Masih Keberatan, Pengusaha Minta Pemerintah Tunda Kebijakan Bebas Truk ODOL pada 2023
Asosiasi pengusaha menilai kebijakan zero ODOL 2023 akan berdampak kepada kenaikan harga barang, ongkos angkut, hingga inflasi. Sementara Kementerian Perhubungan tetap akan menjalankan kebijakan itu secara bertahap.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
ยท6 menit baca
ALIF ICHWAN
Sejumlah truk melintas di jalan tol TB Simatupang, Jakarta, Minggu (12/1/2020).Kementerian Perindustrian meminta Kementerian Perhubungan menunda rencana bebas angkutan barang kelebihan dimensi kelebihan muatan atau Overdimension Overload (ODOL). Rencananya Indonesia bebas truk ODOL 2021 dan dimulai dari jalan tol. Pertimbangan agar zero ODOL ditunda yakni logistikdan distribusibahan bakumaupun produk industri nasional sangat bergantung dengan moda transportasi darat yaitu truk.Kompas/Alif Ichwan12/1/2020
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah asosiasi pengusaha berharap aturan bebas truk kelebihan dimensi dan muatan yang direncanakan pada Januari 2023 untuk ditunda. Mereka menilai, pemerintah tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
Hal ini mengemuka dalam diskusi publik bertajuk 'Pelaksanaan Zero ODOL 2023 Perlu Pertimbangkan Dampak Ekonomi dan Sosial?' yang disiarkan secara daring di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Kebijakan nol atau zero truk over dimension over loading (ODOL) sebelumnya akan diterapkan pada 2021. Namun, karena ada pandemi Covid-19 hingga permintaan penundaan dari sejumlah asosiasi pengusaha, penerapan kebijakan itu ditunda ke tahun 2023.
Anggota Komite Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Rachmat Hidayat, mengatakan, pihaknya sebenarnya mendukung kebijakan yang bertujuan menghemat anggaran perbaikan jalan serta mewujudkan Indonesia yang lebih tertib dalam lalu lintas itu. Namun, pemerintah harus mempertimbangkan sejumlah dampak yang dihasilkan dari kebijakan itu.
"Penerapan zero ODOL ini akan berpengaruh langsung terhadap distribusi sembako yang mana ini merupakan salah satu penyumbang inflasi negara kita, dan ini bisa men-distract ekonomi," kata Rachmat.
Rachmat mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti pada 2022, pemilik barang dan kendaraan keberatan terhadap penerapan zero ODOL pada 2023 lantaran belum siap. Mereka, kata Racmat, mengeluhkan biaya untuk normalisasi kendaraan. "Dan juga pemilihan kendaraan yang dapat memuat banyak barang sehingga bisa menekan ongkos angkut," ucapnya.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Sejumlah truk melintas di jalan tol TB Simatupang, Jakarta, Minggu (12/1/2020).Kementerian Perindustrian meminta Kementerian Perhubungan menunda rencana bebas angkutan barang kelebihan dimensi kelebihan muatan atau Overdimension Overload (ODOL). Rencananya Indonesia bebas truk ODOL 2021 dan dimulai dari jalan tol. Pertimbangan agar zero ODOL ditunda yakni logistikdan distribusibahan bakumaupun produk industri nasional sangat bergantung dengan moda transportasi darat yaitu truk.Kompas/Alif Ichwan12/1/2020
Rachmat melanjutkan, pemerintah seharusnya memberikan alternatif yang dapat memperlancar distribusi barang serta mengurangi ongkos pengiriman barang. Menurutnya, jika zero ODOL diterapkan, maka pengusaha membutuhkan kendaraan yang lebih banyak lagi saat mengirimkan barang. Hal ini pun membuat ongkos yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi.
Ia pun mengusulkan, jika memang zero ODOL 2023 diterapkan, pemerintah bisa melakukan sejumlah solusi, seperti pengembangan infrastruktur, membebaskan biaya masuk bagi kendaraan barang, hingga uji kompetensi untuk pengemudi angkutan barang yang gratis dari pemerintah.
"Kami memohon zero ODOL di bulan Januari 2023 itu bisa ditunda paling tidak dua tahun," ucap Rachmat.
Dalam acara yang sama, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Eddy Suyanto, menyampaikan, zero ODOL akan memengaruhi biaya logistik serta daya saing pengusaha keramik. Indonesia, kata dia, merupakan salah satu negara dengan biaya pengiriman logistik yang termahal dibanding dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yakni 10-15 persen dari total harga jual produk.
Berdasarkan kajian yang ia lakukan, jika zero ODOL diterapkan pada 2023, maka isi muatan keramik pada truk akan turun 70 persen dan ongkos angkut akan meningkat hingga 240 persen. Selain itu, pengusaha bakal meningkatkan harga jual keramik sekitar 20-25 persen.
"Kenaikan harga jual keramik yang 20-25 persen itu jelas juga akan memengaruhi harga produk properti yang pada ujungnya akan mempengaruhi inflasi," ujar Eddy.
Eddy juga khawatir daya saing industri keramik tanah air akan tergerus. Sebab, jika harga keramik naik, maka masyarakat akan lebih memilih keramik impor yang berasal dari India dan China. Ia mencontohkan, ongkos pengiriman keramik di Pulau Jawa saat ini berkisar Rp 5.500 per meter persegi. Jika kenaikan 20-25 persen diterapkan, maka harganya menjadi Rp 7.000 per meter persegi. Sementera keramik impor dari China, ongkos pengirimannya hanya Rp 1.800 per meter persegi.
