Perubahan Lanskap Pasar Tenaga Kerja Berisiko Tingkatkan Pengangguran
Berubahnya lanskap pasar tenaga kerja dan rigidnya minat para pencari kerja bisa mendorong meningkatnya pengangguran di Indonesia. Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk menekan angka pengangguran.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berubahnya lanskap pasar tenaga kerja dan rigidnya minat para pencari kerja bisa mendorong meningkatnya pengangguran di Indonesia. Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menekan angka pengangguran di Indonesia.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor menyampaikan, Kementerian Ketenagakerjaan memberikan banyak jenis pelatihan kerja untuk menekan angka pengangguran melalui berbagai Balai Latihan Kerja (BLK) yang berada di naungan Kemnaker. BLK merupakan lembaga pelatihan yang dibentuk oleh pemerintah untuk membantu mengatasi beberapa masalah terkait dengan ketenagakerjaan.
”Pelatihan-pelatihan ini akan menciptakan tenaga kerja dengan skill yang sudah terlatih oleh instruktur andal Kemnaker. Selain itu, pelatihan ini dapat meningkatkan daya saing SDM (sumber daya manusia) nasional serta memperkuat akses informasi pasar kerja,” ujar Afriansyah dalam acara Festival Pelatihan Vokasi dan Job Fair Nasional di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Jumat (28/10/2022).
Adapun Kemnaker kini tengah menjadikan BLK sebagai pusat pengembangan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja yang memiliki daya saing di tingkat nasional dan internasional.
Menurut Koordinator Pusat Pasar Kerja Sigit Ary Prasetyo, di era digital saat ini, pekerjaan yang diminati masyarakat sudah berbeda. Pasar kerja terbesar yang paling banyak diminati sekarang adalah posisi analisis data dan ahli kecerdasan buatan.
”Bahkan, sekarang pekerjaan seperti akuntan dan sekretaris, peminatnya turun. Begitu halnya dengan teller bank yang sekarang tinggal satu di setiap bank. Hal ini akibat hampir semuanya sekarang serba digital,” ucap Sigit.
Perubahan lanskap pasar tenaga kerja tentunya memengaruhi angka pengangguran di Indonesia. Tantangan ketenagakerjaan ialah potensi perubahan lanskap pasar tenaga kerja yang akan menyebabkan tersingkirnya tenaga kerja yang berpendidikan. Perusahaan hanya akan merekrut tenaga kerja yang mampu mengerjakan beberapa tugas sekaligus atau sudah berpengalaman.
Selain itu, perusahaan akan lebih memprioritaskan orang yang mahir teknologi. Hal ini karena teknologi memungkinkan kegiatan ekonomi untuk terus berjalan tanpa bergantung pada interaksi fisik manusia. Oleh karena itu, tenaga kerja yang dibutuhkan ke depan adalah mereka yang memiliki kemampuan tinggi di bidang teknologi.
Pengangguran perkotaan
Data Center of Economic and Law Studies (Celios) memproyeksikan, tingkat pengangguran terbuka pada tahun depan sebesar 5,9 persen hingga 6 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan data per Februari 2022 yang hanya sebesar 5,83 persen.
Sementara itu, jumlah pengangguran di Indonesia saat ini didominasi masyarakat perkotaan, yakni 7,61 persen, sedangkan pengangguran pada masyarakat perdesaan 3,72 persen. ”Padahal, lowongan pekerjaan lebih banyak tersedia di kota,” kata Sigit.
Menurut dia, masyarakat di desa mau bekerja di mana saja meskipun tidak sesuai dengan kemampuannya. Berbeda dengan masyarakat di kota yang terlalu pemilih mengenai pekerjaan. Hal ini berujung pada banyaknya pengangguran di kota karena masyarakatnya tidak berhasil mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Perbedaan karakter generasi juga, diyakini Sigit, dapat memengaruhi angka pengangguran di Indonesia. Saat ini, jumlah generasi Z sedang mendominasi di Indonesia. Generasi Z saat ini berusia 9 hingga 25 tahun (kelahiran tahun 1997 hingga 2013).
Hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan, penduduk Indonesia generasi Z saat ini ialah 74,93 juta jiwa atau 27,94 persen dari total penduduk Indonesia. Meskipun belum sepenuhnya memasuki usia produktif, beberapa tahun lagi semua generasi ini akan memasuki usia produktif. Setelah itu, diikuti oleh generasi Y (dari tahun kelahiran 1980 hingga 1996) sebanyak 69.38 juta jiwa atau 25,87 persen.
”Kedua generasi ini memiliki karakter yang berbeda. Jika generasi Y lebih berpikir panjang mengenai pekerjaan, berbeda dengan generasi Z yang mudah mengeluh dan gampang memutuskan untuk resign atau menolak suatu pekerjaan,” ucap Sigit.
Kompetisi bekerja di luar negeri
Suhardi dari Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (PTKDN) menyampaikan, masyarakat yang tengah mencari pekerjaan memiliki peluang untuk memulai karier di luar negeri dengan mengikuti program BLK. Adapun beberapa pelatihan yang ada pada BLK, di antaranya pelatihan alat berat, pelatihan las, pelatihan elektrik, dan barista.
Akan tetapi, berbagai kompetisi harus siap dihadapi, seperti kompetensi bahasa. Rendahnya pendidikan pelamar kerja juga tentu menjadi tantangan. Apalagi banyak pengangguran di Indonesia yang hanya merupakan lulusan SMA atau SMK.
”Tingkat kompetisinya lebih tinggi karena bukan hanya orang dari Indonesia saja yang mendaftar. Para pelamar harus senantiasa upgrade skill untuk menembus pasar kerja di luar negeri,” ucap Suhardi.