Neraca Institusi Terintegrasi Perkuat Kualitas Data Makroekonomi
Neraca Institusi Terintegrasi terus diperbarui demi memperkuat kualitas data makroekonomi serta mengukur potensi mitigasi krisis ekonomi di masa depan.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik meluncurkan Neraca Institusi Terintegrasi yang merupakan kerangka kerja makroekonomi yang menyajikan data perekonomian nasional. Neraca Institusi Terintegrasi diharapkan mampu meningkatkan kualitas data makroekonomi serta menjadi panduan bagi para pengambil kebijakan dalam menghadapi risiko ekonomi di masa depan.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Edy Mahmud mengatakan, Neraca Institusi Terintegrasi (NIT) berisi cakupan data transaksi seluruh kegiatan ekonomi dari unit institusi. Kegiatan ekonomi tersebut dilakukan oleh korporasi nonfinansial, rumah tangga, pemerintahan, dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT), dan luar negeri.
”Transaksi ini menghasilkan pendapatan yang kemudian akan diakumulasi menjadi pendapatan untuk dikonsumsi, baik dikonsumsi langsung maupun investasi,” ucap Edy saat konferensi pers peluncuran NIT di Jakarta Barat, Selasa (22/11/2022).
Adapun alat analisis NIT bermanfaat untuk menjelaskan keterkaitan antara kebijakan moneter seperti suku bunga dan fiskal terhadap perekonomian melalui rangkai neraca. Selain itu, NIT dapat menjadi alat analisis untuk menjelaskan keterkaitan antarsektor ekonomi.
NIT berperan mengetahui potensi yang dimiliki baik di sektor finansial maupun riil dari semua pelaku ekonomi di Indonesia. NIT dapat membantu mengidentifikasi hubungan antara ketersediaan dana di institusi keuangan dan jumlah kebutuhan investasi.
Selain itu, NIT bermanfaat sebagai alat pantau, analisis, dan evaluasi performa ekonomi. NIT dapat mendeteksi adanya risiko sistematik, kerentanan, dan kemungkinan pengaruhnya apabila terjadi krisis dalam perekonomian Indonesia di masa depan.
”Alat pantau, analisis, dan evaluasi performa ekonomi seperti defisit pemerintah, keuntungan instansi korporasi, rasio tabungan rumah tangga, akumulasi dan kekayaan institusi, rasio utang dengan pendapatan, serta rasio utang dengan aset,” ucap Edy.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, adanya NIT dapat memberikan gambaran terkait alur ekonomi institusi serta sebagai pedoman bagi otoritas dalam mengambil keputusan dan menyusun kebijakan di masa depan. Penyusunan NIT dilakukan melalui serangkaian tahapan, mulai dari pengumpulan data dari kementerian atau lembaga, rekonsiliasi data, mengulas data, dan analisis data.
Penyusunan NIT dilakukan dengan harmonisasi data produk domestik bruto (PDB) dari tiga sisi pendekatan, yakni produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Harmonisasi ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas data makroekonomi.
Berbagai data yang diintegrasikan dalam NIT merupakan data yang berkaitan dengan unit institusi sehingga dibutuhkan kolaborasi dari pihak lain, seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang turut menyumbangkan data. Selain itu, terdapat kerja sama dengan International Monetary Fund (IMF) dan Australian Bureau of Statistics (ABS).
”Data makroekonomi yang berkualitas sangat diperlukan dalam mengambil kebijakan saat ini dan di masa depan, terlebih di kondisi perekonomian global yang tidak pasti,” ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu.
Adapun fokus terkait NIT setelah diluncurkan ialah memperbaiki dan memperbarui data demi menghasilkan informasi yang kredibel yang berdampak pada kebijakan yang juga kredibel. Saat ini NIT baru menyediakan data terkait perekonomian nasional dari tahun 2016-2020 dan akan diperbarui dengan data 2021-2022 di tahun depan.
”Saat ini cakupan datanya sudah ada 87 rincian transaksi dan delapan neraca dari tahun 2016-2020. Fokus kami memperbaiki dan memperbarui data agar tidak ada kesenjangan atau selisih waktu (time lag) yang cukup jauh. Jadi, masyarakat dan pemerintah bisa mendapatkan informasi yang lebih baru,” ucap Febrio.
Data kumulatif yang diakumulasikan mulai dari tahun 2016 hingga 2020 merupakan data yang terintegrasi menjadi data tahunan dan triwulan. Adapun perilisan data baru di tahun depan belum pasti, tetapi dipastikan akan mengikuti perilisan PDB.
Meskipun begitu, penyusunan NIT masih menghadapi tantangan, seperti komunikasi dan masih sulitnya masyarakat memahami berbagai konsep yang digunakan. Selain itu, data dari sektor keuangan dan sektor lainnya dinilai sedikit sehingga cukup sulit mengumpulkan dan mengirimkannya secepat mungkin.