Jelang Tenggat UMP 2023, Serikat Pekerja Berharap Kebijakan Berubah
Tenggat penetapan UMP tahun 2023 pada 20 November 2022. Hingga kini masih muncul desakan dari serikat pekerja agar perhitungan UMP tidak menggunakan PP No 36/2021. Pemerintah diminta keluarkan diskresi.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (12/9/2022). Buruh menolak kenaikan harga bahan bakar minyak, menolak pengesahan UU Cipta Kerja dan naikkan UMR sebesar 20 persen.
JAKARTA, KOMPAS — Tarik-menarik dasar hukum penghitungan upah minimum masih terus terjadi menjelang penetapan upah minimum provinsi. Kelompok serikat pekerja, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI, meminta pemerintah agar tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, tetapi kembali ke Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 atau mengeluarkan peraturan baru khusus upah minimum tahun 2023. Sampai sejauh ini, belum ada ketegasan pemerintah terkait penetapan upah tersebut.
Presiden KSPI Said Iqbal, dalam konferensi pers, Rabu (16/11/2022), di Jakarta, mengatakan, Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai dasar cantolan Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 tentang Pengupahan telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Artinya, PP tersebut seharusnya tidak bisa dijadikan dasar hukum penghitungan dan penetapan upah minimum.
Selain alasan telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, menurut Said, rumusan penghitungan upah minimum yang ada di PP No 36/2021 tidak relevan dengan kondisi terkini buruh. Hasil perhitungan KSPI, jika menggunakan rumus di PP No 36/2021, kenaikan upah minimum tahun 2023 hanya berkisar 2–4 persen.
“Inflasi umum telah mencapai 6,5 persen, lalu inflasi makanan tembus 15 persen, transportasi 30 persen, dan sewa rumah 12,5 persen. Kenaikan upah minimum di bawah inflasi tersebut sangat tidak tepat,” ujar Said.
Menurut Said, apabila penghitungan upah minimum kembali menggunakan PP No 78/2015, kenaikan upah minimum tahun 2023 bisa berkisar 13 persen. Kenaikan ini diyakini mampu menutup daya beli pekerja yang sebelumnya sudah tergerus inflasi.
Dia menyebut di antara pekerja yang tergabung dalam KSPI belum ada yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal, anggota serikat KSPI bekerja di sektor industri padat karya, seperti yang belakangan diisukan mengalami kelesuan sehingga harus dilakukan PHK.
Pada hari yang sama, gugatan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 kalah di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) DKI Jakarta memutuskan menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT tanggal 12 Juli 2022.
Melalui putusan PTTUN ini, besaran UMP Jakarta yang digugat itu harus sesuai dengan putusan tingkat pertama di PTUN DKI Jakarta, yakni Rp 4,5 juta. Sebelumnya, PTUN Jakarta menyatakan agar mantan Gubernur DKI Jakarta itu menurunkan UMP DKI Jakarta dari Rp 4,6 juta menjadi Rp 4,5 juta.
Menanggapi peristiwa itu, Said berpendapat, keputusan PTTUN DKI Jakarta masih bisa diajukan banding ke Mahkamah Agung. Pemerintah provinsi diharapkan tetap tegas dan meminta seluruh pengusaha di DKI Jakarta tidak meminta buruh mengembalikan upah.
“Jangan pengusaha sewenang-wenang. Di dunia tidak ada praktik yang mengharuskan buruh/pekerja mengembalikan upah yang sudah diterima. Lagi pula, tahun 2022 sudah hampir usai sehingga kita saatnya memandang tahun 2023,” kata Said.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Massa buruh dari berbagai serikat pekerja berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (15/6/2022). Dalam aksi yang diikuti ribuan buruh tersebut mereka kembali menyerukan penolakan atas revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) dan penolakan UU Cipta Kerja. Para buruh juga menyerukan akan melakukan mogok kerja nasional jika DPR tidak mencabut revisi UU P3. KOMPAS/RADITYA HELABUMI 15-06-2022
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Indra Munaswar, saat dihubungi terpisah, mengatakan, perlawanan kelompok pekerja/buruh di daerah semakin masif. Mereka berharap pemerintah benar-benar berpihak pada pekerja/buruh.
“Diskresi dijamin dalam UU No 30/2004 tentang Administrasi Pemerintahan,” ujar Indra.
Sementara itu, menurut Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menyampaikan, dirinya pernah mencoba menghitung kenaikan UMP DKI Jakarta sesuai dengan rumus di Pasal 26 PP No 36/2021. Data yang dimasukkan bersumber dari data kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan Badan Pusat Statistik yang telah diterima Kementerian Ketenagakerjaan. Hasilnya, penghitungan UMP DKI Jakarta pada tahun 2023 naik 2,7 persen.
“Kalau daya beli pekerja turun, maka akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Karena 52 persen pertumbuhan ekonomi dikontribusikan oleh konsumsi,” ujar Timboel.
Menurut Timboel, kenaikan upah minimum tahun 2023 bisa saja tidak murni berlandaskan PP No 36/2021, tetapi ada kombinasi kebijakan. Namun, kebijakan itu masih belum jelas seperti apa bentuknya.
Terkait desakan serikat pekerja tersebut, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Caswiyono Rusydie Cakrawangsa mengatakan, pada prinsipnya, Kementerian Ketenagakerjaan mengedepankan dialog sosial yang harmonis. Pemerintah juga menerima seluruh aspirasi dari pengusaha maupun serikat pekerja.
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Adi Mahfudz Wuhadji, saat dikonfirmasi, mengatakan, jalan tengahnya memakai regulasi yang sudah ada, yaitu PP No 36/2021. Dewan Pengupahan Nasional pernah merekomendasikan bahwa PP No 36/2021 tetap jadi pijakan penghitungan upah minimum tahun 2023. Apabila ada hal-hal lain di luar ketentuan itu, maka itu merupakan urusan pemerintah.