Ketegasan OJK mencabut izin usaha Wanaartha Life akan memperkuat momentum reformasi industri asuransi. Ketegasan yang konsisten akan menjadi kunci mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
Pekan lalu ada peristiwa besar di industri asuransi jiwa. Setelah dua tahun kondisi keuangannya memburuk dan tidak kunjung mencapai persyaratan kesehatan finansial minimal sesuai dengan ketentuan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life pada Senin (5/12/2022).
Audit terakhir pada 2020 menunjukkan, rasio solvabilitas atau rasio kecukupan modal perusahaan membayar kewajiban kepada nasabah di masa mendatang (risk based capital/RBC) Wanaartha Life mencapai minus 2000. Angka tersebut jauh di bawah atau 16 kali lipat lebih rendah daripada ketentuan yang ditetapkan OJK, yakni 120 persen. Artinya, kecukupan modal Wanaartha sudah sangat rendah sehingga sangat sulit membayar kewajibannya kepada nasabah.
Langkah tegas OJK ini patut diapresiasi. Memang diperlukan ketegasan otoritas untuk membenahi perusahaan asuransi yang bermasalah dengan tujuan melindungi masyarakat yang lebih luas. Selain itu, langkah tegas ini bisa menciptakan efek gentar bagi perusahaan asuransi bermasalah lainnya agar segera berbenah dan memperbaiki tata kelolanya kalau tidak mau berakhir sama seperti Wanaartha Life.
Ketegasan diperlukan untuk mengangkat kembali kredibilitas dan kepercayaan masyarakat pada industri asuransi yang kini sedang berada di titik nadir. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus demi kasus perusahaan asuransi bermasalah terus saja bermunculan sehingga menggerogoti kepercayaan masyarakat.
Permasalahan kesehatan keuangan asuransi jangan dibiarkan berlarut hingga bertahun-tahun. Apabila upaya pembenahan tata kelola sampai upaya penyehatan kesehatan keuangan tak juga berhasil, OJK diberi kewenangan mencabut izin usaha perusahaan asuransi yang bermasalah. Ini agar masyarakat percaya bahwa perusahaan asuransi betul-betul dikelola dengan baik dan diawasi secara ketat oleh otoritas.
Ketegasan OJK menindak perusahaan bermasalah niscaya akan membuka jalan yang lebih lebar bagi reformasi industri asuransi yang kini tengah dilakukan. Berbagai upaya pembenahan industri asuransi telah dan akan dilakukan secara bertahap.
Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang telah disetujui dan akan segera disahkan juga memperkuat reformasi industri asuransi. Salah satu poin pasal RUU ini adalah pengawasan industri asuransi dipecah dari industri keuangan non-bank (IKNB) sehingga menjadi bagian pengawasan tersendiri. Sebelumnya, pengawas IKNB harus membagi fokusnya pada banyak sektor, mulai dari asuransi jiwa, asuransi umum, perusahaan pembiayaan, perusahaan penjaminan, lembaga keuangan mikro, sampai teknologi finansial.
Ruang lingkup IKNB yang terlalu luas membuat pengawasan industri asuransi tidak optimal. Dengan pemecahan bagian ini, pengawasan industri asuransi akan mendapat sorotan utama karena tak lagi berbagi dengan sektor IKNB lainnya.
RUU P2SK juga mendorong penguatan perlindungan nasabah asuransi seiring hadirnya Program Penjaminan Polis yang akan dilaksanakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Melalui program penjaminan polis, harapannya, uang klaim nasabah yang tak terbayar akibat kesalahan manajemen perusahaan asuransi bisa dibayarkan oleh LPS, sepanjang memenuhi persyaratan. Kehadiran program penjaminan polis ini akan membuat masyarakat merasa yakin dan percaya bahwa klaim mereka terlindungi.
Industri asuransi bisa belajar dari industri perbankan. Pada 1997-1999, kredibilitas perbankan di mata masyarakat juga sedang jeblok lantaran berbagai kasus bank kehabisan likuiditas sehingga tak mampu memenuhi permintaan penarikan dana oleh nasabah. Terlepas dari saat itu Tanah Air sedang dilanda krisis ekonomi moneter, tata kelola yang buruk juga berperan besar meruntuhkan industri perbankan kala itu.
Berbagai upaya reformasi perbankan pun dilakukan. Hasilnya, lebih dari 20 tahun berselang, kesehatan industri perbankan kini cukup baik, tumbuh berkelanjutan, dan makin berperan dalam mendorong perekonomian Indonesia. Operasionalisasi industri perbankan juga telah diatur secara rigid (fully regulated) sehingga tingkat prudensial makin terjaga.
Apabila industri perbankan bisa, maka industri asuransi pun harus bisa. Reformasi industri asuransi yang kini tengah dijalankan diharapkan akan memperkuat kapasitas dan prudensial industri asuransi.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana OJK menangani 13 perusahaan asuransi dengan kondisi keuangan buruk yang sedang dalam pengawasan khusus. Ketegasan yang konsisten dalam menegakkan aturan akan menjadi kunci reformasi dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.