Sisa waktu menjelang penetapan upah minimum provinsi tahun 2023 diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Dewan Pengupahan daerah untuk dialog. Dengan demikian, rekomendasi yang diberikan ke kepala daerah diterima semua pihak.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tenggat penetapan dan pengumuman upah minimum provinsi tahun 2023 yang semula 21 November diperpanjang menjadi paling lambat 28 November 2022. Sementara tenggat pengumuman upah minimum kabupaten/kota tahun 2023 diperpanjang dari 30 November menjadi 7 Desember 2022.
Sepanjang waktu menuju penetapan, Dewan Pengupahan daerah sebenarnya masih memiliki peran strategis untuk melakukan negosiasi sosial dan memberikan rekomendasi kepada gubernur selaku pejabat yang berwenang menetapkan upah minimum.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyatakan, perubahan tenggat penetapan dan pengumuman upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tercantum dalam Peraturan Menaker (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Alasan perubahan tersebut adalah untuk memberikan kesempatan dan waktu yang cukup bagi Dewan Pengupahan daerah untuk menghitung upah minimum tahun 2023 sesuai formula perhitungan yang ada dalam Permenaker No 18/2021.
Formula perhitungan upah minimum tahun 2023, sesuai peraturan itu, mencakup variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan alfa (α). Variabel alfa merupakan kontribusi tenaga kerja pada pertumbuhan ekonomi yang bentuknya berupa rentang nilai 0,1-0,3. Rentang nilai ini ditetapkan oleh pemerintah pusat.
”Rentang nilai ini dipakai Dewan Pengupahan daerah menghitung dengan mempertimbangkan produktivitas dan perluasan kesempatan kerja sesuai kondisi daerahnya. Hal inilah yang jadi ruang diskusi atau dialog sekaligus memberikan kesempatan bagi Dewan Pengupahan untuk melaksanakan peran strategisnya dalam memberikan rekomendasi kepada gubernur,” ujar Putri dalam siaran pers yang dikutip pada Kamis (24/11/2022).
Dia menekankan bahwa maksud Permenaker No 18/2022 adalah mengoptimalkan fungsi Dewan Pengupahan untuk melakukan analisis dengan cermat. Dengan demikian, dia berharap rekomendasi upah yang diberikan Dewan Pengupahan daerah kepada gubernur bisa diterima semua pihak.
Dosen Hukum Perburuhan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, saat dihubungi terpisah, berpendapat, keputusan pemerintah mengeluarkan diskresi melalui Permenaker No 18/2022 sudah tepat. Sebab, Permenaker No 18/2022 merupakan jalan tengah untuk menjawab permasalahan yang muncul dari formula perhitungan upah minimum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Salah satu masalah yang pernah muncul dari pemberlakuan PP itu tahun lalu adalah kenaikan upah minimum tidak bisa mengimbangi kenaikan kebutuhan hidup layak. ”Jika dipaksakan tetap memakai PP No 36/2021, nilai upah minimum provinsi akan semakin jauh dari rasa keadilan. Kenaikan upah minimum yang terus di bawah nilai inflasi akan berpengaruh buruk ke daya beli dan berakibat negatif ke pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Adanya variabel alfa dalam formula perhitungan upah minimum tahun 2023 sebenarnya mengembalikan peran Dewan Pengupahan untuk melakukan negosiasi upah minimum yang layak. Hal baik ini, kata Nabiyla, perlu diapresiasi.
Meski demikian, dia menilai bahwa jalan tengah itu belum ideal dari aspek yuridis. Sebab, Permenaker No 18/2022 menganulir PP No 36/2021. Padahal, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 inkonstitusional bersyarat dan dalam dua tahun tidak boleh ada peraturan pelaksana baru.
”Penentuan upah minimum memang selalu menuai polemik kepentingan pekerja -pengusaha. Namun, hal yang harus dipahami adalah upah minimum merupakan jaring pengaman sehingga keberpihakan pemerintah pusat-daerah mesti lebih berat kepada pekerja,” kata Nabiyla.
Keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha bisa berbentuk lain, misalnya insentif pajak.
Agar tidak setiap tahun berpolemik, lanjutnya, pemerintah seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan penetapan upah agar lebih berkeadilan, bukan hanya menyangkut upah minimum. Evaluasi ini harus melibatkan kelompok pengusaha dan pekerja.
Indonesia belum memiliki kepastian sistem pengupahan yang di dalamnya menyangkut upah minimum.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, Indonesia belum memiliki kepastian sistem pengupahan yang di dalamnya menyangkut upah minimum. Akibatnya, penghitungan dan penetapan upah minimum selalu ricuh setiap tahun.
Menurut dia, formula perhitungan upah minimum yang ada dalam Permenaker No 18/2022 bisa jadi acuan. Apalagi, formulanya menyertakan variabel alfa dengan rentang 0,1–0,3. Ini harus dilihat sebagai ruang dialog sosial di lingkup tripartit sekalipun.
”Hukum harus memberikan manfaat keadilan. Formula perhitungan seperti itu bisa diadopsi saat pemerintah jadi merevisi PP No 36/2021,” kata Timboel.