Upah Minimum 2023 Bakal Ditetapkan lewat Peraturan Menteri
Pemerintah tidak akan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 untuk menetapkan upah minimum 2023. Penetapan upah minimum akan diatur lewat peraturan menteri ketenagakerjaan.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Ratusan buruh yang tergabung dalam Pengurus Cabang Aneka Industri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Kabupaten Majalengka berunjuk rasa di depan kantor Bupati Majalengka, Jawa Barat, Rabu (16/11/2022). Mereka menuntut kenaikan upah minimum hingga penolakan pemutusan hubungan kerja.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan akan menerbitkan peraturan terkait upah minimum untuk tahun 2023. Rencana tersebut muncul di tengah tarik ulur antara buruh dan pengusaha mengenai besaran kenaikan upah minimum yang hendak diputuskan pada Senin pekan depan. Namun, belum diketahui akan seperti isi peraturan tersebut.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (18/11/2022), di Jakarta, mengatakan, pemerintah telah menyetujui bahwa penetapan upah minimum 2023 tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai dasar acuan. Menurut dia, Kementerian Ketenagakerjaan akan menerbitkan peraturan menteri untuk mengisi kekosongan hukum penentuan upah minimum.
”Kenaikan upah minimum untuk level provinsi dan kabupaten tahun 2023 sudah terkonfirmasi tidak menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021. Akan diterbitkan peraturan menteri ketenagakerjaan yang mengatur kenaikan upah minimum 2023,” kata Said.
Selain Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menjadi payung hukum PP No 36/2021 dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, lanjut Said, rumusan kenaikan upah yang diatur dalam PP tersebut tidak relevan dengan kondisi riil sekarang ini. Berdasarkan perhitungan KSPI dengan mengacu PP No 36/2021, kenaikan upah minimum 2023 hanya berkisar 2-4 persen.
”Berapa kenaikannya? Serikat buruh jelas sikapnya adalah minimal 13 persen. Dengan dasar perhitungan inflasi plus pertumbuhan ekonomi, plus alfa yang merupakan peningkatan daya beli buruh yang sudah turun sekitar 30 persen,” ujar Said.
Sementara itu, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan, kenaikan upah 13 persen berdasarkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4-5 persen di tahun 2022. Kenaikan ini diyakini mampu menutup daya beli pekerja yang sebelumnya sudah tergerus oleh inflasi.
”Akumulasi dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4-5 persen dan inflasi di tahun ini mencapai 5-6 persen. Kenaikan upah 13 persen adalah yang minimum untuk seluruh kota dan kabupaten di Indonesia,” ucap Ilhamsyah.
Terkait peraturan baru yang bakal dikeluarkan untuk mengatur kenaikan upah minimum 2023, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri membenarkan bahwa penentuan upah minimum 2023 tidak menggunakan PP No 36/2021. Ia juga membenarkan pihaknya akan mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan untuk menentukan upah minimum tersebut.
”Iya betul,” kata Indah saat dihubungi melalui pesan singkat.
Unjuk rasa yang dilakukan elemen buruh mengenai kenaikan harga BBM di Kompleks DPRD DIY, Kota Yogyakarta, Rabu (7/9/2022). Mereka menuntut kenaikan upah minimum sebesar 50 persen. Kenaikan harga BBM diyakini menambah defisit ekonomi yang sudah dialami selama ini.
Saat ditanyai alasan penentuan upah minimum tidak menggunakan PP No 36/2021, Indah tidak merespons. Indah juga tidak menjawab saat ditanya berapa besaran kenaikan upah yang hendak diputuskan.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani melalui keterangan tertulis mengatakan, UU No 11/2022 dan seluruh aturan turunannya harus tetap diberlakukan dengan disertai pengawasan yang intensif oleh pemerintah. Menurut dia, kebijakan yang tidak konsisten dapat menimbulkan ketidakpercayaan investor terhadap iklim usaha di Indonesia. Selain itu, menjadi preseden yang tidak baik dalam penyelenggaraan pemerintahan.
”Kami perlu mengingatkan agar pemerintah dapat mengantisipasi apabila pada akhirnya keputusan ini berakibat pada menurunnya investasi, meningkatnya angka pengangguran, dan pada akhirnya meningkatkan angka kemiskinan,” ujar Hariyadi.