Unilever menunjukkan komitmen terhadap ekonomi hijau dengan menerapkan Climate Action Transition Plan.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
Bagi korporasi, komitmen menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5˚ celsius tecermin dari strategi bisnis yang memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian. Sebagai salah satu pemain raksasa dalam industri barang konsumen bergerak cepat (fast moving consumer goods atau FMCG) di panggung mancanegara, Unilever menunjukkan ikhtiar itu lewat Climate Action Transition Plan. Kehadiran CEO Unilever Alan Jope ke Indonesia untuk menghadiri forum B-20 pun sarat dengan pesan-pesan kelestarian bagi pelaku industri di lini apa pun dan pemangku kepentingan lainnya. Simak wawancara khusus dengan Alan yang ditemui di Jakarta, Jumat (11/11/2022), untuk mengetahui pesan-pesan lestari tersebut.
Di pertemuan B-20 di Bali, pesan apa yang ingin Anda sampaikan kepada pemain bisnis?
Pertama-tama, saya ingin menggunakan kesempatan di B20 untuk meyakinkan menteri-menteri di Indonesia, Unilever berkomitmen pada negara ini. Kedua, dunia ini tengah menghadapi sejumlah masalah. Ada yang jangka pendek, seperti inflasi atau tensi geopolitik, ada juga yang lebih panjang, seperti krisis iklim, kerusakan alam, dan ketimpangan sosial. Tidak ada perbaikan yang cepat bagi masalah-masalah seperti ini. Ketiga masalah tersebut membutuhkan upaya berlanjut yang melibatkan pemerintah, pelaku usaha, kelompok masyarakat, dan akademisi. Salah satu alasan kami menghadiri B20 adalah untuk memecahkan masalah-masalah seperti ini.
Unilever memiliki rencana aksi transisi iklim. Apakah rencana aksi ini bisa diimplementasikan di Indonesia?
Sebenarnya, kami tidak memiliki strategi kelestarian (sustainability), tetapi strategi bisnis yang memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian. Mengapa? Kami berpikir, bisnis yang lestari membuat perusahaan kami lebih kuat. Pertama, jenama yang menawarkan manfaat untuk masyarakat dan lingkungan bertumbuh lebih cepat. Kedua, sumber-sumber produksi yang lestari membantu kami memotong biaya sebesar 1,2 miliar euro dari rantai pasok. Ketiga, strategi ini akan mengurangi risiko pada bisnis kami. Keempat, strategi ini menjadi magnet bagi sumber daya manusia (SDM). Talenta saat ini ingin bekerja dengan perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan benar. Oleh sebab itu, rencana aksi ini membuat bisnis kami lebih kuat. Kami bukan lembaga swadaya masyarakat, melainkan organisasi yang menghasilkan profit.
Rencana aksi ini juga bisa diterapkan di Indonesia. Misalnya, Pepsodent mendukung kebersihan umum atau Lifebuoy dengan kampanye cuci tangan yang benar. Salah satu produk kami juga memberikan kesempatan kerja bagi perempuan. Upaya Unilever di Indonesia dalam menerapkan prinsip-prinsip kelestarian sama dengan di negara-negara lain. Secara spesifik, Unilever di Indonesia menggunakan minyak kelapa sawit yang telah bersertifikasi lestari. Tahun ini kami akan mengumpulkan (sampah) plastik dengan jumlah yang sama dengan yang kami gunakan dalam produksi sehingga kami akan mencapai nol bersih dalam hal plastik.
Isu kelestarian juga relevan dengan Indonesia. Berdasarkan penelitian yang kami kumpulkan, masyarakat yang tinggal di Mumbai, India, Shanghai, China, dan Jakarta hidup dengan kualitas udara dan air yang buruk. Kelompok masyarakat ini peduli dengan isu kelestarian.
Memang, ada biaya sedikit yang perlu kami keluarkan untuk sertifikasi atau mendaur ulang plastik. Namun, ada pula hasil dari penghematan dari rantai pasok dan energi. Listrik yang kami gunakan berasal dari energi baru dan terbarukan.
Apakah isu resesi akan membuat perusahaan menunda menerapkan rencana bisnis berprinsip kelestarian?
Kami tetap 100 persen berkomitmen pada rencana dan tidak mundur.
Anda tadi menyebutkan bisnis lestari dapat menjadi magnet SDM. Adakah kiat yang ingin Anda sampaikan, khususnya kepada talenta muda Indonesia?
Ada ”golden rule” yang bisa diterapkan: ”Bekerja sebaik mungkin, apa pun perannya, akan mendatangkan kejutan berupa kesempatan-kesempatan yang terbuka. Bahkan, apabila kita memperlakukan orang dengan baik saat kita bekerja sebaik-baiknya, kesempatan yang datang akan lebih banyak pada masa depan”.
Pesan lainnya ialah keputusan dalam memilih tempat tinggal sama pentingnya dengan memilih pekerjaan karena akan memberikan pengalaman hidup yang mungkin tidak akan dilupakan. Pikirkan dengan matang, di mana kamu akan tinggal dan di mana kamu akan bekerja.
Bagaimana kesan Anda terhadap talenta Indonesia?
Unilever mencatat sejumlah pemimpin dari Indonesia yang cukup luar biasa. Secara fundamental, talenta yang kami miliki membuat bisnis kami berjalan sekuat ini. Namun, kami belum melihat seorang Indonesia berada menjadi pemimpin eksekutif di tingkat global. Oleh sebab itu, saya menantikan pemimpin Indonesia menakhodai Unilever di kancah internasional.
Apakah ada strategi untuk mendistribusikan talenta SDM lintasnegara?
Pemimpin lima kelompok bisnis kami berasal dari Venezuela, Argentina, Belanda, dan Inggris. Tim kami terdiri dari orang Italia, Brasil, dan India. Hal ini menggambarkan kepercayaan kami, talenta dari negara mana pun dapat menjadi pemimpin di tataran dunia.
Kebijakan apa yang Anda harapkan diterapkan oleh Pemerintah Indonesia?
Produk-produk konsumen (consumer products) tidak membutuhkan aturan yang rumit. Saya mengharapkan pemerintah melanjutkan apa yang telah mereka lakukan, yakni menjalankan perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan yang seimbang, berkelanjutan, dan stabil.
Selain itu, saya juga berharap Pemerintah Indonesia menemukan cara dalam menerapkan harga pada karbon. Ini menjadi penting karena kami sulit melaporkan profit yang sesungguhnya dari kinerja perusahaan kami selama karbon diperlakukan sebagai barang bebas. Padahal, karbon berdampak pada biaya yang ditanggung lingkungan. Belum ada negara yang secara tuntas menerapkan harga pada karbon. Perusahaan ”kotor” akan merefleksikan profit sebagai biaya (bagi sekitar), sedangkan perusahaan ”bersih” sebagai manfaat yang sebenarnya.