Presidensi G20 Indonesia Berdampak Positif, Pastikan Implementasinya
Presidensi G20 Indonesia telah berdampak positif pada perekonomian, pariwisata, hingga percaturan politik global. Namun, pemerintah perlu memastikan kesepakatan dalam forum itu terwujud.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Di tengah tantangan krisis pangan, energi, pandemi Covid-19, dan konflik, Presidensi G20 Indonesia telah berdampak positif pada perekonomian, pariwisata, hingga percaturan politik global. Meski demikian, pemerintah perlu memastikan berbagai kesepakatan dalam forum itu terwujud.
Hal itu terungkap dalam Diskusi Hasil Presidensi G20 Indonesia 2022 dengan tema ”Menengok Capaian dan Dampak Presidensi G20 Indonesia”, Rabu (7/12/2022), di Badung, Bali. Kegiatan yang digelar Bank Indonesia itu menghadirkan sejumlah pembicara yang membedah capaian G20. Akademisi dan media dari sejumlah daerah juga turut serta.
Muhammad Hadianto dari Sekretariat Sherpa G20 Indonesia mengatakan, rangkaian G20 setahun terakhir telah menghasilkan 226 proyek multilateral yang melibatkan lebih dari dua negara serta 140 proyek kerja sama bilateral. ”Kalau dikalkulasi (proyek) ini senilai 309,4 miliar dollar AS. Ini menghasilkan manfaat nyata,” ucapnya.
Sejumlah komitmen investasi itu, antara lain, berupa pendanaan infrastruktur dengan skema Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII) sebesar 600 miliar dollar AS. Indonesia juga bakal menerima bantuan pendanaan transisi energi bersih melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 20 miliar dollar AS.
G20 juga melahirkan Pandemic Fund atau Dana Pandemi yang saat ini terkumpul 1,5 miliar dollar AS dari 24 donor. Indonesia salah satu pendonor sekaligus dapat menjadi penerima manfaat. Presidensi G20 Indonesia juga turut mendorong ketersediaan pembiayaan bagi negara rentan miskin dengan pendanaan 81,6 miliar oleh Dana Moneter Internasional (IMF).
Setelah Konferensi Tingkat Tinggi G20, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan pembentukan satuan gugus tugas.
Namun, belum semua pihak merasakan manfaat G20 ini. Misalnya, hotel kecil kurang menikmati dampak ekonominya. (Fithra Faisal)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menjadi pemimpin satgas itu. ”Kami berupaya sebisa mungkin agar kesepakatan ini ditindaklanjuti, ujar Hadianto.
Direktur Sekretariat Task Force G20 Bank Indonesia Iss Savitri Hafid menambahkan, terdapat sejumlah capaian utama dalam Presidensi G20 Indonesia di bidang ekonomi, mulai dari komitmen mengatasi kerawanan pangan hingga perumusan sistem pembayaran uang digital. ”Kami akan tetap membawa kesepakatan ini di Presidensi G20 India 2023,” ucapnya.
Percaturan
Presidensi G20 Indonesia juga telah berdampak dalam percaturan politik global. Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani menilai, Indonesia mampu mendorong agar perang Rusia dan Ukraina selesai.
Presiden Jokowi menggugah negara lain bahwa perang yang tidak selesai akan memunculkan krisis tidak hanya kesehatan, tetapi juga energi dan pangan.
G20 pun telah melahirkan Deklarasi Bali yang disepakati oleh pemimpin negara dan organisasi. Salah satu isinya adalah mengecam Rusia yang terlibat perang dengan Ukraina. Menariknya, lanjut Hikmahanto, deklarasi itu merujuk pada Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
”Dengan begitu, tidak ada negara, termasuk Rusia, yang kehilangan muka,” ucapnya.
Tidak hanya global, Presidensi G20 Indonesia juga berdampak pada pariwisata daerah. Ketua Bali Tourism Board Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan, tingkat hunian kamar pada November saat penyelenggaraan G20 mencapai hampir 49 persen. Padahal, tahun sebelumnya hanya berkisar 23 persen. Namun, angka ini masih di bawah 2019, yakni 59,3 persen.
”Keberhasilan event (G20) ini telah membuat reputasi Bali meningkat. Orang lebih yakin datang ke Bali karena semua mata tertuju ke sini. Ini membuat recovery (pemulihan ekonomi) lebih gampang,” ujar Agung.
Forum G20, lanjutnya, juga telah mempercantik kawasan Nusa Dua, Kuta, Sanur, dan Ubud yang menjadi lokasi KTT G20.
Fithra Faisal Hastiadi, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, memperkirakan penyelenggaraan G20 telah meningkatkan produk domestik bruto sekitar Rp 7,43 triliun hingga Rp 10 triliun.
Angka ini lebih besari 1,5 kali dibandingkan forum pertemuan IMF dan Bank Dunia pada 2018. Presidensi G20 Indonesia bahkan menyerap hampir 33.000 tenaga kerja.
”Namun, belum semua pihak merasakan manfaat G20 ini. Misalnya, hotel kecil kurang menikmati dampak ekonominya. Yang terpenting, pemerintah harus memastikan implementasi kesepakatan di G20,” ujarnya.