Pengembang Properti Terus Didorong Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Laporan berkelanjutan menjadi langkah awal bagi pengembang properti untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laporan berkelanjutan menjadi langkah awal bagi pengembang properti untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Adanya laporan berkelanjutan akan berdampak terhadap kinerja ekonomi, tata kelola, lingkungan hidup, sosial, dan inovasi produk.
Badan Pengembangan Kawasan Properti Terpadu (BPKPT) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meluncurkan buku Sustainability Reporting Toolkit Industri Properti 1.0 pada Selasa (8/11/2022). Berkolaborasi dengan Global Reporting Initiative (GRI), CDP, dan Sustainahaus, peluncuran buku ini sebagai acuan yang dapat digunakan oleh pengembang properti dalam membuat laporan berkelanjutan (sustainability reporting) dalam bentuk Microsoft Excel.
”Para pengembang properti diharapkan dapat mengukur dampak dari aktivitas terhadap masyarakat. Saat ini kami fokus pada isu lingkungan hidup, yakni penggunaan energi demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan atau SDGs,” kata GRI Country Program Manager sekaligus penyusun dan penulis buku, Hendri Yulius Wijaya, saat peluncuran buku Sustainability Reporting Toolkit Industri Properti 1.0 di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut Hendri, buku laporan berkelanjutan merupakan panduan praktis yang dapat digunakan pengembang properti untuk melaporkan kinerja ekonomi, tata kelola, lingkungan hidup, sosial, dan inovasi produk. Laporan keberlanjutan telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
”Laporan berkelanjutan ini terdiri dari pembiayaan untuk isu berkelanjutan. Perlu adanya laporan terkait struktur organisasi perusahaan, jumlah penggunaan energi yang sistematis, dampaknya bagi masyarakat dan karyawan yang terlibat, serta proses pengembangan dalam menemukan produk baru,” ucapnya.
Sementara itu, CDP Policy Engagement Manager Okky Arifiandi menilai pengembang properti perlu berkontribusi dalam SDGs, salah satunya isu lingkungan hidup. Pengembang properti perlu terlibat dalam pelaporan jumlah energi yang digunakan.
”Ini sudah dikeluarkan juga oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI terkait efisiensi energi,” ucap Okky.
Dari sekian banyak aspek yang disebutkan, isu lingkungan hidup menjadi masalah yang paling rumit dalam laporan berkelanjutan. Banyak permintaan terkait data dan standar regulasi yang konkret dan jelas.
Menghadapi tantangan
Koordinator Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, tantangan yang dihadapi saat ini ialah upaya mendorong pengembang properti untuk menjalankan laporan berkelanjutan. Pengembang properti memerlukan sosialisasi lebih jauh terkait komitmen dalam membuat laporan berkelanjutan.
Adapun Hendri Yulius menilai, para pengembang properti juga akan menghadapi sejumlah tantangan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Salah satu tantangan yang akan dihadapi ialah sulitnya mengumpulkan data jika properti tidak lagi menjadi tanggung jawab pengembang.
”Misalnya, properti telah disewa pihak lain, akan sulit bagi para pengembang properti untuk mengumpulkan data jumlah energi yang digunakan karena itu bukan lagi tanggung jawabnya,” ucapnya.
Selain itu, tantangan lain yang akan dihadapi dalam pelaporan berkelanjutan ialah analisis mendalam terkait kajian material. Artinya, melihat faktor apa saja yang paling berdampak pada bisnis pengembang properti dan lingkungan.
POJK Nomor 51 Tahun 2017 jelas mengatur pelaporan berkelanjutan terkait sekian banyak topik. Pengembang properti tidak sekadar melaporkan data di lapangan, tapi juga menganalisis data itu.
Tantangan paling berat datang dari isu lingkungan hidup, yakni pengurangan energi dan pengurangan emisi gas. Selain itu, para pengembang properti juga belum mengkaji isu mana yang signifikan karena masih perlu memenuhi sumber daya.
Pengamat bidang properti Panangian Simanungkalit menilai, adanya peluncuran buku Sustainability Reporting Toolkit Industri Properti 1.0 perlu diapresiasi. Laporan berkelanjutan menjadi langkah awal bagi para pengembang properti untuk mendukung konsep green building atau bangunan hijau.
”Langkah awal ini merupakan hal yang baik. Tapi, menurut saya, pemerintah juga perlu memperhatikan insentif bagi para pengembang properti, misalnya pemotongan pajak bangunan,” kata Panangian.