Sampai Selasa (29/11/2022), sebanyak 33 provinsi telah menetapkan upah minimum provinsi tahun 2023. Kenaikannya berkisar 4-9,15 persen dibandingkan upah minimum tahun ini.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 33 provinsi telah menetapkan upah minimum provinsi atau UMP tahun 2023 pada Selasa (29/11/2022). Mereka menggunakan formula penghitungan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan, provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Lalu Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Kemudian, sembilan provinsi lainnya adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Ida menambahkan, kenaikan UMP tahun 2023 tertinggi terjadi di Provinsi Sumatera Barat, sementara kenaikan terendah terjadi di Maluku Utara. UMP Sumatera Barat naik 9,15 persen atau dari Rp 2,51 juta menjadi Rp 2,74 juta. Sementara di Maluku Utara, UMP naik 4 persen atau dari Rp 2,86 juta menjadi Rp 2,97 juta.
Kementerian Ketenagakerjaan masih menunggu gubernur lain untuk menetapkan UMP 2023. ”Kami optimistis para gubernur lainnya akan segera menetapkan UMP tahun 2023 sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Ida menekankan, formula penghitungan yang tercantum dalam Permenaker No 18/2022 merupakan jalan tengah, baik bagi pekerja/buruh maupun pengusaha. Selain daya beli, formula di Permenaker itu terkandung kontribusi ketenagakerjaan terhadap pertumbuhan ekonomi.
”Formula perhitungan UMP tahun 2023 sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18/2022 telah berhasil menghadirkan jalan tengah bagi pengusaha dan pekerja/buruh. Hal ini terlihat dari rata-rata kenaikan UMP mencapai 7,5 persen di rentang alpha 0,2 (tengah-tengah),” kata Ida.
Berikut daftar provinsi yang telah menetapkan UMP Tahun 2023:
1. Aceh Rp 3.413.666,00; naik sebesar 7,81%
2. Sumatera Utara Rp 2.710.493,93 (7,45%)
3. Sumatera Barat Rp 2.742.476,00 (9,15%)
4. Riau Rp 3.191.662,53 (8,61%)
5. Jambi Rp 2.943.033,08 (9,04%)
6. Sumatera Selatan Rp 3.404.177,24 (8,26%)
7. Bengkulu Rp 2.418.280,00 (8,05%)
8. Lampung Rp 2.633.284,59 (7,90%)
9. Bangka Belitung Rp 3.498.479,00 (7,15%)
10. Kepulauan Riau Rp 3.279.194,00 (7,51%)
11. DKI Jakarta Rp 4.901.798,00 (5,60%)
12. Jawa Barat Rp 1.986.670,17 (7,88%)
13. Jawa Tengah Rp 1.958.169,69 (8,01%)
14. Daerah Istimewa Yogyakarta Rp 1.981.782,39 (7,65%)
15. Jawa Timur Rp 2.040.244,30 (7,86%)
16. Banten Rp 2.661.280,11 (6,40%)
17. Bali Rp 2.713.672,28 (7,81%)
18. Nusa Tenggara Barat Rp 2.371.407,00 (7,44%)
19. Nusa Tenggara Timur Rp 2.123.994,00 (7,54%)
20. Kalimantan Barat Rp 2.608.601,75 (7,16%)
21. Kalimantan Tengah Rp 3.181.013,00 (8,85%)
22. Kalimantan Selatan Rp 3.149.977,65 (8,38%)
23. Kalimantan Timur Rp 3.201.396,04 (6,20%)
24. Kalimantan Utara Rp 3.251.702,67 (7,79%)
25. Sulawesi Utara Rp 3.485.000,00 (5,26%)
26. Sulawesi Tengah Rp 2.599.456,00 (8,73%)
27. Sulawesi Selatan Rp 3.385.145,00 (6,93%)
28. Sulawesi Tenggara Rp 2.758.984,54 (7,10%)
29. Gorontalo Rp 2.989.350,00 (6,74%)
30. Sulawesi Barat Rp 2.871.794,82 (7,20%)
31. Maluku Rp 2.812.827,66 (7,39%)
32. Maluku Utara Rp 2.976.720,00 (4,00%)
33. Papua Rp 3.864.696,00 (8,50%).
Sehari sebelumnya, sepuluh asosiasi pengusaha resmi mendaftarkan permohonan uji materi atas Permenaker No 18/2022 ke Mahkamah Agung, Senin (28/11/2022). Selain melanggar sejumlah peraturan perundangan yang lebih tinggi, regulasi itu dinilai menimbulkan ketidakpastian yang memperburuk iklim investasi.
Sepuluh asosiasi itu ialah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Selain itu, Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (Hippindo), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Mereka menunjuk firma Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity) sebagai kuasa hukum.
Dalam keterangan persnya, firma hukum Integrity menilai Permenaker No 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 melanggar sejumlah peraturan perundangan. Peraturan yang dilanggar itu, antara lain, Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 tentang Pengupahan, Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah dengan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja, serta Putusan Mahkamah Konstitusi No 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja (Kompas, 29/11/2022).
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan, pemerintah yang dalam hal ini adalah Kemenaker akan menunggu permohonan resmi uji materi yang akan disampaikan MA oleh pihak pemohon.
Dosen Hukum Perburuhan Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa, saat dihubungi secara terpisah berpendapat, UMP yang ditetapkan oleh sejumlah provinsi sesuai Permenaker No 18/2022 berarti sudah dari hasil rekomendasi dewan pengupahan daerah. Dewan pengupahan daerah di dalamnya terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah daerah.
Jadi, kalau Apindo sebenarnya mendaftarkan gugatan Permenaker No 18/2022, hal ini boleh-boleh saja. ”Akan tetapi, hal ini bisa menjadi kontraproduktif karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap UMP yang sudah ditetapkan. Polemik UMP tahun 2022 di DKI Jakarta bisa jadi pelajaran,” ujarnya.
Hal yang perlu dipastikan pemerintah pusat atau daerah adalah pengawasan pelaksanaan UMP tahun 2023 yang sudah diketuk.
Menurut Nabiyla, langkah yang dilakukan pemerintah provinsi mengikuti kebijakan Permenaker No 18/2022 sudah tepat karena memang kebijakan terbarunya itu. Hal yang perlu dipastikan pemerintah pusat atau daerah adalah pengawasan pelaksanaan UMP tahun 2023 yang sudah diketuk.
Pengawasan mengenai UMP tahun 2023 menyasar ke dua hal. Hal pertama adalah memastikan tidak ada pekerja yang dibayar di bawah UMP tahun 2023. Hal kedua adalah memastikan bahwa UMP tahun 2023 hanya diterapkan bagi pekerja tahun pertama/baru.
”Jadi, jika pekerja tahun kedua, seharusnya gajinya mengikuti struktur skala upah yang sudah diterapkan perusahaan. Peran pengawas ketenagakerjaan dimaksimalkan,” ujarnya.