ini merupakan penipuan berkedok investasi dan bukan jeratan pinjaman online atau pinjol. Modus yang dilakukan pelaku adalah dengan meminta mahasiswa membeli barang di toko online pelaku. Apabila mahasiswa tidak mempunyai uang, pelaku meminta mahasiswa meminjam secara online. Uang hasil pinjaman tersebut masuk ke pelaku, tapi barang tidak diserahkan ke pembeli.
Pelaku berjanji akan membayar cicilan utang korban sehingga banyak mahasiswa tertarik untuk ikut berinvestasi. Dalam perkembangannya, pelaku tidak memenuhi janjinya untuk membayar cicilan utang sehingga tenaga penagih melakukan penagihan kepada mahasiswa sebagai peminjam.
”Kasus ini bukan masalah pinjol, melainkan penipuan berkedok toko online dengan pembiayaan pembelian barang yang ternyata barangnya fiktif, tetapi uangnya mengalir ke pelaku,” kata Ogi.
Ogi menambahkan, para korban pun telah berhasil mendapatkan keringanan atau restrukturisasi pinjaman dari empat aplikasi penyedia pinjaman itu. Jumlah korban mahasiswa yang mendapatkan keringanan 121 orang dengan 197 pinjaman, dengan total pinjaman Rp 650,19 juta. Adapun total korban dari kasus ini mencapai 317 orang dengan 121 di antaranya adalah mahasiswa IPB University. Total kerugian seluruh korban mencapai Rp 2,3 miliar.
Pencegahan
Belajar agar kasus serupa tak terulang, Ogi menjelaskan, pihaknya telah meminta empat perusahaan tersebut untuk meningkatkan manajemen risiko melalui penguatan analisis data calon peminjam serta meningkatkan sistem deteksi dini penipuan.
Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menjelaskan, dari sisi literasi keuangan, OJK melihat kejadian yang menimpa mahasiswa IPB merupakan pelajaran dan catatan penting karena menimpa kalangan mahasiswa yang seharusnya sudah memiliki literasi keuangan yang baik.
Kejadian di Kampus IPB ini juga menunjukkan bahwa peningkatan literasi keuangan masyarakat harus terus digerakkan bersama-sama oleh semua kalangan, termasuk para pimpinan akademisi. Peningkatan keilmuan mahasiswa harus juga diikuti penguatan pemahaman terhadap produk dan layanan sektor jasa keuangan sehingga para mahasiswa justru bisa menjadi pelopor atau agen literasi keuangan bagi masyarakat dalam memahami dan menggunakan produk dan layanan sektor jasa keuangan secara bijak dan benar.
OJK akan terus memperkuat dan memperluas program literasi keuangan di masyarakat melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi secara offline, online, serta melalui kampanye nasional yang masif dan penguatan sinergi serta aliansi strategis dengan berbagai pihak.
Di sisi perlindungan konsumen, OJK juga terus memperkuat program dan kebijakannya untuk membantu masyarakat menyelesaikan permasalahannya dengan pelaku usaha jasa keuangan.
Dari 1 Januari-9 Desember 2022, OJK melayani sebanyak 298.627 layanan dengan rincian sebanyak 88,38 persen adalah pertanyaan, 6,98 persen laporan, dan 4,63 persen pengaduan dari semua sektor. Tingkat penyelesaian pengaduan OJK adalah sebesar 89 persen. Sektor terbanyak yang dilayani oleh OJK adalah mengenai teknologi finansial/tekfin (financial technology/fintech) sebesar 21,54 persen.
Lima topik utama pengaduan tekfinyang diterima OJK adalah mengenai perilaku petugas pengaduan, restrukturisasi, penipuan (soceng, skimming), kegagalan dan keterlambatan transaksi dan permasalahan bunga/denda/penalti.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing mengatakan, kasus yang menimpa ratusan mahasiswa IPB dan masyarakat Bogor ini kini telah ditangani oleh Polresta Bogor.
Ia menegaskan, ada dua hal yang perlu diperhatikan masyarakat agar bisa terhindar dari jeratan penipuan ataupun investasi bodong, yakni memperhatikan aspek legal dan logis. Masyarakat perlu terlebih dahulu mengecek legalitas entitas usaha tersebut apakah sudah resmi, tercatat, dan berizin OJK dan regulator lainnya, atau tidak.
Selain itu, nasabah harus mencerna tawarannya apakah imbal hasil dan cara kerjanya logis masuk akal atau tidak. Investasi bodong selalu menawarkan iming-iming imbal hasil besar dan tanpa risiko sehingga tidak logis.