CHSE Jadi Standar Nasional Indonesia, Implementasi Sertifikasi Perlu Bertahap
Prinsip kebersihan, kesehatan, keamanan, dan lingkungan berkelanjutan atau CHSE kini telah dibakukan menjadi standar nasional Indonesia. Pemerintah perlu membantu pelaku pariwisata berskala kecil untuk mengaksesnya.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan sertifikasi Standar Nasional Indonesia Kebersihan, Kesehatan, Keamanan, dan Lingkungan Berkelanjutan atau SNI CHSE dinilai mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri pariwisata Tanah Air. Hanya saja, pelaksanaan sertifikasi ini perlu dilakukan bertahap dan mendapat dukungan pemerintah daerah.
“Standar CHSE merupakan ide kebijakan yang bagus. Ini seperti membangunkan sejumlah pelaku industri pariwisata yang masih ada yang abai terhadap CHSE. Padahal, turis mau datang ke suatu destinasi wisata jika destinasi bersangkutan itu bersih, aman, dan punya strategi menjaga kelestarian lingkungan,” ujar Chariman Pacific Asia Travel Association (PATA) Chapter Indonesia, SD Darmono, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Meski demikian, dia memandang, destinasi wisata di Indonesia memiliki keragaman kondisi, mulai dari infrastruktur sampai pemahaman pelaku usaha di dalamnya mengenai prinsip CHSE. Oleh karena itu, dia berharap, pemerintah pusat dan daerah perlu lebih dulu melakukan edukasi.
“Pemerintah memang harus mendorong standardisasi CHSE, tetapi jangan langsung diseragamkan demi mengejar popularitas. Otonomi daerah perlu dioptimalkan untuk membantu pelaku usaha di destinasi, seperti pemerintah daerah punya skema pendanaan untuk sertifikasi bagi UMKM,” kata Darmono.
Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia Azril Azahari saat dihubungi terpisah, di Jakarta, berpendapat, pelaku usaha pariwisata sudah banyak dibebani oleh beberapa persyaratan, seperti sertifikasi usaha dan sertifikasi kompetensi khusus bagi pekerja. Selain itu, pelaku usaha pariwisata masih menerima dampak yang berat akibat efek krisis pandemi Covid-19. Mereka belum sepenuhnya bangkit.
“Gagasan CHSE merupakan hal yang baik. Kami menyarankan agar SNI CHSE sebaiknya dilaksanakan secara bertahap. Apalagi, selain SNI CHSE, masih ada hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, yaitu manajemen mitigasi risiko bagi pelaku usaha,” ujar Azril.
Pelaksanaan SNI CHSE bertahap yang dia maksud yaitu pemberlakuan prinsip-prinsip CHSE secara umum, lalu pemerintah melakukan evaluasi sejauh mana pemahaman pelaku usaha pariwisata. Jika telah berjalan meluas, kata dia, pemerintah baru melaksanakan sertifikasi SNI CHSE yang masih bersifat anjuran.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Badan Standardisasi Nasional telah meluncurkan SNI CHSE (SNI 9042:2021) beserta skema akreditasi dan sertifikasi pada Desember 2021.
Untuk pelaku jasa usaha pariwisata berskala UMKM, Azril berpendapat, pemerintah harus membantu mereka mengakses sertifikasi SNI CHSE. Pada tahap ini pun, pemerintah tetap harus menjalankan evaluasi. “Setelah itu, pemerintah baru mensyaratkan sertifikasi SNI CHSE bagi seluruh pelaku usaha jasa dan industri pariwisata,” imbuh Azril.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah meluncurkan SNI CHSE (SNI 9042:2021) beserta skema akreditasi dan skema sertifikasi pada Desember 2021. Peraturan BSN Nomor 24 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Standardisasi Nasional Nomor 4 Tahun 2020 tentang Skema Penilaian Kesesuaian Terhadap Standar Nasional Indonesia Sektor Jasa, Lampiran IV Skema Sertifikasi SNI Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan dan Kelestarian Lingkungan Tempat Penyelenggaraan dan Pendukung Kegiatan Pariwisata.
Sertifikasi SNI CHSE dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno mengatakan, standar CHSE yang telah dituangkan dalam Peraturan Menparekraf Nomor 13 Tahun 2020 diadopsi menjadi SNI. Dua tahun terakhir atau selama pandemi Covid-19, sertifikasi CHSE dibiayai oleh pemerintah. Jumlah pelaku pariwisata yang tersertifikasi dalam kurun waktu tersebut mencapai 11.986 pelaku usaha.
Pada tahun ini, Kemenparekraf kembali memfasilitasi sertifikasi SNI CHSE dengan target 800 pelaku usaha. Salah satu sasaran utama adalah pelaku UMKM yang belum pernah mendapatkan fasilitasi sertifikasi. Mereka bisa mendaftar melalui chse.kemenparekraf.go.id mulai 15 sampai 22 Oktober 2022. Tim kementerian akan melakukan seleksi dan verifikasi.
“Upaya sertifikasi SNI CHSE bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan untuk berwisata dengan aman, nyaman, dan sehat di Indonesia. Sertifikasi ini bersifat sukarela, tetapi kami tekankan bahwa sertifikasi SNI CHSE diperlukan untuk membangkitkan sektor industri pariwisata,” ujar dia.
Lebih dari setengah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, klaim dia, cenderung memilih hotel yang menerapkan protokol kesehatan secara lengkap. Hotel-hotel yang sudah menerapkan konsep CHSE diyakini akan memiliki tingkat okupansi yang lebih tinggi.
Sandiaga menjelaskan, biaya sertifikasi SNI CHSE masih berkisar Rp 10 juta per satu pelaku usaha. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kemenparekraf membantu pembiayaan proses sertifikasi untuk pelaku jasa usaha pariwisata berskala UMKM.
Dia berharap, program bantuan itu bersifat berkelanjutan. Kepada para lembaga sertifikasi atau BSN, dia menginginkan ada terobosoan inovasi pelayanan yang membuat biaya sertifikasi SNI CHSE lebih terjangkau.
Direktur Standardisasi dan Sertifikasi Usaha Kemenparekraf, Hanifah Makarim menambahkan, total anggaran kementerian untuk program bantuan sertifikasi SNI CHSE yaitu Rp 8 miliar. UMKM jasa usaha pariwisata yang bisa menerima, antara lain berlatar belakang usaha restoran, hotel, dan arena permainan.
“Hal yang dinilai saat sertifikasi SNI CHSE yaitu menajemen kebersihan sampai lingkungan. Skema penilaian sertifikasi seperti ini tidak akan tumpang tindih dengan standar sertifikasi lain,” tegas dia.