Rencananya, pada Jumat (2/12/2022), siaran analog terestrial Kota Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, dan Batam akan dimatikan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Irfan (40), Warga Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Jawa Barat, menonton iklan masyarakat tentang migrasi dari siaran analog ke siaran digital, Kamis (6/10/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tetap menginginkan pelaksanaan migrasi siaran analog ke digital terestrial atau analog switch off (ASO) berlanjut, meskipun hal ini diwarnai isu potensi penurunan jumlah pemirsa hingga kejelasan landasan hukum. Rencananya, pada Jumat (2/12/2022), siaran analog terestrial Kota Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, dan Batam akan dimatikan.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Usman Kansong, saat dihubungi Rabu (30/11/2022), di Jakarta, mengatakan, lembaga penyiaran multipleksing menyatakan siap melakukan ASO berikutnya pada 2 Desember 2022. Kriteria pelaksanaannya masih sama dengan ASO Jabodetabek, yaitu distribusi alat bantu penerima siaran digital untuk rumah tangga miskin telah mendekati 100 persen.
Rencana melaksanakan ASO pada 2 Desember 2022 terungkap dalam rapat bersama Kemkominfo, lembaga penyiaran multipleksing, pelaku industri elektronik yang memproduksi alat bantu penerima siaran digital, perangkat televisi, Nielsen, dan Komisi Penyiaran Indonesia.
“Nielsen telah mengevaluasi pelaksanaan ASO Jabodetabek. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan kepemirsaan televisi digital yang signifikan. Antusiasme masyarakat untuk beralih ke siaran televisi digital sudah terlihat melalui meningkatnya penjualan alat bantu penerima siaran televisi digital ataupun menonton siaran televisi digital terestrial,” kata Usman.
Kriteria pelaksanaannya masih sama dengan ASO Jabodetabek, yaitu distribusi alat bantu penerima siaran digital untuk rumah tangga miskin telah mendekati 100 persen.
Komisioner KPI Pusat Mohamad Reza, dalam siaran pers, mengatakan, pihaknya menyambut baik keputusan melanjutkan ASO. Migrasi siaran ini harus jalan dan tidak boleh tertunda karena alasan tertentu. Kota Surabaya yang rencana awalnya masuk dalam ASO pada 2 Desember 2022 tidak jadi karena capaian distribusi alat bantu penerima siaran digital masih 66 persen.
Perakitan Televisi - Sejumlah karyawan PT LG Electronics menyelesaikan pekerjaan merakit televisi. PT LG Electronics Indonesia (LG) meluncurkan produk televisi baru di pabrik LG, Cibitung, Rabu (13/4/2016).
Pemirsa turun
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto, saat dihubungi terpisah, menceritakan, jumlah pemirsa siaran televisi digital terestrial pasca ASO Jabodetabek sempat turun sampai lebih dari 40 persen. Kemudian, dalam waktu cepat, terjadi lonjakan pemirsa meskipun belum mampu menyamai total pemirsa seperti saat siaran televisi analog terestrial. Dia menduga hal itu karena ada konten Piala Dunia.
“Jika ASO diperluas pada Jumat besok, tentu saja akan ada penurunan jumlah kepermisaan (kembali). Sebab, rata rata digital ready home di wilayah non-Jabodetabek masih di bawah 50 persen. Namun, penyelenggaraan Piala Dunia masih sampai 18 Desember 2022 sehingga kami harap konten itu mampu mengakselerasi kepemirsaan siaran televisi digital terestrial,” ujar dia.
Lebih jauh, Janoe mengakui, jenama-jenama relatif masih bersikap tunggu dan lihat. Sejauh ini, berdasarkan pengamatan dia, ada jenama yang terus memasang iklan di televisi dan ada pula yang mengompensasikan ke medium lain.
Killer content, seperti tayangan Piala Dunia, akan mendorong pemirsa televisi bergegas migrasi. Kecukupan alat bantu penerima siaran digital juga harus diperhatikan agar ASO bisa berjalan optimal
“Penurunan belanja iklan di televisi mungkin sifatnya sementara dan tidak signifikan. Killer content, seperti tayangan Piala Dunia, akan mendorong pemirsa televisi bergegas migrasi. Kecukupan alat bantu penerima siaran digital juga harus diperhatikan agar ASO bisa berjalan optimal (kepemirsaan tumbuh),” imbuh dia.
Di sisi lain, pelaksanaan ASO juga masih diwarnai sejumlah isu regulasi. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran yang diajukan oleh Lombok TV.
Pasal 81 ayat (1) berkaitan dengan sewa-menyewa slot frekuensi/multipleksing. Pasal ini, oleh MA, dianggap bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
UU No 11/2020 juga sebenarnya mengamanatkan tenggat ASO secara nasional dua tahun setelah UU diundangkan, yaitu tepatnya 2 November 2022. Namun, pada tanggal itu, masih ada kabupaten/kota belum bisa dimatikan siaran televisi analog terestrialnya.
Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), Bayu Wardhana, berpendapat, isu regulasi tersebut bisa membuat ASO mengalami jalan buntu, terutama soal keputusan MA terkait sewa-menyewa multipleksing. Para pengelola multipleksing bisa merasa telah berinvestasi, tetapi ‘berpotensi’ tidak bisa menarik biaya sewa. Pemerintah perlu mencari jalan keluarnya, seperti mempergunakan opsi menarik kembali dan membuat ada pengelola tunggal (single mux).
“Siaran televisi teresterial tetap dibutuhkan untuk penduduk di luar Jabodetabek, bahkan masih jadi acuan/referensi. Mereka harus dilayani. Jika ada masyarakat Jabodetabek beralih ke aplikasi internet, kami menilai itu proses alamiah dalam bisnis,” kata dia.