Pelindo Jasa Maritim Bidik Pendapatan Baru di Selat Malaka
Selat Malaka adalah masa depan dengan potensi pendapatan cukup besar. Indonesia melalui SPJM akan bersaing mendapatkan setidaknya 10 persen dari potensi pendapatan yang mencapai 30 miliar dollar AS lima tahun ke depan.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Subholding PT Pelindo Jasa Maritim (SPJM) akan berfokus menggarap Selat Malaka sebagai potensi sumber penghasilan baru pada masa depan. Selama ini potensi di wilayah tersebut lebih banyak dikuasai Singapura karena kesiapan sumber daya manusia, pemasaran, dan sistem.
Direktur Utama SPJM Prasetyadi mengatakan hal ini di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (16/12/2022). Hitung-hitungan yang pernah dilakukan pihaknya menyebut ada potensi pendapatan hingga 30 miliar dollar AS atau sekitar Rp 450 triliun di wilayah perairan Selat Malaka.
Sebagai perairan internasional yang bisa dikelola bersama, ada tiga negara yang berbatasan dengan Selat Malaka, yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura. ”Makanya, saat ini SPJM mulai berfokus menggarap Selat Malaka. Target kami bisa mengambil 5-10 persen dari total 30 miliar dollar AS potensi pendapatan di Selat Malaka dalam lima tahun ke depan,” ujar Prasetyadi.
Dia menambahkan, selama ini Singapura yang menguasai pendapatan dari layanan kapal di perairan itu karena mereka lebih siap. ”Akan tetapi, sejak merger Pelindo, kami sudah mulai dan saat ini sudah melayani sekitar 20 kapal asing. Tentu ke depan akan terus kita tingkatkan,” kata Prasetyadi.
Sebagai upaya serius, SPJM akan bergerak melalui cabang Batam untuk meraih pasar layanan kapal. Data yang ada pada SPJM menyebut ada sekitar 170.000 kapal besar setiap tahun yang beroperasi di sekitar Selat Malaka. Potensi ini sangat besar untuk pasar layanan kapal.
”Selain menggerakkan cabang Batam, kami juga sudah punya deep sea pilot yang beroperasi di laut dalam. Jumlahnya ada 54 orang. Itu yang kita persiapkan untuk melayani potensi di Selat Malaka,” ucapnya.
Selain itu, disiapkan pula sarana dan prasarana untuk kapal, seperti kapal tunda dan pandu. SPJM juga berkolaborasi dengan partner strategis, salah satunya PT Pertamina. ”Ke depan, kami juga akan berpartner dengan perusahaan ataupun lembaga dari Singapura dan negara lain,” katanya.
Untuk pengembangan dan menguatkan usaha, saat ini SPJM juga mulai menjajaki pembuatan crane (derek jangkung) lokal untuk bongkar muat di pelabuhan. Targetnya, tahun 2024, crane lokal ini sudah digunakan di pelabuhan-pelabuhan kelolaan SPJM.
”Crane lokal ini menggunakan kandungan lokal 25 persen dari sebelumnya 100 persen impor. Kami akan bekerja sama dengan perusahaan pembuat crane yang sudah punya reputasi. Kerja sama juga bisa dilakukan dengan PT Krakatau Steel untuk bahan baja, selain itu menggunakan tenaga kerja lokal. Target kami empat tahun ke depan kandungan lokal sudah mencapai 40 persen dan bisa masuk e-katalog,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Strategi dan Teknik SPJM Hosadi Apriza Putra mengatakan, sebagai subholding Pelindo, SPJM bergerak dalam bisnis maritim, peralatan dan fasilitas, hingga pengerukan. Lini bisnis ini meliputi jasa pemanduan, penundaan, hingga penambatan dan pasokan BBM untuk kapal.
Selain itu, SPJM juga menyediakan peralatan hingga pemeliharaan fasilitas. ”Kami juga menjual suku cadang, konstruksi fasilitas pelabuhan, hingga elektrifikasi peralatan. Pemeliharaan kapal hingga pembuatan dan pemeliharaan alur kapal juga menjadi bagian bisnis SPJM,” katanya.
SPJM mengelola setidaknya 42 cabang pelabuhan di seluruh Indonesia. Pascamerger empat Pelindo di Indonesia dan berganti nama menjadi PT Pelabuhan Indonesia Persero, terbentuk empat subholding. Selain subholding, jasa maritim yang berpusat di Makassar, ada pula subholding Pelindo Petikemas, Pelindo Multi Terminal, dan Pelindo Solusi Logistik.