RI Siapkan Skenario Menang-Kalah Sengketa Sawit Lawan UE
RI optimistis memenangi gugatan di WTO atas RED II Uni Eropa yang dinilai mendiskriminasikan sawit dan menghambat perdagangan. Indonesia menyiapkan sejumlah skenario menang atau kalah dalam gugatan itu.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Organisasi Perdagangan Dunia akan menyampaikan hasil gugatan Indonesia atas kebijakan Arah Energi Terbarukan atau RED II Uni Eropa pada akhir2022 atau awal 2023. Indonesia telah menyiapkan sejumlah skenario jika menang atau kalah dalam kasus sengketa diskriminasi sawit itu.
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Yusuf, Selasa (1/11/2022), mengatakan, Indonesia saat ini sedang menunggu laporan panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO atas gugatan Indonesia terhadap RED II Uni Eropa (UE). DSB WTO akan menyampaikan putusan sengketa itu pada akhir 2022 atau awal 2023.
Indonesia telah melakukan pembelaan dan optimistis memenangi gugatan itu. Hal itu lantaran RED II telah mendiskriminasikan sawit dan melanggar prinsip perdagangan yang adil.
"Kendati begitu, Indonesia tetap perlu mengantisipasi kekalahan dalam gugatan tersebut,” ujarnya dalam Forum Diskusi Terarah “Menyikapi Berbagai Skenario Putusan WTO tentang RED II” yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (Indef) secara hibrida di Jakarta.
Indonesia optimistis memenangi gugatan itu. Kendati begitu, Indonesia tetap perlu mengantisipasi kekalahan dalam gugatan tersebut.
UE menerapkan kebijakan RED II sejak 19 Desember 2018 dan RI mengajukan gugatan terhadap kebijakan itu pada akhir 2019. Ada tiga fokus gugatan RI dalam kasus sengketa gugatan diskriminasi sawit bernomor DS593 itu.
Pertama, terkait dengan pengkategorian sumber energi terbarukan berdasarkan risiko perubahan penggunaan lahan secara tak langsung (indirect land use change/ILUC). UE menilai biodiesel dari sawit menyebabkan deforestasi dan menghasilkan karbon tinggi. Hal itu membuat UE mengategorikan biodiesel sawit sebagai produk dengan resiko tinggi terhadap ILUC dan mengeluarkannya dari daftar sumber-sumber energi terbarukan UE.
Kedua, ketentuan phase out atau penghapusan secara bertahap sumber energi terbarukan yang tidak masuk daftar energi terbarukan UE pada 2030, termasuk biodiesel sawit. Ketiga, ketentuan pembatasan konsumsi bahan bakar nabati pada sektor transportasi tidak boleh lebih dari 7 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Natan Kambuno menuturkan, target Indonesia dalam gugatan itu adalah membuat UE mengubah kebijakan yang mendiskriminasikan sawit dan menghambat perdagangan biodiesel RI. Selain itu, pemerintah juga berupaya mengamankan akses pasar biodiesel RI yang sudah dikenai bea masuk impor oleh UE sebesar 8-18 persen.
Indonesia telah menyiapkan sejumlah skenario jika menang atau kalah dalam gugatan itu. Apabila putusan panel DSB WTO menguntungkan Indonesia, UE bisa saja mengajukan banding atau tidak banding.
Menurut Natan, jika tidak mengajukan banding, UE akan mengimplementasikan hasil panel. Di sisi lain, UE juga bisa melakukan retaliasi atau tindakan balasan perdagangan. Namun, apabila UE mengajukan banding, Indonesia akan menghindari banding UE melalui Multi-Party Interim Appeal Arbitration Arrangement (MPIA).
Hal itu lantaran MPIA merupakan salah satu alternatif banding yang diinisiasi UE dan negara-negara pendukungnya, sehingga dikhawatirkan akan lebih mengakomodasi kepentingan UE. Selain itu, Indonesia tidak memiliki keleluasaan memilih arbitrator di luar 10 arbitrator yang telah tergabung dalam MPIA.
Namun apabila kalah, lanjut Natan, Indonesia akan mengajukan banding melalui arbitrase ad hoc. Yang menjadi tantangan saat ini adalah masih terjadi kekosongan Badan Banding (Appellate Body/AB) WTO karena Amerika Serikat telah memblokir penunjukan hakim baru sejak 2019.
“Selain banding, ada skenario lain yang bisa dilakukan Indonesia, yakni melalui mekanisme mutually agreed solution atau mencari dan menyepakati solusi bersama yang saling menguntungkan,” ujarnya.
Sementara itu, ekonom senior Indef dan juga Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin berpendapat, jika DSB WTO memutuskan mengabulkan gugatan RI, maka putusan itu akan menjadi insentif pada produksi biodiesel dan pangsa UE masa depan. Namun jika gugatan RI ditolak, maka RI tetap perlu banding, mempelajari amar putusan, dan memperkuat diplomasi ekonomi.
Apabila langkah-langkah itu tidak dilakukan, Indonesia dapat kehilangan pasar biodisel di kawasan UE secara bertahap hingga 2030. Ujung-ujungnya hal itu dapat berimbas ke kesejahteraan petani kelapa sawit.
Indonesia juga dapat memanfaatkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (IE-CEPA). IE CEPA ini bisa dijadikan sebagai ajang perundingan individu atau bilateral yang saling menguntungkan.
“Apabila langkah-langkah itu tidak dilakukan, Indonesia dapat kehilangan pasar biodisel di kawasan UE secara bertahap hingga 2030. Ujung-ujungnya hal itu dapat berimbas ke kesejahteraan petani kelapa sawit,” kata Bustanul.
Kementerian Perdagangan mencatat, ekspor kelapa sawit dan biodiesel Indonesia ke UE pada 2021 mencapai 2,9 miliar dollar AS. Adapun dalam Proyeksi Pertanian 2021-2031, Komisi UE memperkirakan penggunaan biodiesel di UE akan turun 24 persen menjadi 14,3 miliar liter pada 2031 setelah mencapai puncaknya pada 2023 dengan 18,9 miliar liter.