"Kami khawatir apabila (zero ODOL) diterapkan di tahun 2023 tentu akan mengganggu kelancaran arus barang. Apabila ini terganggu, output kami tidak bisa ter-delivery dengan baik yang pada akhirnya tentu akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Eddy.
KOMPAS./ALIF ICHWAN
Sejumlah truk melintas di jalan tol TB Simatupang, Jakarta, Minggu (12/1/2020).Kementerian Perindustrian meminta Kementerian Perhubungan menunda rencana bebas angkutan barang kelebihan dimensi kelebihan muatan atau Overdimension Overload (ODOL). Rencananya Indonesia bebas truk ODOL 2021 dan dimulai dari jalan tol. Pertimbangan agar zero ODOL ditunda yakni logistikdan distribusibahan bakumaupun produk industri nasional sangat bergantung dengan moda transportasi darat yaitu truk.Kompas/Alif Ichwan12/1/2020
Sementara itu, Koordinator Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN), Vallery Gabriela Mahodim, mengatakan, kebijakan zero ODOL memang bertujuan menciptakan keamanan berkendara. Kendati begitu, kebijakan tersebut tidak memberikan solusi bagi pengemudi truk.
Dalam hal ini, ia keberatan dengan sanksi terhadap pelanggaran truk ODOL, yakni pidana penjara paling lama dua bulan dan denda maksimal Rp 500.000 yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Menurutnya, aturan itu hanya menyudutkan pengemudi truk. Padahal, mereka hanya menjalankan perintah untuk mengirimkan barang.
"Harapan saya tidak hanya menunda, tapi jangan ada lagi pembahasan terkait dengan ODOL. Karena ODOL ini banyak aturan yang dibuat tanpa solusi dan tidak masuk akal untuk kami," ucap Vallery.
Senada dengan perwakilan asosiasi, anggota Komisi V DPR Fraksi Gerindra, Sudewo, berpandangan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum memikirkan dampak kebijakan zero ODOL 2023 bagi perekonomian.
Pemerintah, lanjut Sudewo, seharusnya mempertimbangkan risiko kenaikan biaya logistik, kenaikan harga komoditas, hingga bertambahnya volume kendaraan. Bertambahnya jumlah kendaraan juga bakal membuat pemerintah mengeluarkan biaya untuk memperlebar jalan. Lebih lanjut, ia meminta pemerintah menunda penerapan zero ODOL 2023.
"Kalau perlu ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan sampai pemerintah benar-benar sudah siap untuk menerapkan dan siap mengantisipasi terjadinya risiko terdampak dari zero ODOL itu sendiri. Bila pemerintah sudah siap, silakan diterapkan," tutur Sudewo.
Bertahap
Menanggapi hal itu, Direktur Lalu Lintas Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Cucu Mulyana, berujar, pihaknya sudah membuat peta jalan atau road map. Secara bertahap, Kemenhub bersama Polri akan melakulan sosialiasi dan penindakan agar zero ODOL 2023 dapat terealisasi.
Ia menjelaskan, zero ODOL ini sudah direncanakan untuk diterapkan sejak tahun 2017 demi mengurangi angka kecelakaan lalu lintas hingga kerusakan jalan. Namun, baru bisa direncanakan untuk dilakukan pada 2023 akibat adanya permintaan penundaan dari asosiasi hingga pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Cucu mengatakan, sejak 2021 hingga 2022, pihaknya telah menetapkan toleransi kelebihan muatan truk mulai dari 30 persen hingga 10 persen. Pada 2023 mendatang, toleransi kelebihan muatan dibatasi menjadi 5 persen. Batas toleransi ini berlaku bagi truk muatan sembako, barang esensial, barang penting, dan barang lainnya. Jika masih ditemukan truk yang melanggar aturan itu, maka akan dikenai sanksi mulai dari tilang, transfer muatan, hingga dilarang melanjutkan perjalanan.
KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI
Petugas Jembatan Timbang di Jalan Pantai Utara Desa Temperak, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, memeriksa muatan truk barang, beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan itu, Cucu memaparkan hasil penanganan truk ODOL yang dilakukan Kemenhub sejak Januari-November 2022. Dari 1,9 juta truk yang diperiksa di jembatan timbang, 29 persen atau 545.000 kendaraan dinyatakan melanggar. Sementara dari 545.000 kendaraan yang dinyatakan melanggar, sekitar 395.000 truk dalam kondisi kelebihan muatan 5-40 persen dari daya angkut.
"Kementerian Perhubungan tetap berkomitmen untuk melakukan penertiban terhadap ODOL, artinya zero ODOL itu pasti akan kita laksanakan," ucap Cucu.
Sementara itu, Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, Binoni Tio A. Napitupulu, mengatakan, penerapan zero ODOL 2023 harus mempertimbangkan kesiapan industri. Menurutnya, kondisi industri belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19 yang terjadi sejak 2020 lalu.
Selain itu, Kemenperin memprediksi penerapan zero Odol pada Januari 2023 akan meningkatkan harga barang serta berpotensi menyumbang inflasi Indonesia sebesar 1,2 -1,5 persen.
"Penerapannya kami mendukung jika dilakukan secara bertahap dengan melihat hal-hal yang diperlukan dan diprioritaskan. Untuk waktu pelaksanaanya, kami serahkan kepada Kementerian Perhubungan," ucap Binoni.