Perjalanan Indonesia mengejar target emisi nol menghadapi tantangan berat di sisi pembiayaan. Skema pembiayaan campuran dinilai bisa diandalkan untuk mengatasi tantangan tersebut.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Bentangan panel surya di PLTS Messah, kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (2/10/2021). PLTS Messah memiliki kapasitas 530 kilowatt peak (kWp).
JAKARTA, KOMPAS - Pembiayaan dan teknologi menjadi dua hal krusial dalam perjalanan Indonesia menuju emisi nol bersih tahun 2060. Skema pembiayaan campuran untuk transisi energi yang telah diinisiasi pada Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 2022 di Bali jadi langkah awal yang terus dimatangkan Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa pada acara Road to Kompas100 CEO Forum ke-13 Powered by East Ventures: CEO Live Series #2 bertajuk "Pengembangan Ekonomi Hijau dan Urgensi Program Keberlanjutan" di Jakarta, Rabu (23/11/2022), menilai, dana yang dibutuhkan Indonesia dalam transisi energi sangat besar. Pengakhiran dini operasi pembangkit listrik berbasis batubara, misalnya, membutuhkan dana berkisar 400-500 juta dollar AS per gigawatt (GW).
”Dapat dibayangkan, untuk Pulau Jawa saja 40-50 GW, berarti akan diperlukan 20 miliar dollar AS. Jadi, dalam pensiun dini pembangkit fosil ini dua hal yang perlu dijawab ialah pembiayaan dan teknologi,” kata Suharso.
Hadir pula pada acara itu Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Pertamina (Persero) A Salyadi Dariah Saputra, Direktur Keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN Sinthya Roesly, serta Direktur Utama PT Sarana Multi Insfrastruktur (Persero)/SMI Edwin Syahruzad.
Terkait pembiayaan, inisiasi dan komitmen awal telah dicapai di sela-sela KTT G20 di Bali, pekan lalu. Misalnya, pengakhiran dini operasional PLTU lewat skema Kerja Sama Transisi Energi yang Adil (JETP) melalui kerja sama pembiayaan publik dan swasta 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 310 triliun). Ada juga dukungan 500 juta dollar AS melalui inisiatif Asia Zero Emission Community (AZEC).
Pembiayaan campuran seperti dalam komitmen itu, kata Suharso, bagian dari perkembangan model bisnis dan pembiayaan di era pembangunan rendah karbon. ”Tak bisa lagi dengan cara konvensional. Kita memerlukan pembiayaan dari multisektor. Pembangunan rendah karbon menciptakan peluang-peluang baru yang belum terpikirkan,” ujarnya.
Transformasi ekonomi
Ekonomi hijau jadi satu dari enam strategi transformasi ekonomi Indonesia. Lima strategi lainnya adalah sumber daya manusia yang berdaya saing, produktivitas sektor ekonomi, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik, dan pemindahan ibu kota negara.
Menurut Suharso, ada sejumlah manfaat ekonomi yang akan didapat Indonesia jika ekonomi hijau tercapai. Di antaranya 87-96 miliar ton karbon dioksida ekuivalen berkurang selama 2021-2060, pertumbuhan produk domestik bruto/GDP rata-rata 6,1-6,5 persen per tahun hingga 2050, penurunan intensitas emisi hampir 68 persen pada 2045, dan emisi nol pada 2060 atau lebih cepat.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menghadiri acara Kompas100 Ceo Forum: CEO Live Series di The Westin Jakarta. Diskusi di hari kedua ini mengusung tema "Pengembangan Ekonomi Hijau dan Urgensi Program Keberlanjutan".
Selain itu, produk nasional bruto (PNB) Indonesia pun diharapkan meningkat 25-34 persen pada 2045. Ada pula 1,8 juta tenaga kerja pada sektor energi hijau (green jobs) pada tahun 2030. Investasi besar amat dibutuhkan guna mencapai itu.
"Reformasi kebijakan diperlukan untuk megelola risiko, kesenjangan teknologi, inovasi, dan infrastruktur. Kita pun menyiapkan tenaga kerja kita untuk migrasi ke green jobs. Pemerintah sendiri perlu banyak memperbarui regulasi yang lebih resilien dan adaptif terhadap perkembangan operasional bisnis yang hijau," kata Suharso.
Menurut Suharso, hal yang paling lemah dari Indonesia untuk mencapai target itu adalah penelitian dan pengembangan (R&D). Suharso yang juga Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan, pemerintah tengah menyiapkan kebutuhan riset dan pengembangan ke depan demi kemajuan Indonesia. Energi pun menjadi salah satu hal prioritas selain pangan.
Penilaian lanjut
Pada Senin (14/11/2022), di Bali, ditandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Bank Pembangunan Asia (ADB) serta Pemerintah Indonesia dan mitra terkait pengakhiran dini PLTU Cirebon 1 yang dioperasikan Cirebon Electric Power (CEP). Dikutip dari laman ADB, hal itu menjadi proyek pertama Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM) di bawah ADB.
Sebelum itu, upaya pengakhiran dini PLTU dilakukan melalui kerja sama PLN dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), perusahaan negara di sektor tambang batubara, dalam percepatan pengakhiran dini PLTU Palabuhan Ratu. Komitmen itu tertuang dalam principal framework agreement. Masa operasi PLTU yang sedianya berakhir 24 tahun mendatang dipercepat menjadi 15 tahun.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Balikpapan di Kalimantan Timur. PLTU yang beroperasi sejak Januari 2017 ini berkapasitas 2 kali 110 MW. PLTU tersebut masih menjadi pembangkit terbesar yang dimiliki PLN di Kaltim dan Sistem Interkoneksi Kalimantan.
Sinthya Roesly menuturkan, dalam komitmen itu, masih perlu due dilligence (penilaian/pemeriksaan lebih lanjut). "Kemarin baru tahapan MoU. Ini sedang didiskusikan. Namun, setidaknya sudah ada platform dan memungkinkan mereka memproses due dilligence oleh mereka dan kami rampungkan datanya. Baik dengan CEP, PTBA, atau siapapun, subyeknya ialah hasil due dilligence mereka," katanya.
Penilaian lebih lanjut itu, misalnya terkait apa yang mau dibiayai lagi, misalnya, apakah bagian utangnya, atau ekuitasnya. Sementara bagi PLN, hal itu juga sesuai arahan pemerintah, prinsipnya adalah biaya pokok penyediaan (BPP) ketenagalistrikan tidak boleh menjadi lebih mahal.
"Jadi, masih proses. Yang disepakati adalah kerja sama untuk men-assesment ini. Aliansi-aliansi pendanaan iklim yang potensi masuk Indonesia ini banyak. Kami, PLN, sebagai pemilik aset dan pengelola sistem operasinya tentu ada pertimbangan-pertimbangan teknis, baik sosial, lingkungan, dan dukungan siapa yang akan menanggung biaya," kata Sinthya.
Salyadi menambahkan, kendati Pertamina memiliki bisnis inti pada sektor yang berbasis energi fosil, program-program dekarbonisasi terus dipacu. Produksi-produksi karbon terus diturunkan baik di refinery maupun di hilir. Hal tersebut menjadi tantangan. Namun, yang jelas, sisi keterjangkauan mesti dipikirkan dalam transisi energi.
Sementara itu, Edwin mengemukakan, SMI sebagai country platform manager terkait mekanisme transisi energi, berperan untuk memobilisasi dana, juga pendanaan, termasuk investasi dalam mendukung transisi energi. Elemen terpentingnya adalah dukungan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Berbagai dukungan pendanaan pemerintah bisa dicampur dengan harapan akan lebih kompetitif.