Penipu menyamar sebagai pihak bank menginformasikan perubahan tarif transfer sehingga meminta nasabah mengirimkan sejumlah data pribadi. Data ini digunakan pelaku untuk mengambil uang di rekening korban.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penipuan bermodus operandi rekayasa sosial (social engineering/soceng) masih terjadi dengan mengincar nasabah perbankan. Nasabah diminta lebih berhati-hati dengan tidak memberikan data pribadi dan mengecek sumber resmi agar terhindar dari penipuan.
Pekan lalu, polisi menangkap penipu yang menyamar sebagai pihak BRI yang menginformasikan perubahan tarif transfer sehingga meminta nasabah mengirimkan sejumlah data pribadi perbankannya. Data ini digunakan pelaku untuk mengambil uang di rekening korban.
Badan Reserse Kriminal Polri menangkap tersangka berinisial FI, H, dan N. Ketiganya diduga membuat dan mengelola enam situs web palsu. Modusnya, mereka berpura-pura menjadi pihak resmi BRI dan menginformasikan perubahan tarif transfer.
Sementara situs palsu itu menjalankan modus penipuan pembelian tiket Formula E. Tersangka juga melakukan kontak komunikasi langsung dengan korban untuk memanipulasi kondisi psikologis korban agar mengungkapkan data pribadi dan data perbankannya.
Dengan cara tersebut, tersangka dapat mengambil alih pengguna internet banking dan melakukan transaksi dengan mengambil sejumlah saldo milik nasabah yang menjadi korban. BRI dan polisi melakukan analisis bersama tentang alur transaksi untuk mengungkap identitas tersangka.
Para tersangka dijerat Pasal 45A Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) dan/atau Pasal 51 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto, Minggu (27/11/2022), menyatakan, pihaknya mendukung penangkapan itu. Penanganannya diharapkan meredam kejahatan serupa agar tidak terulang kembali.
Di sisi lain, kata Solichin, BRI secara berkala melakukan edukasi pencegahan berbagai modus penipuan, khususnya kejahatan soceng melalui saluran komunikasi resmi perseroan. Hal itu diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat agar terhindar dari modus tersebut.
”BRI mengimbau nasabah agar senantiasa berhati-hati dalam melakukan transaksi finansial, yaitu dengan menjaga kerahasiaan data pribadi dan data perbankan. Nasabah diharapkan tidak memberitahukan informasi yang dapat digunakan (untuk) mengakses akun, seperti password (kata kunci) dan PIN (nomor identitas pribadi),” ujarnya.
Solichin menambahkan, BRI menginformasikan seluruh layanan melalui saluran komunikasi resmi yang dapat diakses nasabah melalui situs www.bri.co.id, Instagram: @bankbri_id, Twitter: bankbri_id, kontak_bri, promo_bri, Facebook: Bank BRI, Youtube: Bank BRI, Tiktok: Bank BRI, dan Contact BRI di nomor 14017/1500017.
Selain BRI, BCA juga melakukan sosialisasi soal modus kejahatan soceng. Executive Vice President Communication and Social Responsibility BCA Hera F Haryn menjelaskan, belakangan ini marak penipuan melalui telepon atau aplikasi percakapan Whatsapp yang mengatasnamakan BCA dan iklan akun BCA palsu di media sosial, khususnya di Instagram dan Facebook, yang menawarkan program peningkatan status (upgrade) menjadi nasabah BCA Solitaire dan Prioritas.
”Social engineering merupakan salah satu bentuk kejahatan yang merampas uang di rekening seseorang melalui berbagai modus tertentu, terutama memperdaya nasabah dengan iming-iming tertentu untuk menguasai data rahasia/pribadi nasabah, seperti PIN, OTP, dan password,” ujar Hera.
Sebagaimana ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku, kerugian akibat kelalaian nasabah memberikan data rahasia kepada pihak lain bukan merupakan tanggung jawab bank. Hera mengimbau nasabah untuk tidak memberikan data yang bersifat rahasia kepada pihak mana pun, termasuk kerabat dan orang terdekat. Data bersifat rahasia itu meliputi personal identification number (PIN), one time password (OTP), kata kunci, card verification code (CVC), dan card verification value (CVV).
Upaya sosialisasi pencegahan bahaya soceng juga dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui berbagai saluran media sosial. Dalam akun resmi Youtube OJK, anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan OJK, Friderica Widyasari Dewi, juga pernah mengupas modus dan bahaya dari soceng. ”Kami akan terus mengedukasi masyarakat agar waspada dan memahami bentuk-bentuk penipuan soceng ini,” ujar Friderica.