Harga Komoditas Masih Tinggi, Cadangan Devisa November Menguat
Tingginya harga komoditas masih menopang cadangan devisa Indonesia. Namun, perlu dibuat mekanisme agar pada periode tertentu devisa hasil ekspor dapat disimpan dan diamankan di dalam negeri.
Aktivitas bongkar muat peti kemas ke dalam kapal barang di Terminal peti kemas New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Kamis (10/11/2022). Kinerja investasi dan kinerja ekspor yang tumbuh 21,64 persen dengan kontribusi 26,23 persen menjadi salah satu pendukung tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2022 yaitu 5,72 persen secara tahunan.
JAKARTA, KOMPAS- Cadangan devisa Indonesia pada November 2022 mencapai 134,0 miliar dollar AS meningkat dibandingkan Oktober 2022 yang sebesar 130,2 miliar dollar AS. Kenaikan ini dipicu kinerja ekspor yang tetap positif karena terdongkrak harga komoditas yang masih tinggi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, peningkatan posisi cadangan devisa pada November 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penerimaan devisa migas.
Ia menambahkan, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. “BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Erwin dalam keterangannya Rabu (7/12/2022).
Ke depan, lanjut Erwin, BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, harga komoditas energi yang masih tinggi menjadi pendorong ekspor sehingga berdampak pada kenaikan cadangan devisa. Ia memperkirakan cadangan devisa ke depan akan cukup stabil dan masih ditopang kinerja ekspor. Surplus neraca perdagangan yang ditopang harga komoditas tinggi menjaga kestabilan cadangan devisa Indonesia.
“Kami memperkirakan cadangan devisa sampai akhir tahun di kisaran 130 miliar dollar AS – 135 miliar dollar AS, dalam posisi cukup menjaga kestabilan nilai tukar dan sistem keuangan,” ujar Faisal.
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Cadev Oktober 2022. Sumber: Bank Indonesia.
Devisa Ekspor
Untuk "memulangkan" devisa hasil ekspor yang selama ini banyak diparkir di luar negeri, Kementerian Keuangan akan menandatangani perjanjian kerja sama dengan BI dalam waktu dekat. Kerja sama ini dimaksudkan untuk mendorong akses data devisa hasil ekspor yang lebih akurat dan mutakhir.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan, penggunaan data itu akan membantu Kemenkeu dalam menegakkan sanksi kepada eksportir yang tidak menyimpan dana devisanya di Indonesia. Selain juga, memberi insentif untuk eksportir yang sudah patuh.
"Nanti akan ditambahkan semacam dashboard untuk mempermudah akses data, supaya kita bisa cepat tahu mana-mana saja (eksportir) yang harus segera ditegakkan. Selama ini karena datanya belum akurat, ada delay waktu, jadi penegakannya agak sulit," katanya.
Sejauh ini, menurutnya, langkah yang akan diambil Kemenkeu adalah perbaikan operasional internal bersama BI. Pemerintah belum melihat perlunya penambahan sanksi dan insentif guna mencegah dana devisa lari ke luar negeri.
"Sanksi dan insentif masih sama dengan yang diatur di PP Nomor 1 Tahun 2019. Sekarang perbaikan masih lebih ke internal operasional saja supaya datanya lebih akurat," kata Nufransa.
Untuk "memulangkan" devisa hasil ekspor yang selama ini banyak diparkir di luar negeri, Kementerian Keuangan akan menandatangani perjanjian kerja sama dengan BI dalam waktu dekat.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Abdurohman menambahkan, proses pengembalian dana devisa hasil ekspor bakal rumit dilakukan dari beberapa negara, terutama Singapura. Sebab, tingkat suku bunga deposito valuta asing (valas) di Singapura meningkat sangat tinggi di atas 7 persen.
"Bandingkan dengan kita yang hanya 1,75 persen. Ini situasinya memang jadi agak sedikit rumit. Kita sulit mengontrol devisa, bisa lari ke mana-mana. Meski sudah ada insentif, tapi karena dalam kondisi seperti ini, Singapura juga mungkin perlu menahan devisa mereka agar tidak keluar sehingga mereka menaikkan deposit rate-nya," kata Abdurohman.
Sebelumnya, usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna terkait Perkembangan dan Perekonomian Tahun 2022 dan Proyeksi Perekonomian Tahun 2023 di Istana Negara, Selasa (6/12/2022), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo. Salah satunya, Presiden meminta Bank Indonesia (BI) membuat mekanisme agar pada periode tertentu devisa hasil ekspor dapat disimpan dan diamankan di dalam negeri.
Menurut Airlangga, langkah itu penting mengingat neraca perdagangan RI surplus selama 30 bulan berturut-turut, sehingga mampu menambah cadangan devisa negara. Neraca perdagangan yang positif ini juga mengamankan neraca pembayaran Indonesia (NPI).
"Hal ini masih perlu ditopang lagi dengan memperkuat ekosistem keuangan berbasis devisa," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida.
BI mencatat, NPI pada triwulan III-2022 defisit sebesar 1,3 miliar dollar AS. Kondisi itu berbalik dari NPI triwulan II-2022 yang surplus 2,4 miliar dollar AS.
Tekanan dollar AS terhadap rupiah memang cukup besar. Untuk meredam tekanan tersebut, cadangan devisa RI perlu diperkuat. Salah satunya dengan menarik dana atau devisa hasil ekspor (DHE) orang Indonesia yang selama ini banyak yang disimpan di luar negeri.
Dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023 yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Senin (5/12/2022), Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, BI masih akan fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada 2023. Nilai tukar rupiah pada 2023 masih akan bergejolak karena efek strong dollar AS.
Indeks dollar AS pernah mencapai 114 terhadap mata uang asing, menguat kurang lebih 25 persen secara tahunan. Beberapa minggu ini, indeksnya mulai melemah menjadi sekitar 106.
Namun, lanjut Perry, ke depan dollar AS masih akan kuat tergantung tingginya inflasi dan tingginya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, Fed Fund Rate (FFR). BI memperkirakan puncak kenaikan FFR terjadi pada triwulan I-2023, yakni di level 5 persen.
"Jika perang Rusia-Ukraina tak kunjung mereda dan ekonomi AS, termasuk inflasinya, belum membaik, FFR bisa naik menjadi 5,25 persen. Bahkan FFR berpotensi tembus hingga 6 persen bila resikonya semakin tinggi ," katanya.
Sejak Agustus 2022, BI telah menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 175 basis poin dari 3,5 persen menjadi 5,25 persen. Dengan menaikkan suku bunga acuan dan menggulirkan sejumlah kebijakan lain yang terkait, depresiasi rupiah sepanjang 2022 hanya mencapai sekitar 9 persen. Hal itu lebih rendah dari penguatan dollar AS yang rata-rata sekitar 20 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom senior Indef Aviliani berpendapat, tekanan dollar AS terhadap rupiah memang cukup besar. Untuk meredam tekanan tersebut, cadangan devisa RI perlu diperkuat.
Salah satunya dengan menarik dana atau devisa hasil ekspor (DHE) orang Indonesia yang selama ini banyak yang disimpan di luar negeri. Regulator harus bisa menarik DHE itu agar dapat disimpan di dalam negeri.
"Misalnya dengan menerbitkan obligasi dengan insentif atau imbal hasil yang menarik. Onligasi ini berfungsi sebagai sarana menyimpan DHE. Selanjutnya, obligasi itu bisa digunakan Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor (LPEI) untuk pembiayaan ekspor," ujarnya.