Peternak Pertanyakan Harga Telur Ayam yang Tak Merata
Ketimpangan suplai antardaerah dinilai memicu ketimpangan harga telur ayam di sejumlah wilayah. Koneksi pangan antardaerah perlu diperbaiki guna menyeimbangkan suplai-permintaan sekaligus menstabilkan harga.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Para peternak mempertanyakan perbedaan harga telur ayam di sejumlah daerah di Indonesia. Mereka menduga ketimpangan suplai membuat harga telur ayam menjadi tidak merata. Mereka berharap pemerintah memudahkan alur pendistribusian agar harga telur di daerah, khususnya luar Jawa, bisa menurun.
Hal itu menjadi pembahasan dalam dialog yang digelar Pinsar Petelur Nasional (PPN) dengan tema ”Telur dan Ketahanan Pangan Indonesia” di Indonesia Convetion Exhibition (ICE) BSD di Tangerang, Banten, Kamis (10/11/2022).
”Kalau (telur ayam) dikatakan oversupply (kelebihan suplai), mengapa di daerah-daerah lain di luar Jawa terjadi disparitas harga yang cukup tinggi? Apakah memang betul bahwa kita ini mengalami oversupply, atau karena terjadi kemacetan di dalam distribusi?” kata Ketua Presidium PPN Yudianto Yosgiarso.
Merujuk data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga rata-rata nasional telur ayam ras di tingkat peternak per 9 November 2022 mencapai Rp 28.600 per kilogram (kg). Harga tersebut naik 0,35 persen dibandingkan pekan sebelumnya, yakni Rp 28.500 per kg, dan meningkat 1,42 persen dibandingkan dengan bulan Oktober 2022 yang tercatat Rp 28.200 per kg.
Harga rata-rata telur ayam ras terendah terjadi di Sumatera Selatan, yakni Rp 25.125 per kg, sedangkan harga tertinggi terjadi di Papua, yaitu Rp 39.200 per kg. Sementara harga rata-rata telur ayam ras di DKI Jakarta Rp 26.900 per kg.
Dalam acara yang sama, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Syailendra mengatakan, pihaknya bersama peternak bakal memetakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia berharap, komoditas telur dapat ditata dengan baik.
”Kalau kita terus menekan agar harga telur murah, kita akan mengorbankan peternak. Untuk itu, Pak Menteri (Perdagangan Zulkifli Hasan) selalu menyampaikan dan mengedukasi masyarakat, bahkan menyuarakan hal tersebut dalam berbagai rapat,” kata Syailendra.
Syailendra melanjutkan, pemerintah akan melindungi peternak kecil dengan melakukan konsolidasi yang dibantu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan. ”Kementerian Perdagangan sangat terbuka untuk berdiskusi demi mencari jalan keluar persoalan perunggasan ini,” ujar Syailendra.
Sementara Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi berujar, hal yang terpenting saat ini adalah bagaimana menjaga stabilitas harga dan ketersediaan telur. ”Sebenarnya selama ini kita sudah khatam tentang kajian dan solusi. Namun, yang sampai saat ini belum dilakukan adalah eksekusinya. Untuk itu, saya minta komitmen dari semua (pihak) yang terlibat,” ujar Arief.
Terkait kelebihan produksi yang selama ini dianggap menjadi masalah, Arief berpandangan, hal itu merupakan hal yang positif dan menjadi kekuatan bagi Indonesia. ”Saat ini yang terjadi adalah koneksi pangan antardaerah yang belum berjalan baik. Di suatu daerah ada yang kesulitan, tapi di daerah lain berlebihan. Memang tidak mudah, kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Hal ini harus dikerjakan bersama-sama,” ujarnya.
Arief juga mengingatkan bahwa peran PT Berdikari sebagai BUMN Pangan di bidang peternakan menjadi sentral sehingga perlu didukung oleh seluruh pihak baik pemerintah, asosiasi, maupun pelaku usaha. Apabila terjadi instabilitas pasokan dan harga, pemerintah dapat menugaskan Berdikari untuk melakukan intervensi serta mengembalikan stabilitas pasokan dan harga telur.
”Berdikari kami tempatkan sebagai sentral, baik dalam penyediaan GPS (grand parents stock), off taker, hingga pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah di sektor ruminansia dan perunggasan. Jadi apabila harga anjlok, Berdikari menyerap, dan jika harga tinggi akan dilakukan operasi pasar,” ujar Arief.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Berdikari Harry Warganegara mengatakan, pihaknya merupakan mitra bagi seluruh pelaku usaha perunggasan, khususnya para peternak mandiri. ”Berdikari bukan saingan bagi pelaku usaha perunggasan, melainkan backbone (tulang punggung) bagi pemerintah, dan mitra bagi para peternak,” kata Harry.
Harry juga menginformasikan, saat ini Berdikari telah membuat produk olahan telur yang bisa disimpan dalam waktu 12 bulan tanpa pengawet. Menurut dia, melalui teknologi pengolahan pangan yang bisa memperpanjang masa simpan tersebut, pihaknya akan memperkuat sektor hilirisasi ayam dan telur.
Saat dihubungi terpisah, Penasihat Pinsar Petelur Nasional (PPN), Robby Susanto berharap, daerah yang produksi telurnya surplus bisa mengirimkan pasokannya ke wilayah yang dianggap kekurangan telur. Ia menambahkan, infrastruktur yang telah dibangun pemerintah, seperti tol laut, seharusnya memudahkan distribusi telur ke setiap daerah.
”Dengan indikasi bahwa harganya tidak merata, ini, kan, pasti bisa dideteksi, bahwa di daerah tersebut pasti suplainya mungkin pas-pasan,” kata Robby.