Inflasi Beras Diperkirakan Masih Terjadi meski Melandai
Inflasi beras diperkirakan masih terjadi meskipun mulai melandai. Serikat Petani Indonesia berharap pemerintah menaikkan harga pembelian guna memastikan petani mendapatkan insentif atas usahanya.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Pekerja beristirahat di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (2/11/2022). Pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang menurun.
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada September 2022 masih berimbas terhadap kenaikan harga beras di Indonesia hingga saat ini. Meskipun mulai melandai, inflasi beras diperkirakan masih terjadi.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat kenaikan nilai tukar petani (NTP) selama November 2022 sebesar 0,5 persen menjadi 107,81 poin. Kenaikan NTP, antara lain, disumbang oleh kenaikan NTP pada subsektor tanaman pangan sejalan dengan kenaikan harga gabah.
”Kenaikan harga gabah ini mendorong kenaikan NTP. Kenaikan (ongkos) benih, pupuk, pestisida, sewa, transportasi, barang modal, dan upah buruh (BPPBM) yang dibayar petani menunjukkan adanya kenaikan upah buruh tani. Kenaikan bahan bakar traktor juga berdampak pada kenaikan ongkos transportasi,” kata Direktur Statistik Harga BPS Windhi Putranto pada Sabtu (3/12/2022).
Inflasi beras dan gabah masih tetap terjadi meskipun mulai melandai. Menurut Windhi, kenaikan harga beras dan gabah salah satunya disebabkan oleh adanya efek musiman di akhir tahun.
”Faktor musiman akhir tahun juga berpengaruh terhadap kenaikan harga tanaman pangan. Jika dilihat, produksi lebih sedikit dibandingkan dengan triwulan III-2022. Permintaan konsumsi tidak diimbangi dengan produksi sehingga menggerus stok beras dan gabah yang berpotensi pedagang menaikkan harga beras karena stok terbatas,” kata Windhi.
Ongkos produksi pertanian tanaman pangan juga menjadi salah satu faktor kenaikan harga beras dan gabah sejak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut Windhi, saat ini merupakan efek lanjutan (second round effect) yang masih dirasakan sejak kenaikan harga BBM pada September 2022.
Rata-rata harga beras di penggilingan pada November 2022 mencapai Rp 10.245 per kilogram atau naik 0,85 persen dari bulan Oktober seharga Rp 10.158 per kilogram. Harga beras di penggilingan pada November 2022 naik 10,7 persen dibandingkan dengan November 2021 (year on year/yoy) yang tercatat Rp 9.148 per kilogram.
”Sedangkan rata-rata harga beras grosir pada November 2022 sebesar Rp 11.012 per kilogram atau naik 0,6 persen dibandingkan dengan Oktober kemarin yang harganya Rp 10.947 per kilogram. Harga ini naik 6,14 persen dibandingkan dengan November 2021. Beras eceran pada November 2022 harganya mencapai Rp 11.877 per kilogram, yang juga naik 0,37 persen dibandingkan bulan Oktober atau naik 4,18 persen jika dibandingkan dengan November 2021,” paparnya.
Stabilitas gabah
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai, kenaikan harga BBM membuat petani harus meningkatkan harga beras dan gabah. Namun, menurut dia, meskipun harga produksi gabah meningkat, pendapatan petani tidak naik secara signifikan. ”Meningkatnya NTP yang semakin baik tidak secara menyeluruh (dinikmati petani) karena tidak semuanya panen padi,” ujarnya.
Meskipun melandai, inflasi beras masih terjadi. Dengan kondisi itu, petani berharap pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) beras dan gabah. SPI mengusulkan HPP untuk gabah sebesar Rp 5.600 per kilogram.
Menurut Henry, harga yang disarankan merupakan harga yang layak dan perlu dipertahankan oleh pemerintah agar petani tetap mendapatkan insentif atas usahanya dan produksi terjaga. Pemerintah dan Bulog juga dapat menjaga kestabilan harga serta memperbaiki kinerja sebagai penjaga stok.
”Perlu dibuat HPP yang baru dengan harga Rp 5.600 per kilogram. Kemudian Bulog harus membenahi kelembagaan untuk bisa membeli gabah di musim panen raya serta membangun koperasi petani dan sarananya, seperti gudang dan pengeringan, sehingga petani dapat menyimpan hingga mendistribusikan gabah,” katanya.
Adapun harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada November 2022 meningkat, yakni dari Rp 5.397 per kilogram naik 0,81 persen menjadi Rp 5.400 per kilogram secara bulanan (month to month/mtm). Harga ini meningkat sebesar 16,06 persen secara tahunan (yoy).
Sementara itu, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani pada November 2022 tercatat Rp 5.785 per kilogram atau menurun sebesar 1,79 persen menjadi Rp 5.681 per kilogram secara bulanan (mtm), tetapi naik 14,32 persen secara tahunan (yoy). Meskipun begitu, rata-rata harga beras di penggilingan, grosir, dan eceran mengalami peningkatan baik secara bulanan maupun tahunan.