Pelepasan beras impor yang jumlahnya mencapai 200.000 ton hingga akhir tahun dapat mengendalikan lonjakan harga secara signifikan. Namun, Bulog harus operasi pasar secara kontinu.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sesuai arahan pemerintah, Perum Bulog mulai merealisasikan impor beras sebanyak 200.000 ton hingga akhir 2022. Harapannya, beras impor tersebut dapat memperkuat cadangan pemerintah sekaligus menjadi sinyal bagi pelaku perberasan lainnya untuk melepas stok sehingga suplai di pasar tak lagi menipis dan laju kenaikan harga beras teredam.
Realisasi itu ditandai dengan kedatangan sebanyak 4.900 ton beras dari Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Beras impor yang tiba itu telah dikemas di dalam karung berlogo Bulog ukuran 50 kilogram (kg) dengan kadar pecah 5 persen. Sebanyak 5.000 ton beras dari Thailand juga diperkirakan tiba pada hari yang sama di Pelabuhan Merak, Banten.
Saat meninjau bongkar muat, Menteri Perdagangan Zukifli Hasan menyatakan, beras impor didatangkan untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen. ”Harga beras dalam beberapa bulan terakhir sudah meroket sampai Rp 1.000 per kg sehingga Bulog perlu operasi pasar. Namun, setelah Bulog menggelontorkan stoknya, harga masih merangkak naik. Padahal, stok Bulog sudah berkurang banyak. Oleh sebab itu, kita harus mencari sumber suplai beras agar kepercayaan pasar tidak terganggu,” tuturnya.
Penyerapan dalam negeri oleh Bulog hingga saat ini, ujar Zulkifli, sudah optimal. Bahkan, Bulog sudah menyerap gabah dengan harga Rp 6.000 per kg dan beras Rp 10.200 per kg. Harga tinggi dan seretnya serapan domestik Bulog dalam dua bulan terakhir menandakan suplai di lapangan sedikit lantaran bukan musim panen.
Sebelum Desember 2022, Bulog terakhir kali mengimpor beras untuk cadangan pemerintah pada 2018. Selama empat tahun terakhir, pengadaan beras dan gabah dari dalam negeri menjadi sumber satu-satunya sumber stok cadangan pemerintah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) pada November 2022 di tingkat petani mencapai Rp 5.397 per kg dan Rp 5.785 per kg. Harga GKP dan GKG itu masing-masing telah melonjak 16,06 persen dan 14,32 persen dibandingkan November 2021. Di penggilingan, rata-rata harga beras pada November 2022 telah mencapai Rp 10.245 per kg atau naik 10,78 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis menunjukkan, rata-rata nasional harga beras medium di pasar tradisional per Jumat (16/12/2022) berkisar Rp 12.350-Rp 12.550 per kg. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan pada awal semester II-2022 yang Rp 11.550-Rp 11.750 per kg.
Zulkifli mengharapkan, pergerakan beras, khususnya kualitas medium, akan stabil di kisaran harga eceran tertinggi (HET). Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras menyebutkan, HET beras medium berkisar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg, bergantung pada wilayahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menilai, pergerakan harga beras medium di rentang Rp 11.000-Rp 11.500 per kg sudah tidak wajar. Dengan kedatangan beras impor, dia mengimbau pelaku penggilingan padi untuk melepas stoknya agar harganya tidak tertekan karena operasi pasar Bulog.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Perum Bulog periode 2007-2009 sekaligus pengamat pertanian Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Mohammad Ismet, memperkirakan, pelepasan beras impor yang jumlahnya mencapai 200.000 ton hingga akhir tahun dapat mengendalikan lonjakan harga secara signifikan. Namun, Bulog harus operasi pasar secara kontinu sehingga mengubah ekspektasi pasar yang mulanya berharap harga akan melambung dan untung besar dapat diraup. ”Jumlah (impor) tersebut sudah signifikan untuk waktu yang relatif pendek,” ujarnya saat dihubungi, Jumat.
Dalam menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP), Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memperkirakan, kebutuhan beras untuk operasi pasar pada Desember 2022 berkisar 150.000 ton-170.000 ton. Bulog akan menjualnya seharga Rp 8.300 per kg. Di sisi lain, modal untuk beras impor senilai Rp 8.800 per kg. Dia sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk penggantian selisih tersebut.
Berbeda dengan impor pada 2018, menurut Budi, titik kedatangan tidak hanya satu pelabuhan yang berpotensi menimbulkan penumpukan. Pada impor kali ini, ada 14 pelabuhan yang menjadi titik kedatangan, antara lain Pelabuhan Malahayati dan Lhokseumawe (Aceh), Belawan (Sumatera Utara), Dumai (Riau), Teluk Bayur (Sumatera Barat), Boom Baru (Sumatera Selatan), Panjang (Lampung), Tanjung Priok (Jakarta), Merak (Banten), Tanjung Perak (Jawa Timur), serta Tenau (Nusa Tenggara Timur).
Budi memerinci, realisasi impor sebanyak 200.000 ton itu berasal dari tiga negara. Bulog mengimpor 130.000 ton dari Thailand, 60.000 ton dari Vietnam, dan 10.000 ton dari Pakistan.
Per Jumat, stok beras yang dikelola Bulog mencapai 427.000 ton yang terdiri dari CBP sebanyak 215.000 ton dan beras komersial 212.000 ton. Realisasi penyerapan dari dalam negeri sebesar 983.000 ton, sedangkan penyaluran untuk operasi pasar 1,15 juta ton.