Wisata alam berpotensi besar mendongkrak perekonomian daerah, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah lokal.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Salah satu sudut di kawasan wisata alam hutan pinus Gunung Pancar, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/12/2020). Kawasan wisata alam seperti ini kian menjadi tujuan warga perkotaan untuk penyegaran. Selain pada akhir pekan, wahana wisata alam di Bogor terus menjadi tujuan sehari-hari sejumlah warga meskipun masih dalam situasi pandemi.
JAKARTA, KOMPAS — Wisata alam dan agrowisata berpotensi besar mendongkrak perekonomian daerah, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah lokal. Tak sekadar berwisata, wisatawan kerap kali melengkapi perjalanan wisata dengan membeli oleh-oleh khas daerah. Potensi turunan ini perlu digarap lebih intensif.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim dalam keterangan persnya, Sabtu (22/10/2022), saat acara Forum Komunikasi Komunitas Pelaku UKM dan Koperasi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengatakan, ”Sudah banyak orang sukses dalam mengelola alam yang dijadikan lahan produksi, wisata alam, dan sebagainya. Para pelaku usaha di Kuningan juga sudah banyak yang memiliki badan hukum sehingga akses ke pembiayaan juga bisa diperoleh lebih baik.”
Menurut Arif, jika potensi keindahan alam dikelola dengan baik, pariwisata akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi, saat ini seiring dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, kebutuhan akan wisata turut meningkat.
Para pelaku usaha diajak untuk selalu tekun dan meningkatkan kreativitas karena membangun pariwisata tidak bisa instan dan langsung terlihat hasilnya. Butuh waktu, terutama mempromosikannya.
Tak hanya itu, Arif juga mengajak masyarakat Kuningan untuk bisa memaksimalkan lahan-lahan tidur atau lahan perhutanan sosial untuk kepentingan produktif. Dengan begitu, lahan-lahan yang dibagikan kepada masyarakat untuk digarap itu bisa dimanfaatkan dan dikembangkan dengan optimal.
”Kami akan menggandeng sejumlah start up sektor pertanian dan perikanan untuk bekerja sama dan mendampingi masyarakat dalam pemanfaatan lahan perhutanan sosial,” ujar Arif.
DOKUMENTASI PEMERINTAH KOTA BOGOR
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto meninjau sekaligus mencoba wahana arum jeram di Sungai Ciliwung, Kamis (9/7/2020).
Kemenkop dan UKM turut mengembangkan destinasi wisata di Indonesia, sekaligus menggerakkan perekonomian masyarakat dari aktivitas pariwisata yang ramah lingkungan. Sebab, pariwisata merupakan sektor yang sangat prospektif untuk mendatangkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, tanpa mengeksploitasi alam secara berlebihan.
Namun, pekerjaan rumah ini tidak dapat dilakukan sendiri. Butuh kolaborasi multipihak. Semangat kolaborasi dibutuhkan dalam mengarusutamakan peran UMKM. Di samping itu, dibutuhkan pula pengembangan dan peningkatan eksistensi koperasi, khususnya yang bergerak di sektor pariwisata.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Koperasi, Perdagangan, dan Perindustrian Kabupaten Kuningan U Kusmana mengungkapkan, wilayahnya memiliki potensi sumber daya alam luar biasa. Namun, semua potensi ini belum dikelola dan ditingkatkan secara maksimal karena keterbatasan anggaran.
Menurut Kusmana, tanpa sinergi dan kolaborasi dengan pihak lain, Pemkab Kuningan tidak akan mampu mengembangkan potensi alam yang dimiliki. ”Saya berharap ke depan, pendapatan asli daerah Kuningan dari sektor pariwisata bisa terus meningkat,” kata Kusmana.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Beberapa pengunjung yang memanfaatkan wahana berfoto saat mengunjungi kawasan wisata alam hutan pinus Gunung Pancar, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/12/2020).
Kusmana juga berharap koperasi-koperasi sektor pariwisata di Kuningan bisa berkolaborasi agar bisa meningkatkan sektor pariwisata Kuningan. Terlebih lagi, sebanyak 30 obyek daya tarik wisata alam (ODTWA) yang dikelola kelompok masyarakat pengelola wisata di wilayah kaki Gunung Ciremai sudah berbadan hukum koperasi.
Karena itu, koperasi terus didorong untuk berbenah diri, baik dari sisi kelembagaan, produktivitas, maupun akses pasar, yang bisa menyentuh hingga ke desa-desa di Kuningan. Apabila koperasi dikelola dengan benar, koperasi diyakini bisa menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.
UMKM terbantu
Jika sektor pariwisata meningkat, hal ini akan mengembirakan pelaku UMKM. Salah satu oleh-oleh andalan kabupaten Kuningan adalah minuman jeruk nipis peras (jeniper), selain tape ketan. Hampir di semua toko oleh-oleh selalu tersedia minuman jeniper dan tape ketan.
Produsen jeniper Kuningan, Deffan Dede Purnama, yang dihubungi Kompas, Minggu (23/10/2022), mengatakan, setelah efek pandemi Covid-19 mulai terkendali, penjualan jeniper sangat bergantung pada akhir pekan dan hari libur. Sebab, banyak wisata alam di daerah Kuningan yang mulai dikunjungi oleh wisatawan luar kota.
”Oleh-oleh yang jadi incaran wisatawan minuman jeniper, tape ketan ember, dan beberapa lainnya, biasanya permintaan toko meningkat hari Jumat karena akhir pekan banyak wisatawan yang beli,” kata Deffan.
ARSIP JENIPER
Ratusan botol berisi ekstrak jeruk nipis peras merek Jeniper dipersiapkan untuk dipasarkan di daerah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (22/10/2022). Setelah pandemi Covid-19, penjualan Jeniper belum pulih sepenuhnya meskipun sejumlah tempat wisata sudah mulai dikunjungi wisatawan.
Deffan berharap, Dinas Koperasi Kabupaten Kuningan lebih aktif lagi dalam berkolaborasi dengan UMKM.
Minuman jeniper sudah menjadi oleh-oleh khas Kuningan sejak tahun 1997. Minuman ini menjadi market leader di Indonesia, bahkan saat penyusunan standar nasional Indonesia (SNI), produk Jeniper miliknya sempat dimintai masukannya. Minuman ini memiliki daya tahan karena memakai air perasan jeruk nipis asli. Hal ini yang menjadi kekuatan hingga mampu bersaing dengan produk minuman ekstrak.
”Prinsip sederhananya, orang yang ingin minum air perasan asli jeruk nipis peras, kita sajikan dalam kemasan botol yang tentu lebih praktis,” kata Deffan.
Sebelum pandemi, omzet UKM minuman jeniper berkisar Rp 60 juta hingga Rp 90 juta. Namun, efek pandemi masih dirasakan, saat ini omzet produsen jeniper berkisar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per bulan. Diharapkan, jika sektor pariwisata berkembang dan kunjungan wisatawan meningkat, bisa mendongkrak penjualan minuman jeniper dan produk UKM lainnya.