KTT G20 Bisa Jadi Momentum Penerapan 5G secara Massal di Indonesia
Pemerintah mendorong pengembangan layanan teknologi seluler 5G. Penerapan layanan 5G di Indonesia dinilai masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendorong pengembangan jaringan teknologi akses seluler 5G. Salah satu wilayah prioritas pengembangan layanan 5G adalah Bali seiring dengan pelaksanaan pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada 15-16 November 2022.
Pengamat telekomunikasi dari Indotelko Forum, Doni Ismanto Darwin, mengemukakan, dalam dua tahun terakhir, pemerintah menyiapkan landasan transisi jaringan menuju 5G. Isu transformasi digital merupakan salah satu isu utama yang dibawa oleh Pemerintah Indonesia pada Presidensi G20 Indonesia 2022 selain transisi energi terbarukan dan berkelanjutan, serta isu arsitektur kesehatan global.
Doni menilai, pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali bisa jadi momentum penerapan jaringan 5G secara massal di Indonesia. Operator telekomunikasi menyambut transisi ke 5G dengan meningkatkan pita koneksi. Telkomsel, misalnya, menambah 24 stasiun pemancar (base transceiver station/BTS) jaringan 5G pada Agustus 2022 untuk memperlancar komunikasi para delegasi.
Telkomsel juga menambah 46 BTS untuk jaringan seluler 4G/LTE serta mengoperasikan lima compact mobile BTS (COMBAT) guna mengantisipasi potensi lonjakan lalu lintas komunikasi di sejumlah area konferensi. Selain Telkomsel, perusahaan swasta seperti XL Axiata juga mengoperasikan layanan 5G di 17 titik di Bali untuk mendukung penyelenggaraan KTT G20.
Jaringan 5G sebagai pengembangan teknologi 4G dinilai memiliki lebih banyak keunggulan. Kecepatan ideal 5G dapat mencapai 10 Gbps (gigabits per second) dengan jeda waktu pengiriman data 4-5 milidetik, sementara 4G maksimal hanya bisa mencapai 100 Mbps.
Berbeda dengan jaringan 4G, kualitas koneksi 5G tak akan menurun meski banyak perangkat yang terhubung. Teknologi 5G juga dinilai dapat diterapkan di luar komunikasi, seperti kesehatan dan transportasi, serta memperluas manfaat dari konektivitas internet (IoT).
Pengembangan jaringan telekomunikasi seluler 5G dinilai dapat mewujudkan gagasan besar untuk mendorong transformasi digital di Tanah Air. ”Dengan kecepatan yang tinggi, aplikasi yang menuntut koneksi cepat dapat dijalankan dengan baik,” ujar Doni dalam keterangan pers, Minggu (6/11/2022).
Akses terbatas
Meski demikian, cakupan layanan 5G hingga kini masih terbatas. Sejak beroperasi komersial pada Mei 2021, jaringan 5G di Indonesia setidaknya kini baru tersedia di sembilan wilayah di Indonesia, yakni Jabodetabek, Solo, Medan, Balikpapan, Surabaya, Makassar, Bandung, Batam, dan Denpasar.
Laporan Global Suppliers Association hingga akhir 2021 menyebutkan, setidaknya 89 negara sudah mengimplementasikan 5G.
Sementara itu, laporan Global Suppliers Association (GSA) hingga akhir 2021 menyebutkan, setidaknya 89 negara sudah mengimplementasikan 5G. Untuk kawasan Asia, China tercatat sebagai negara dengan koneksi 5G terbanyak, yakni mencapai lebih dari 384 juta orang, disusul Jepang sebesar 25,15 juta orang, dan Korea Selatan dengan 16,1 juta orang.
Merujuk laporan OpenSignal dalam kurun 1 Februari hingga 1 Mei 2022, kecepatan rata-rata internet 5G di Indonesia setidaknya 64,3 Mbps untuk mengunduh dan 19,6 Mbps untuk kecepatan unggah. Angka itu masih kalah jauh dibandingkan dengan kecepatan internet di Korea Selatan yang menjadi nomor wahid di dunia, yakni rata-rata 449,31 Mbps untuk mengunduh dan 36,1 Mbps untuk mengunggah.
Mengutip riset Institut Teknologi Bandung, perkembangan jaringan 5G di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi lebih dari Rp 2.800 triliun atau setara 9,5 persen dari total produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2030. Angka itu berpotensi melonjak menjadi Rp 3.500 triliun atau setara 9,8 persen dari total PDB Indonesia pada tahun 2035. Riset tersebut juga memperkirakan potensi peningkatan investasi bisnis di Indonesia sebesar Rp 591 triliun dan Rp 719 triliun masing-masing pada tahun 2030 dan tahun 2035 jika jaringan 5G diterapkan secara agresif.
Sebelumnya, akhir Oktober 2022, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan, pihaknya terus mendorong program substitusi impor untuk telepon seluler seiring pemberlakuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimum 35 persen untuk perangkat komunikasi berbasis 4G dan 5G.
Ia menilai, masih besar peluang untuk meningkatkan nilai TKDN melalui pendalaman struktur. Sesuai peta jalan yang disusun Kementerian Perindustrian, saat ini industri baterai packing dan kabel telah tersedia di dalam negeri. Artinya, komponen tersebut sudah diproduksi di dalam negeri.
”Berdasarkan peta jalan yang telah disusun, Kementerian Perindustrian menargetkan perakitan produk HKT (telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet) dapat dilakukan secara completely knocked down (CKD) mulai tahun ini hingga 2025,” ujarnya.