Pemerintah dinilai perlu memperhatikan suplai dan distribusi beras seiring bergesernya masa panen dan potensi koreksi pertumbuhan produksi tahun ini. Opsi impor muncul karena stok beras pemerintah kian menipis.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi produksi beras nasional pada Oktober 2022 lebih rendah dibandingkan perkiraan karena pergeseran musim panen dan banjir. Dampaknya, proyeksi pertumbuhan tahunan beras nasional 2022 terkoreksi. Koreksi ini patut menjadi perhatian terkait distribusi dan suplai beras.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) yang diolah dari Badan Pusat Statistik yang dipublikasikan pada Oktober 2022, proyeksi luas panen pada Oktober-Desember 2022 secara berturut-turut mencapai 930.000 hektar, 510.000 hektar, dan 480.000 hektar. Luas panen tersebut diprediksi dapat menghasilkan produksi beras 2,85 juta ton (Oktober 2022), 1,62 juta ton (November 2022), dan 1,43 juta ton (Desember 2022).
Per November 2022, data realisasi luas panen dan produksi beras pada Oktober 2022 masing-masing sebesar 790.000 hektar dan 2,43 juta ton. Adapun proyeksi luas panen pada November dan Desember 2022 berubah menjadi 707.000 hektar dan 348.000 hektar sedangkan perkiraan produksi berasnya 2,24 juta ton dan 1,06 juta ton.
Dengan demikian, realisasi luas panen pada Oktober 2022 lebih rendah 15,05 persen dibandingkan proyeksinya. Imbasnya, realisasi produksi beras lebih rendah 14,73 persen.
Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS Kadarmanto mengatakan, selisih (kurang ataupun lebih) antara proyeksi dan realisasi data berdasarkan metode kerangka sampel area mencapai 7-18 persen. ”Sepertinya terjadi pergeseran panen karena potensi panen November lebih besar dibandingkan yang kita proyeksikan bulan sebelumnya. Banjir juga mungkin berdampak (pada realisasi produksi beras pada Oktober yang lebih rendah dibandingkan proyeksinya),” katanya saat dihubungi, Senin (28/11/2022).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas lahan yang puso akibat banjir sepanjang Januari-Oktober 2022 mencapai 20.797 hektar. Total lahan puso pada periode tersebut mencapai 26.788 hektar. Jika dibandingkan dengan luas tanam yang sebesar 8,79 juta hektar, proporsi luas lahan puso itu berkisar 0,34 persen.
Di sisi lain, panen Oktober-Desember 2022 menjadi tumpuan pertumbuhan produksi beras nasional sepanjang 2022. Produksi beras Januari-September 2022 mencapai 26,17 juta ton atau lebih rendah 0,22 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Dengan pemutakhiran data yang memperhitungkan realisasi pada Oktober 2022 dan perubahan proyeksi pada November-Desember 2022, produksi beras nasional mencapai 31,9 juta ton. Data yang dirilis pada Oktober 2022 menunjukkan produksi beras nasional diperkirakan mencapai 32,07 juta ton. Artinya, pertumbuhan produksi beras nasional terkoreksi dari 2,29 persen menjadi 1,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, pertumbuhan tahunan produksi beras yang tergolong aman berkisar 2-3 persen. ”Pertumbuhan sebesar 1,7 persen itu menandakan saat ini pemerintah perlu cermat dalam mendistribusikan stok beras dari daerah surplus ke defisit. Perhatikan juga pergeseran waktu panen yang dapat membuat suatu wilayah menjadi surplus beras,” tuturnya saat dihubungi.
Pada tahun-tahun sebelumnya, kata Bayu, Perum Bulog dapat menjadi andalan dalam distribusi beras tersebut. Namun, situasi saat ini membuat Bulog sulit memindahkan beras ke wilayah-wilayah defisit karena keterbatasan stok.
Berdasarkan data Bulog per 28 November 2022, stok beras yang dikelola mencapai 562.000 ton. Pengadaan dalam negeri mencapai 934.000 ton, sedangkan realisasi operasi pasar berada di angka 1,01 juta ton.
Sementara itu, Sekretaris Menteri Negara Pangan 1993-1999, Sapuan Gafar, berpendapat, pertumbuhan beras sebaiknya berkisar 3 persen. Di tengah kecenderungan peralihan area sawah menjadi kawasan industri, permukiman, dan jalan tol, produksi beras mesti naik karena jumlah penduduk meningkat.
Tipisnya stok bulog itu membuat pemerintah melirik impor sebagai alternatif pengadaan pada akhir tahun. Dengan memperhitungkan kebutuhan penyaluran beras untuk operasi pasar dan jumlah stok saat ini, proyeksi NFA menunjukkan, sisa stok Bulog dapat mencapai 342.000 pada akhir tahun. Oleh sebab itu, pemerintah meminta Bulog meningkatkan stok beras yang dikelola menjadi 1,2 juta ton pada akhir tahun.
Asisten Deputi Fasilitasi Perdagangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tatang Yuliono mengatakan, merealisasikan impor beras pada tahun ini tidak mudah lantaran tantangan pangan global. ”Namun, pemerintah membutuhkan stok beras untuk meredam inflasi,” ujarnya dalam diskusi dalam jaringan berjudul Harmonisasi Regulasi dan Akuntabilitas Neraca Komoditas yang diselenggarakan Alinea ID, Senin.
Dalam menentukan kebijakan impor beras, kata Tatang, Kementerian Pertanian, NFA, dan kementerian/lembaga lain sepakat mengacu pada data BPS. Data ini juga diperhitungkan dalam sistem nasional neraca komoditas.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan, situasi beras saat ini merupakan dampak kinerja Bulog pada panen raya 2022. Menurut Dwi, serapan Bulog tidak optimal pada panen raya padahal produksi melimpah.
Berdasarkan data NFA yang diperoleh dari Bulog dan BPS, serapan Bulog pada semester I-2022 mencapai 550.134 ton atau merosot 25,6 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Padahal, produksi beras nasional pada periode itu naik 0,71 persen.