Kepala Daerah Diminta Berkoordinasi untuk Mobilisasi Bahan Pangan
Mobilisasi bahan pangan dari daerah surplus ke daerah defisit dinilai dapat menjaga ketersediaan dan stabilitas harga komoditas pangan di daerah. Hal itu juga bertujuan mencegah kenaikan harga dan menekan laju inflasi.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jika dibutuhkan adanya mobilisasi bahan pangan untuk menjaga stok dan stabilitas harga, kepala daerah diminta berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA). Langkah antisipasi berupa mobilisasi bahan pangan ini juga bertujuan untuk mengendalikan kenaikan harga dan menekan laju inflasi.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi meyakini, mobilisasi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit efektif menjaga ketersediaan dan stabilitas harga komoditas pangan, terutama di daerah terluar dan perbatasan.
”Apabila harga komoditas pangan terkendali, maka target penurunan inflasi di November bisa tercapai seperti yang terjadi pada Oktober, di mana angka inflasi berada di posisi 5,71 persen, turun 0,25 persen dibanding September,” kata Arief melalui siaran pers, Sabtu (26/11/2022).
Arief pada Jumat (25/11/2022) menggelar rapat koordinasi terbatas Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah wilayah Sulawesi, Kalimantan, Papua, dan Maluku bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Pontianak, Kalimantan Barat.
Dalam rapat itu, Arief menyampaikan, sampai 24 November 2022, NFA telah memfasilitasi mobillisasi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit sebanyak 5.000 ton untuk sejumlah komoditas pangan. Komoditas itu antara lain beras, bawang merah, cabai keriting, cabai rawit merah, jagung, telur ayam ras, daging ayam ras, gula konsumsi, minyak goreng, ayam hidup, dan sapi hidup. Komoditas jagung menjadi yang terbanyak, yakni sekitar 3.500 ton.
”Aksi tersebut dijalankan secara business to business (B2B) melalui sinergi antara NFA, pemda, asosiasi petani dan peternak, dan pelaku usaha,” ucap Arief.
Upaya mobilisasi pangan ini, kata Arief, sejalan dengan hasil telaah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang menyebutkan, tantangan utama pengendalian inflasi di daerah perbatasan perlu menjadi perhatian. Hal ini berkaitan dengan kelancaran distribusi, ketersediaan infrastruktur, dan ketersediaan pasokan.
”Untuk meningkatkan volume pendistribusian pangan antardaerah, kami terus berkomunikasi dengan Kemenhub dalam rangka optimalisasi tol laut. Saat ini telah diinventarisasi potensi pangan daerah-daerah perbatasan agar kapal tol laut yang membawa pangan ke sana kembali dengan muatan pangan lokal,” tuturnya.
Kendati begitu, ia menempatkan aksi mobilisasi ini sebagai bagian dari solusi jangka pendek. Langkah jangka panjang juga perlu dilakukan, yakni memunculkan sentra-sentra produksi pangan baru di daerah.
Aksi mobilisasi ini sebagai bagian dari solusi jangka pendek. Langkah jangka panjang juga perlu dilakukan, yakni memunculkan sentra-sentra produksi pangan baru di daerah.
Selain mobilisasi pangan, bazar pangan murah atau operasi pasar akan terus di tingkatkan jelang Natal dan Tahun Baru. Arief menambahkan, NFA tengah mengumpulkan data kebutuhan operasi pasar di seluruh Indonesia bekerja sama dengan Bank Indonesia, pemerintah daerah, asosiasi, dan badan usaha milik negara.
”Pemerintah menargetkan November-Desember terjadi penurunan (inflasi) kembali agar dapat mengimbangi laju pertumbuhan ekonomi. Dua bulan terakhir ini sangat menentukan,” ujarnya.
Sementara itu, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk mendorong peningkatan distribusi pangan, pihaknya meminta pemerintah daerah turut menggunakan dana daerah guna mendukung aktivitas logistik.
”Bantuan subsidi ongkos angkut diperlukan. Masih ada beberapa daerah yang belum menggunakan dana tersebut,” kata Airlangga.
Ia menuturkan, ke depan, inflasi perlu ditangani lebih baik. Perluasan kerja sama antardaerah, peningkatan sarana-prasarana yang terkait dengan sentra produksi, operasi pasar atau penyediaan pangan murah dengan NFA, serta penyaluran ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) beras oleh Bulog harus terus dilakukan.
”Kita akan mencatat, di bulan Desember nanti pertumbuhan ekonomi kita bisa berkualitas apabila inflasinya bisa ditekan,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi secara umum pada Oktober 2022 sebesar 5,71 persen, lebih rendah daripada bulan sebelumnya sebesar 5,95 persen. Penyumbang inflasi tertinggi antara lain beras, harga bensin, tarif angkutan dalam kota, tarif kendaraan online, dan solar. Sementara ekonomi Indonesia pada triwulan III-2022 tumbuh 5,72 persen secara tahunan, lebih tinggi daripada triwulan I (5,01 persen) dan triwulan II (5,44 persen).