Perjuangan nasabah membayar cicilan kredit pemilikan rumah (KPR) makin berat di tengah tren kenaikan suku bunga acuan, tekanan inflasi, dan ancaman resesi global tahun depan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
Kenaikan suku bunga acuan memusingkan para nasabah kredit pemilikan rumah atau KPR. Sebab, bunga KPR yang dikenakan pada mereka juga bakal terkerek naik, yang artinya nilai cicilan yang dibayarkan akan lebih besar dari sebelumnya. Ini menambah beban pengeluaran para nasabah KPR yang sebelumnya dihantam oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dan barang kebutuhan lainnya. Memperketat pengeluaran, mencari penghasilan tambahan, dan menata ulang keuangan dan investasi bisa jadi solusi untuk para ”pejuang KPR” ini.
Kamis (27/10/2022) siang, Dora sedang sibuk bekerja di kantornya di kawasan Jakarta Barat. Di sela-sela pekerjaannya, dia membaca berita daring bahwa Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada 20 Oktober 2022. Ini melanjutkan kenaikan suku bunga pada Agustus sebesar 25 basis poin dan September sebesar 50 basis poin. Artinya, sepanjang tahun ini BI sudah menaikkan suku bunga total sebesar 125 basis poin sehingga menjadi 4,75 persen.
Karyawan swasta berusia tiga puluh tahun ini terhenyak mendengar kabar itu. Seketika terbayang bahwa cicilan KPR-nya akan makin membengkak.
Dora lalu membuka aplikasi perbankan digitalnya untuk mengecek apakah ada notifikasi mengenai besaran penyesuaian suku bunga KPR-nya. Ditemukannya pesan bahwa penyesuaian suku bunga KPR akan dilaksanakan Februari 2023.
”Makin berat saja beban para ‘pejuang KPR’ seperti kami-kami ini,” ujar Dora, yang menjuluki dirinya dan sesama nasabah KPR sebagai ”pejuang KPR”.
Dia langsung teringat tahun lalu ketika masa cicilannya sudah melewati periode bunga tetap atau fix dan mulai memasuki periode bunga mengambang atau floating, bunga KPR-nya melonjak dari sebelumnya 7 persen menjadi 11 persen. Alhasil, cicilannya pun ikut terkerek Rp 1,5 juta menjadi Rp 5 juta per bulan.
Kendati saat ini tinggal dan merantau di Jakarta, Dora memiliki cicilan KPR untuk keluarganya di Gunung Anyar Regency, Surabaya. Rumah tapak seharga Rp 750 juta itu ditebus pada 2018 dengan KPR selama 15 tahun.
Situasi ini sungguh mengkhawatirkan Dora. Dia masih harus menghadapi berbagai kenaikan harga barang dan BBM. Masa mendatang pun dirasakannya kelabu lantaran berbagai proyeksi akan terjadi resesi global pada tahun depan.
Tak hanya itu, Dora juga masih harus memberikan sebagian gajinya untuk kedua orangtuanya yang telah pensiun.
Mengantisipasi berbagai tantangan itu, Dora memilih untuk berupaya keras mengurangi pengeluarannya. Kini dia lebih memilih berbelanja sayuran dan bahan pangan untuk diolah di dapur indekosnya ketimbang memesan makanan lewat aplikasi. Dengan memasak sendiri, Dora hanya menghabiskan Rp 500.000 per bulan untuk belanja bahan pangan. Nilai ini jauh lebih rendah ketimbang memesan makanan via aplikasi yang sekali makan saja bisa di kisaran Rp 50.000.
Dia berharap kondisi perekonomian dunia bisa membaik sehingga BI tidak perlu menaikkan lagi suku bunganya dan resesi global bisa dihindari. ”Semoga perekonomian bisa makin pulih, kondisi politik juga tetap stabil. Agar semuanya lancar-lancar saja,” ujar Dora.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan ”Pejuang KPR” lainnya, yakni Bimantara (31). Seperti halnya Dora, Bimantara pernah mengalami kenaikan cicilan setelah masa bunga tetapnya berakhir pada Mei 2022. Sebelumnya dia membayar cicilan sebesar Rp 3,36 juta per bulan, tetapi setelahnya menjadi Rp 3,6 juta per bulan.
Maka, ketika mendengar kenaikan suku bunga acuan, dia langsung cemas cicilan KPR-nya juga akan naik. ”Di saat harga-harga barang naik dan tahun depan juga diramal mau ada resesi global, kabar kenaikan suku bunga ini mengkhawatirkan,” ujar Bimantara.
Karyawan swasta di industri komunikasi ini menebus rumahnya di Perumahan Bukit Dago, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, seharga Rp 475 juta sejak Mei 2017 dengan KPR. Adapun tenor cicilannya masih menyisakan 20 tahun lagi.
Untuk mengantisipasi itu, Bimantara pun memilih untuk mengurangi bepergian ke mal atau jajan ke restoran ketika akhir pekan. Keuangan rumah tangganya pun cukup terbantu lantaran istrinya juga bekerja sehingga ada pendapatan ganda.
Sementara itu, menyadari kenaikan suku bunga bank, inflasi yang terus menanjak, dan ancaman resesi global di tahun mendatang membuat Tama (27) memilih untuk tidak buru-buru membeli properti. Karyawan penjualan alat berat itu selama ini tinggal di rumah orangtuanya.
”Menurut saya, membeli properti dengan KPR itu artinya komitmen jangka panjang. Bagaimana kita mau berkomitmen jangka panjang kalau dalam jangka pendek saja kondisinya tak menentu seperti ini?” ujar Tama.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan, kenaikan suku bunga acuan memang secara teoritis juga akan menaikkan suku bunga perbankan termasuk bunga KPR. Kenaikan suku bunga acuan itu biasanya membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk bertransmisi ke suku bunga kredit.
”Perbankan perlu memikirkan waktu yang tepat untuk menaikkan suku bunga kreditnya. Dengan kondisi saat ini, bank diperkirakan menaikkan suku bunganya 0,75-1 persen,” ujar Amin.
Persiapan
Dihubungi pada Jumat (28/10/2022), Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini Sutikno mengatakan, hal pertama yang harus dilakukan adalah tetap tenang dan tidak panik agar kita tetap bisa berpikir jernih. Setelah itu lakukan analisis potensi sejauh mana dampak situasi ekonomi hari ini terhadap keuangan nasabah. Apakah hal itu menyebabkan nasabah kekurangan pendapatan atau bahkan kehilangan pendapatan karena pemutusan hubungan kerja (PHK) ataupun usaha bangkrut.
Untuk berjaga-jaga dari kemungkinan kehilangan pekerjaan dalam beberapa bulan ke depan, nasabah perlu menambah pencadangan dana darurat untuk cicilan KPR minimal enam bulan ke depan. Artinya, jika kehilangan pekerjaan, nasabah memiliki waktu enam bulan untuk mendapatkan pekerjaan kembali.
Setelah itu, nasabah perlu mengurangi pos pengeluaran yang dirasa tidak mendesak. Kurangi konsumsi yang tidak perlu, bahkan kalau bisa dihentikan.