Pembagian Dua Akun Penempatan Dana Masih Menimbulkan Perdebatan
Meski UU P2SK sudah disahkan, salah satu amanatnya yaitu pembagian dua akun penempatan dana jaminan hari tua masih menuai polemik.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Rapat Kerja Komisi XI dengan pemerintah untuk membahas draf Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK), Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/12/2022). Unsur pemerintah diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, pejabat eselon satu perwakilan Kementerian Koperasi dan UMKM, serta Kementerian Hukum dan HAM.
JAKARTA, KOMPAS — Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau P2SK mengamanatkan program jaminan sosial hari tua atau JHT memiliki akun utama dan akun tambahan untuk setiap pekerja. Ketentuan ini dirasa bisa menjadi solusi mengakhiri kisruh pencairan manfaat JHT yang terjadi. Akan tetapi, di sisi lain, keberadaan dua akun dana dikhawatirkan menciptakan polemik baru.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berpendapat, pembagian dua akun dana JHT terbilang positif sehingga memastikan seluruh pekerja memiliki tabungan. Apalagi, selama ini, program JHT menuai kisruh karena regulasi yang berubah-ubah. Sebagai gambaran, saat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 Tahun 2022 terbit menuai protes keras dari pekerja karena mereka harus menunggu sampai 56 tahun mencairkan JHT.
Lalu, pemerintah mengeluarkan Permenaker No 4/2022 yang menyatakan Permenaker No 19/2015 dan Permenaker No 2/2022 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan Permenaker No 4/2022, pekerja bisa mencairkan JHT saat usia 56 tahun, ketika mengundurkan diri, atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Pekerja selama ini dininabobokan. Ketika mengundurkan diri atau terkena PHK, manfaat JHT akan langsung diambil. Jika kondisi ini terus dipertahankan, negara harus mengadakan anggaran besar untuk lansia miskin di masa depan,” ujarnya saat menghadiri diskusi UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Serta Implikasinya Terhadap Program Jaminan Hari Tua, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur pengusaha, Paulus Agung Pambudhi, menyampaikan, hampir 50 persen pekerja yang mencairkan JHT merupakan pekerja usia produktif dengan tingkat kepesertaan 1-3 tahun bekerja atau 5-10 tahun bekerja. Realitas ini menggambarkan bahwa implementasi JHT jauh dari filosofi jaminan untuk hari tua.
Selama pembahasan Rancangan UU P2SK, pembagian dua akun penempatan dana JHT sudah berkembang. Oleh karena itu, Agung menilai, sudah tepat jika sampai UU P2SK disahkan, ketentuan pembagian dua akun masih tetap ada.
“Memang, implementasi JHT butuh evaluasi. UU P2SK adalah salah satu jawaban. Adanya dua akun penempatan dana bisa memungkinkan ada akun utama yang tidak bisa diotak-atik dan ada akun dana yang bisa dicairkan sehingga porsi dana di akun utama harus lebih besar,” ujar dia.
Hanya saja, lanjut Agung, tantangannya adalah kemampuan dan keinginan bayar iuran JHT. Apalagi, penciptaan lapangan kerja saat ini relatif sedang terbatas.
Menurut Direktur Program Perlindungan Sosial GIZ, Cut Sri Rozanna, falsafah program jaminan sosial adalah melindungi seluruh penduduk agar tidak jatuh miskin. Desain program jaminan sosial perlu mendorong pemberdayaan, keberlanjutan, dan universal.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Sosialisasi pentingnya memiliki jaminan sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terpasang di kantor layanan publik seperti di Balai Kota Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (23/10/2018). BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan pada pekerja atas jaminan kesehatan, kecelakaan kerja dan pensiun.
Permasalahan yang kerap terjadi yaitu desain program jaminan sosial malah menimbulkan ketergantungan warga. Lalu, proses penyusunan desain berlangsung terburu-buru. Permasalahan ini, menurut dia, juga terjadi dalam konteks JHT di Indonesia.
“Program JHT, sesuai amanat UU P2SK, harus memiliki akun utama dan akun tambahan. Apakah hal ini bisa menjadi solusi jangka panjang bagi pekerja ataupun negara. Jangan-jangan dua akun malah kembali mendorong keinginan konsumtif lebih besar karena manfaatnya bisa ditarik kapan saja,” ujar Cut.
Sementara itu, praktisi jaminan sosial Chazali Situmorang berpendapat, UU No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian merupakan lex specialis dari UUD 1945. Apabila pemerintah merasa terdapat aneka polemik selama penerapan jaminan sosial, seperti dalam konteks JHT, pemerintah semestinya memperbaiki UU No 40/2014 beserta turunannya.
“Jadi, solusi mengatasi dinamika JHT seharusnya bukan di UU P2SK,” kata Chazali.
Partisipasi aktif
Sementara itu, Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Retna Pratiwi menambahkan, karena UU P2SK telah disahkan, pihaknya mengajak seluruh elemen dalam lembaga kerja sama tripartit berperan aktif selama penyusunan peraturan pemerintah (PP). Setidaknya, ada tiga rancangan PP yang akan keluar berdasar amanat UU P2SK.
“Perlu PP untuk mengatur persentase porsi dana di akun utama ataupun akun tambahan, beserta kapan pemberlakuan,” tuturnya.
Sebagai ilustrasi, Retna menyampaikan beberapa kemungkinan opsi. Misalnya, 70 persen porsi dana di akun utama versus 30 persen dana di akun tambahan. Contoh lain, 50 persen porsi dana di akun utama dan 50 persen porsi dana di akun tambahan. Pembagian persentase ini perlu mempertimbangkan persyaratan kondisi pekerja.