Nemo telah dikembangkan menjadi sekitar 50 varian. Pengembangan varian ini menjadi bentuk upaya pelestarian sumber daya ikan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Balai Perikanan Budidaya Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Ambon telah membudidayakan spesies ikan nemo atau clownfish sebanyak 50 varian atau jenis. Upaya produksi benih ini dinilai merupakan salah satu cara pelestarian sumber daya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Tb Haeru Rahayu mengatakan, upaya pelestarian sumber daya ikan perlu ditopang melalui budidaya ikan, di samping pencegahan aktivitas penangkapan ikan yang berlebih. Terkait hal itu, pihaknya memprioritaskan produksi benih untuk ikan-ikan endemik atau spesifik lokal.
Ikan spesifik lokal ini di antaranya nemo, yakni berupa induk nemo unggul. Nemo merupakan salah satu komoditas yang sangat diminati penghobi ikan hias. Keberhasilan produksi ikan massal dinilai merupakan terobosan dalam upaya pelestarian sumber daya perikanan di Indonesia dan pemulihan stok sumber daya ikan di alam.
”Produksi benih massal diarahkan untuk mencukupi kebutuhan benih ikan bagi pembudidaya ataupun untuk restocking ikan di alam atau di perairan umum,” ujar TB Haeru, dalam keterangan pers, Sabtu (26/11/2022).
Upaya pelestarian sumber daya ikan perlu ditopang melalui budidaya ikan, di samping pencegahan aktivitas penangkapan ikan yang berlebih.
Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon Sarwono mengemukakan, hingga saat ini 50 varian nemo telah dibudidayakan di BPBL Ambon. Pengembangan varian nemo tersebut dilakukan lewat metode kawin silang.
Proses inovasi teknologi dilakukan dengan sistem budidaya ikan secara intensif serta memanfaatkan air secara terus-menerus (resirkulasi air). Selain itu, digunakan filter fisika, fisika biologi, UV, generator oksigen untuk mengontrol dan menstabilkan kondisi lingkungan ikan, serta mengurangi jumlah penggunaan air dan meningkatkan tingkat hidup ikan.
”Berbagai jenis nemo yang dibesarkan di BPBL Ambon bervariasi dan banyak dicari para pencinta ikan hias. Kami terus berupaya melakukan inovasi teknologi perbenihan untuk komoditas yang dikembangkan masyarakat karena bernilai ekonomi tinggi, juga untuk menjaga kelestarian sumber daya laut,” tutur Sarwono.
Hingga saat ini, 50 varian nemo telah dibudidayakan di BPBL Ambon. Pengembangan varian nemo tersebut dilakukan lewat metode kawin silang.
Pekan ini, penebaran benih ikan lokal (restocking) 3.000 ekor nemo dengan berbagai varian dilakukan di perairan Tidore, Provinsi Maluku Utara. Nemo yang disebar merupakan hasil proses budidaya. Menurut TB Haeru, penebaran benih itu sebagai upaya mengantisipasi kepunahan ikan endemik di perairan Indonesia, selain mendukung pelaksanaan Sail Tidore.
”Nemo yang dikenal juga sebagai clownfish merupakan salah satu komoditas yang sangat diminati penghobi ikan hias. Untuk menjaga kelestariannya, perlu dijaga agar tidak punah, salah satunya dengan restocking,” ujarnya melanjutkan.
BPBL Ambon menyiapkan sebanyak 3.000 ekor nemo dengan sembilan varian, yaitu gold nugget, white nugget, lightning maroon, balong, balong padang, picaso, platinum, onyx, dan biak.
”Kami berharap ribuan ekor nemo yang telah kami tebar di perairan Tidore ini dapat dijaga masyarakat dengan baik, tidak menangkap dengan cara yang ilegal atau destruktif. Kita ketahui bersama, Tidore ini banyak dikenal para diver dengan diving spot yang menarik. Dengan menjaga ekosistem laut dengan tetap selalu sehat, Tidore tetap menjadi salah satu destinasi wisata dunia,” papar Sarwono menegaskan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan Hamid A Latif meminta masyarakat agar jangan menangkap ikan secara berlebihan dan tidak ramah lingkungan. Keberadaan ikan hias laut akan memberikan manfaat bagi ekosistem perairan Tidore dan bagi masyarakat.