Pemetaan Literasi Ekosistem Digital Perkuat Kebijakan untuk Ekspor UMKM
Untuk mengatasi tantangan ekspor, UMKM mesti berkomunitas dan diintegrasikan dengan industri untuk menggarap sumber daya potensial di daerahnya. Artinya, integrasi tersebut sebaiknya berbasis wilayah.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks yang mencerminkan tingkat literasi ekonomi digital di tataran kabupaten/kota bisa menjadi landasan kebijakan penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM, termasuk untuk mengekspor produknya. Produk ekspor UMKM dapat semakin berdaya saing jika bergabung sebagai suatu komunitas berbasis daerah yang terintegrasi dengan industri.
Tim Litbang Kompas dan Lazada memublikasikan studi berjudul”Indonesia Digital Economy Literacy Index 2022” pada Indonesia Digital Economy Conference yang digelar di Jakarta, Selasa (29/11/2022). Studi ini menganalisis data sekunder untuk menilai 514 kota/kabupaten se-Indonesia. Selain itu, terdapat wawancara kepada 1.200 responden yang tersebar di 18 kota/kabupaten dalam proses penelitian tersebut.
Ada lima dimensi yang dikaji dalam perumusan indeks untuk setiap kota/kabupaten, yakni infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, pengadopsian inovasi dan teknologi, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, serta ekosistem e-dagang. Skor indeks berada di rentang 1-7. Dari kelompok kota, Bandung, Jawa Barat, memperoleh indeks tertinggi, yakni 5,34. Di kelompok kabupaten, Sleman, Yogyakarta, menempati posisi teratas dengan indeks 5.
Menurut Executive Director Lazada Indonesia Ferry Kusnowo, data indeks tersebut dapat menjadi acuan untuk menganalisis tingkat literasi ekonomi digital UMKM berbasis wilayah dan menyusun strategi untuk memperkuat ekspor UMKM. ”Kota/kabupaten yang indeksnya tinggi dapat menjadi contoh bagi daerah lain. Bagi kota/kabupaten yang tertinggal, perlu kita desain agar bisa ditingkatkan,” ujarnya saat ditemui di sela-sela konferensi.
Melalui program yang baru berjalan selama enam bulan terakhir, lanjut Ferry, Lazada telah memfasilitasi 100-200 pelaku UMKM yang sudah memiliki kapasitas untuk mengekspor. Adapun negara tujuannya adalah Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Meskipun belum dapat menyebutkan angkanya, Ferry optimistis, permintaan ekspor produk UMKM meningkat. Dia mencontohkan salah satu pelaku UMKM asal Bandung yang mengekspor gamis ke Filipina. Pelaku usaha itu menyebutkan, permintaan ke Filipina lebih besar dibandingkan permintaan dari domestik. Artinya, model yang diproduksi pelaku tersebut cocok dengan selera pasar Filipina.
Kinerja UMKM itu selaras dengan dua aspek penentu kemajuan perekonomian negara menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Dalam pembukaan konferensi, dia mengatakan, kedua aspek itu ialah kemampuan UMKM dalam menguasai pasar dalam negeri dan kemampuan Indonesia dalam menyerbu pasar luar negeri.
Walaupun demikian, ekspor UMKM masih menghadapi sejumlah tantangan. Deputi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin menyebutkan, UMKM kerap sulit memenuhi permintaan di pasar tujuan ekspor dari segi kuantitas.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Founder Center of Reform on Economics Indonesia Hendri Saparini berpendapat, UMKM mesti berkomunitas dan diintegrasikan dengan industri untuk menggarap sumber daya potensial di daerahnya. Artinya, integrasi tersebut sebaiknya berbasis wilayah. Adapun pelaku e-dagang berperan menyerap hasil produksi dan pengolahan tersebut.
Hendri melanjutkan, pelaksanaan strategi berbasis wilayah itu membutuhkan data yang dapat mengklasifikasi pelaku UMKM sesuai dengan kualitas produk dan kapasitasnya. ”Data ini juga menjadi dasar untuk memberikan perlakuan spesifik bagi UMKM sesuai dengan klasifikasi tersebut,” ujarnya dalam salah satu sesi diskusi pada konferensi.
Pendekatan berbasis wilayah juga menjadi strategi Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan, timnya berkeliling mencari UMKM potensial, misalnya produk kopi dan mode, yang diperkirakan berkapasitas memenuhi permintaan besar. Kegiatan itu juga memetakan UMKM berdasarkan klusternya.
Bima menambahkan, selama pandemi Covid-19, jumlah UMKM yang telah membuka akun penjualan dalam jaringan atau daring (on-boarding) mencapai 12 juta pelaku usaha. Sebelum pandemi, jumlahnya 8 juta pelaku usaha. Dengan demikian, saat ini ada sekitar 20 juta UMKM memiliki akun berjualan secara daring.
Secara umum, Chief Business Officer Lazada Group James mengatakan, tantangan ekonomi saat ini memberikan kesempatan bagi ekonomi digital untuk tumbuh. Oleh sebab itu, dia mengapresiasi UMKM Indonesia dari sisi daya pulih, daya tahan, dan semangat berkomunitas, khususnya dalam menyambut kesempatan untuk memanfaatkan ekosistem perekonomian digital.