Badan Pangan Minta Peternak Turunkan Harga Telur Ayam
Badan Pangan Nasional meminta peternak menurunkan harga telur ayam ras sesuai harga acuan. Sementara itu, sejumlah asosiasi peternak menyepakati harga Rp 27.500 per kg sebagai upaya meredam kenaikan harga telur ayam.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah asosiasi peternak menetapkan harga telur ayam ras sebesar Rp 27.500 per kilogram sejak 1 Desember 2022. Hal itu dilakukan mereka sebagai upaya meredam kenaikan harga telur. Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional meminta peternak untuk menurunkan harga sesuai acuan yang telah ditetapkan.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA), I Gusti Ketut Astawa, mengatakan, pihaknya sudah meminta salah satu perwakilan peternak, yakni Pinsar Petelur Nasional (PPN), untuk mengendalikan harga telur.
”Teman-teman PPN berjanji (harga telur ayam) ini step by step akan turun. Harga akan turun Rp 500, kemudian turun lagi Rp 500, hingga kembali ke harga acuan,” kata Ketut saat dihubungi di Jakarta, Senin (5/12/2022).
NFA telah menetapkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras.
Berdasarkan peraturan yang berlaku sejak 5 Oktober 2022 tersebut, harga acuan pembelian telur ayam ras di tingkat produsen atau peternak ditetapkan di kisaran Rp 22.000-Rp 24.000 per kilogram (kg), sedangkan harga acuan penjualan di tingkat konsumen Rp 27.000 per kg.
Ketut menyampaikan, kenaikan harga telur ayam ras dipicu oleh tingginya permintaan menjelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. Selain itu, produksi telur tidak sepadan dengan jumlah permintaan.
”Telur itu kan produksinya tetap, misalnya hari ini 1.000, besok akan 1.000, enggak bisa didua-kalilipatkan. Sehingga saat kebutuhan normal, harganya pasti normal, tetapi menjelang Natal dan Tahun Baru, orang persiapan mau bikin kue, pasti akan naik pada periode tertentu,” kata Ketut.
Ketut menambahkan, NFA memahami kenaikan harga itu disebabkan oleh lonjakan permintaan tanpa persiapan stok dan suplai yang memadai. Kendati begitu, ia berharap, para peternak mengikuti harga acuan yang telah ditetapkan.
”Saya harapkan peternak mulai mematuhi harga acuan. Harga acuan ini sebenarnya tidak ada sanksi. Ini hanya bagaimana pemerintah bisa mengendalikan (harga telur),” ujar Ketut.
Berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga rata-rata secara nasional telur ayam ras di tingkat produsen meningkat 0,75 persen dalam sepekan terakhir. Pada Senin (28/11/2022), tercatat Rp 24.700 per kg. Sementara pada Senin (5/12/2022), harganya meningkat menjadi Rp 25.420 per kg. Harga tertinggi tercatat berada di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni Rp 29.000 per kg, sedangkan harga terendah berada di Bali, yaitu Rp 22.290 per kg.
Saat dihubungi secara terpisah, Ketua Presidium Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Petelur Nasional atau PPN, Yudianto Yosgiarso, mengatakan, para peternak menetapkan harga senilai Rp 27.500 per kg sebagai upaya meredam kenaikan harga telur, khususnya di wilayah Jabodetabek.
Keputusan ini telah disepakati asosiasi dan koperasi petelur yang tergabung dalam Rumah Bersama sejak 1 Desember 2022, yakni PPN, Pinsar Indonesia (PI), Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN), Koperasi Pinsar Petelur Nasional, Koperasi Peternak Petelur Lampung, Koperasi Kendal, Koperasi Putra Blitar, dan Koperasi Srikandi Blitar.
Kenaikan harga telur ayam, kata Yudianto, sudah terjadi sejak 20 November 2022. Tingginya permintaan dan kurangnya stok telur menjelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 dinilai menjadi penyebab harga telur meningkat.
Ia menjelaskan, harga yang ditetapkan seharusnya Rp 25.800 per kg. Namun, karena ongkos pengiriman dari wilayah produksi telur di Jawa Timur, seperti Blitar dan Kendal, menuju Jakarta mencapai Rp 1.200, serta biaya kertas alas telur Rp 500, maka ditetapkan harganya menjadi Rp 27.500 per kg.
Ia menilai, harga acuan yang ditetapkan NFA saat ini tidak memperhatikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang turut mempengaruhi harga pangan. Yudianto menambahkan, penetapan harga Rp 27.500 per kg itu diharapkan dapat menurunkan harga telur ayam untuk tingkat peternak di daerah-daerah lainnya.
”Sambil berjalan, kami akan terus menurunkan (harga telur),” kata Yudianto.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri menyatakan, untuk saat ini, para pedagang telur tidak bisa mengikuti harga acuan yang ditetapkan NFA, yakni Rp 27.000 per kg.
”Kalau kami menerimanya, katakanlah Rp 28.500 per kg, kami jualnya tetap Rp 29.000 per kg atau Rp 29.500 per kg. Kami menjual sesuai dengan harga yang kami terima dari agen atau dari peternak,” kata Mansuri.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpandangan, ada dua faktor penyebab kenaikan harga telur ayam. Pertama, faktor musiman menjelang hari Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 yang membuat tingginya permintaan terhadap telur ayam.
Faktor itu juga dipicu mulai aktifnya kegiatan libur dan rekreasi di luar rumah dibandingkan tahun lalu. Ketika pandemi Covid-19 mulai mereda, masyarakat melakukan aktivitas lebih tinggi dan menimbulkan kenaikan permintaan telur dari hotel, restoran, serta tempat perbelanjaan.
Faktor kedua, kata Bhima, harga pakan ternak sudah naik sejak Agustus 2022 karena sebagian dipengaruhi selisih kurs rupiah dan ketersediaan pasokan impor.
”Problemnya, sebagian peternak mengandalkan pakan dengan campuran impor jagung dan gandum. Begitu rupiah melemah, efeknya akan terasa ke biaya produksi ayam petelur,” kata Bhima.
Solusinya, lanjut Bhima, pemerintah perlu menjaga harga pakan ternak dan mendorong alternatif pakan lokal. Selain itu, imbas bencana alam terhadap distribusi pangan, terutama telur ayam, harus diwaspadai.
”Koordinasi antara pemerintah daerah juga urgen untuk memastikan stok telur tersedia. Misalnya, daerah penghasil telur dapat mendorong stok ke daerah yang mengalami kenaikan harga telur ayam,” kata Bhima.